Hak Subtitusi dan Hak Retensi

Hak subtitusi dan hak retensi biasanya kita lihat dalam surat kuasa yang dibuat antara klien dengan advokat. Dasar hukum yang mengatur mengenai pemberian kuasa yaitu Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer), yang didalamnya juga memuat mengenai hak subtitusi dan hak retensi. Berikut kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan hak subtitusi dan hak retensi.

A. Hak Subtitusi

Hak subtitusi dapat diartikan sebagai pelimpahan kuasa atau kuasa pengganti. Hak substitusi digunakan oleh Advokat untuk mengalihkan kuasa dari kliennya kepada kuasa lain atau advokat lain dengan alasan Advokat yang diberi kuasa sebelumnya tidak dapat hadir dalam melakukan pengurusan atau menghadiri persidangan di pengadilan. Untuk membedakan diantara keduanya, Advokat yang memberi kuasa dapat kita sebut sebagai Advokat principle dan Advokat yang menerima subtitusi disebut sebagai Advokat subtitusi. Pada dasarnya dalam KUHPer tidak disebutkan secara eksplisit terkait dengan hak substitusi, namun Pasal 1803 KUHPer menyatakan hal sebagai berikut :

“Penerima kuasa bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:

      1. bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
      2. bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu. Pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberi kuasa kepada penerima kuasanya untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk mengurus barang-barang yang berada di luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi kuasa. Pemberi kuasa dalam segala hal, dapat secara langsung mengajukan tuntutan kepada orang yang telah ditunjuk oleh penerima kuasa sebagai penggantinya.”

Hak subtitusi biasanya dilakukan ketika dalam surat kuasa hanya terdapat 1 (satu) advokat, sehingga ketika Advokat principle karena sebuah alasan tertentu tidak dapat menjalankan tugasnya, maka advokat tersebut mensubstitusikan kuasanya kepada advokat lain. Dalam melaksanakan tugasnya Advokat substitusi hanya dapat melakukan tugas sebatas kuasa yang diberikan oleh Advokat principle. Surat Kuasa merupakan suatu perjanjian, sehingga syarat syahnya sudah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat syahnya suatu perjanjian, yaitu cakap, sepakat, hal tertentu dan kausa yang halal.[1] Hak subtitusi dapat berakhir karena berakhirnya pemberian kuasa substitusi, maupun karena berakhirnya kuasa yang utama. Berakhirnya pemberian kuasa berdasarkan ketentuan Pasal 1813 KUHPer, yaitu sebagai berikut :

“Pemberian kuasa berakhir:

      1. dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;
      2. dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa;
      3. dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa
      4. dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.”

B. Hak Retensi

Hak Retensi adalah hak untuk untuk menahan suatu benda sampai suatu piutang terkait dengan benda tersebut dilunasi. Dasar hukum yang mengatur mengenai hak retensi adalah ketentuan Pasal 1812 KUHPer yang menyatakan sebagai berikut :

“Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.”

       Hak retensi biasanya dimasukkan dalam surat kuasa khusus sebagai bentuk preventif apabila klien tidak membayar jasa advokat sebagaimana yang telah diperjanjikan. Barang yang ditahan dapat berupa seluruh dokumen-dokumen yang diberikan klien kepada advokat untuk pengurusan kasus klien, sehingga apabila klien tidak membayar jasa yang diperjanjikan, maka Advokat dapat menahan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perkara tersebut. Namun, perlu diperhatikan Pasal 4 huruf k Kode Etik Advokat juga menyatakan bahwa hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien. Berdasarkan hal tersebut, maka penahanan berkas atau dokumen perkara tidak diperkenankan jika merugikan kepentingan klien, misalnya akibat hak retensi yang dilakukan oleh Advokat, klien tidak dapat melakukan upaya hukum, sehingga klien mengalami kerugian.

[1] Juita Julianti Timbuleng, Hak Subtitusi Penerima Kuasa Dalam Perkara Perdata, Jurnal Lex Privatum, Vo. II, No. 3, 2014, https://media.neliti.com/media/publications/152537-ID-hak-subtitusi-penerima-kuasa-dalam-perka.pdf , diakses pada tanggal 15 Desember 2020 pukul 11:11 WIB.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.