Hak Cipta Lagu Terkait Usaha Karaoke

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UU Hak Cipta), hak cipta diartikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hak cipta melekat hak moral dan hak ekonomi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 UU Hak Cipta. Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta, sedangkan hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 UU Hak Cipta. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan hal-hal sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta diantaranya yaitu :

    1. Penerbitan ciptaan;
    2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
    3. Penerjemahan ciptaan;
    4. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
    5. Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
    6. Pertunjukan ciptaan;
    7. Pengumuman ciptaan;
    8. Komunikasi ciptaan; dan
    9. Penyewaan ciptaan

Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.

Ciptaan adalah setiap hasil karya dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta. Salah satu hasil ciptaan yang memiliki hak cipta adalah lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta. Sebagaimana kita ketahui bahwa lagu merupakan bagian pokok dalam pendirian tempat usaha karaoke. Tempat usaha karaoke yang memanfaatkan lagu untuk kepentingan komersial wajib meminta izin dari pencipta atau pemegang hak cipta sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Cipta. Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 87 ayat (2) UU Hak Cipta, pengguna hak cipta juga wajib membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

LMK adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta. Untuk mendapatkan hak ekonomi tersebut, setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait harus menjadi anggota LMK agar dapat menarik imbalan wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang komersial sebagaimana ketentuan dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta. Pasal 89 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan bahwa pengelolaan royalti terhadap hak cipta bidang bidang lagu dan/atau musik dibentuk 2 (dua) LMK nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan untuk kepentingan pencipta dan untuk kepentingan pemilik hak terkait. Kedua LMK memiliki kewenangan yang sama untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial.

Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha karaoke yang tidak membayar royalti, pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait sebagaimana ketentuan dalam Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta. Pasal 99 ayat (2) UU Hak Cipta menyebutkan bahwa gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait. Selain penuntutan ganti rugi, orang yang melakukan pelanggaran terhadap hak cipta utamanya perihal pelanggaran terhadap hak ekonomi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 120 UU Hak Cipta.

Salah satu contoh kasus terkait pelanggaran hak cipta yaitu yang dilakukan oleh Ivan Kuncoro selaku Bos Karaoke “Rasa Sayang”.[1] Kasus pelanggaran hak cipta ini bermula ketika  PT Ebony selaku anggota dari PT Asirindo melaporkan terdakwa ke Polda Jatim. Pasalnya, Ivan Kuncoro selama ini diketahui tidak membayarkan royalti atas pemutaran lagu-lagu yang telah dikomersilkannya di tempat karaoke miliknya.[2] Atas kasus tersebut, Ivan Kuncoro terbukti secara sah melanggar ketentuan dalam Pasal 117 ayat (2) UU Hak Cipta yang menyatakan sebagai berikut :

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 3234/Pid.Sus/2019/PN Sby memutus Ivan Kuncoro dengan vonis 6 (enam) bulan penjara.

 

[1] https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4971608/langgar-hak-cipta-lagu-bos-karaoke-di-surabaya-divonis-6-bulan-penjara

[2] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.