Mengenal Hak Guna Bangunan, Masa Berlaku Hak Guna Bangunan dan Perpanjangannya

Hak Guna Bangunan ialah suatu hak atas tanah yang dimiliki oleh subyek hukum dan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Hak Guna Bangunan, diberikan dengan tujuan agar subyek hukum tersebut dapat membangun suatu permukiman berupa rumah ataupun kantor. Adapun bunyi Pasal 35 UUPA adalah sebagai berikut:

  • Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
  • Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
  • Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan dalam (UUPA) adalah hak atas tanah yang diberikan kepada seseorang untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah tersebut dengan jangka waktu selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Peraturan Pelaksana terkait Hak Guna Bangunan baru muncul semenjak adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP 18/2021), sehingga pengaturan hak guna bangunan secara spesifik diatur dalam ketentuan tersebut.

Hak guna bangunan (HGB) diberikan kepada warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait tanah-tanah yang dapat diberikan HGB sebagaimana diatur dalam Pasal 37 PP 18/2021 yang menyatakan bahwa:

  1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
  2. Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.
  3. Sctelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna bangunan kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
  4. Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
  • tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  • syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  • pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  • tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
  • tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
  • sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
  • keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.

HGB di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri yang bersangkutan. Sementara HGB di atas Tanah Hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri yang bersangkutan berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan. HGB di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dihuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. HGB yang di atas tanah-tanah tersebut harus didaftarkan oleh Kantor Pertanahan.

Selain itu PP 18/2021 juga mengatur syarat perpanjangan atau pembaharuan HGB yang berada di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud Pasal 40 PP18/2021 antara lain sebagai berikut:

  1. tanahnya masih diusahakan dan dimarrfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

Sedangkan HGB di atas Tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang HGB apabila memenruhi syarat yang diatur Pasal 40 Ayat (1) PP 18/2021 dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Atas kesepakatan antara pemegang HGB dengan pemegang hak milik, hak guna bangunan di atas Tanah hak milik dapat diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Hal yang harus dicatat dalam hal ini adalah permohonan perpanjangan jangka waktu HGB dapat diajukan setelah tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu HGB. Permohonan perpanjangan hanya dapat diajukan sebelum jangka waktu HGB tersebut berakhir, dan apabila sampai dengan berakhirnya HGB masih belum juga terdapat perpanjangan, maka HGB menjadi hapus. Lebih lanjut, PP 18/2021 secara spesifik juga mengatur terkait dengan hapusnya HGB menurut Pasal 46 PP 18/2021 sebagai berikut:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;
  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
  • tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan/atau Pasal 43;
  • tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
  • cacat administrasi; atau
  • putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

5. dilepaskan untuk kepentingan umum;

6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;

8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;

9. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau

10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

Hapusnya HGB di atas Tanah Negara mengakibatkan tanah tersebut menjadi tanah negara atau sesuai dengan putusan pengadilan. Apabila menjadi tanah negara untuk dapat dilakukan penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri. Sedangkan hapusnya HGB di atas Tanah Hak Pengelolaan, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Begitupun hapusnya HGB di atas Tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik.

Dengan demikian jelas terdapat beberapa perubahan terkait dengan pengaturan HGB, yang dahulu diatur dalam UUPA beserta dengan peraturan pelaksananya. Namun, dengan adanya keberadaan UU Cipta Kerja terlepas dari inkonstitusionalnya telah melahirkan PP 18/2021 lebih spesifik mengatur terkait dengan HGB dan mengganti beberapa peraturan pelaksana dari UUPA seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah sebagaimana dalam penjelasan PP 18/2021.

 

Penulis: Rizky P.J.

Editor: R. Putri J. & Mirna R.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.