Hak Imunitas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan suatu lembaga perwakilan rakyat. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kemudian mengalami tiga kali perubahan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut UU MD3) disebutkan bahwa DPR merupakan DPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45). Pada dasarnya dalam UUD 45 tidak ada pengertian DPR yang diterangkan secara eksplisit, namun dalam UUD 45 disebutkan mengenai peran DPR serta fungsinya sebagaimana ketentuan dalam Bab VII UUD 45 yang terdiri dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 22B.
DPR memiliki hak imunitas sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20A ayat (3) UUD 45 yang kemudian hak imunitas tersebut dijabarkan dalam ketentuan Pasal 224 UU MD3. Hak imunitas merupakan kekebalan hukum yang membuat seseorang atau suatu entitas tidak dapat ditindak secara hukum. Hak imunitas terhadap DPR merupakan kekebalan hukum bagi DPR untuk tidak dapat dituntut didepan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis dalam rapat DPR maupun diluar rapat DPR yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya. Dalam Pasal 224 UU MD3 hak imunitas DPR dijabarkan sebagai berikut :
- Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR;
- Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR;
- Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan;
- Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut;
- Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum.
Hak imunitas DPR bertujuan untuk melindungi dan mendukung kelancaran tugas dan wewenangnya sebagai wakil rakyat. Keberadaan hak imunitas merupakan sebuah jaminan bagi DPR dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya secara efektif untuk menyuarakan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa dan kepentingan negara. Walaupun demikian, pelaksanaan hak imunitas harus tetap dalam koridor ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi abuse of power. Abuse of power dapat diartikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Batasan terhadap hak imunitas DPR diatur dalam ketentuan Pasal 245 UU MD3 yang menyatakan sebagai berikut :
- Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
- Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR :
- Tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
- Disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
- Disangka melakukan tindak pidana khusus.
Namun, frasa “setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018 sehingga Pasal 245 ayat (1) UU MD3 selengkapnya menjadi :
“Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden”
Dalam pertimbangannya hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa syarat adanya pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan terlebih dahulu untuk memanggil DPR dapat menjadi penghambat bahkan meniadakan syarat adanya persetujuan tertulis dari Presiden sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014, sehingga frasa tersebut dinyatakan bertentang dengan UUD 45 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan hal tersebut, maka hak imunitas DPR terbatas pada pelaksanaan jabatan yang diembannya sebagaimana tugas dan kewenangan yang semestinya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanAncaman Pidana Bagi Pelaku Penghinaan Terhadap Presiden dan/atau Wakil...
Perubahan Terkait Hukum Pertanahan dalam Omnibus Law
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.