Gugatan Lain-Lain Dalam Kepailitan

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU), diperlukan tiga syarat untuk menentukan suatu keadaan pailit yaitu adanya dua atau lebih Kreditor, utang yang telah jatuh waktu, dan utang yang dapat ditagih. Artinya hukum kepailitan menjadi institusi penyelesaian sengketa terhadap Debitur yang memiliki dua atau lebih Kreditor dimana satu dari utang tersebut telah terbukti jatuh tempo dan dapat ditagih. Pengertian tersebut, menjadi dasar pengembangan sistem peradilan di Indonesia dalam menyelesaikan perkara utang-piutang antara Debitur dengan Kreditor secara efektif dan efisien.[1]
Namun pada saat pemberesan yaitu pengurusan dan pemberesan harta pailit, dapat timbul suatu permasalahan yang disebut Hal-Hal Lain, dikarenakan masih bersifat suatu sengketa atau masalah maka pengajuannya menggunakan sebuah gugatan. Gugatan lain-lain dalam perkara kepailitan dan PKPU memiliki pengertian yang sama dengan gugatan pada umumnya, yang mana apabila suatu pihak merasa haknya dilanggar sehingga terjadi suatu kerugian, maka pihak tersebut dapat menggugat pihak yang dianggap merugikan. Gugatan lain-lain ini diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU yang menyatakan bahwa:
Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitur.
Menurut penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU bahwa yang dimaksud dengan “hal-hal lain”, adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana Debitur, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya. Hukum Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya.[2]
Pada penjelasan tersebut juga mengatur bahwa hukum acara yang mengatur untuk mengadili perkara lain-lain adalah UU KPKPU. Maka, ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 UU KPKPU dapat digunakan dalam menyelesaikan perkara gugatan lain-lain. Dari penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU dapat dilihat bahwa terdapat beberapa perkara yang dimaksud dengan gugatan hal-hal lain dan memiliki kekhususan tersendiri terhadap objek perkara masing-masing sebagai berikut:
- Gugatan Actio Pauliana
Dalam perkara kepailitan, gugatan actio pauliana diatur dalam Pasal 41 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 43 UU KPKPU yang masing-masing menyatakan bahwa:
(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
Gugatan Actio Pauliana ini biasanya berawal dari tidak dapat dimasukkannya suatu harta kekayaan Debitur kedalam daftar harta pailit. Harta pailit dimaksud luput dari jangkauan hukum kurator karena telah dialihkan. Kurator untuk kepentingan harta pailit dapat mengajukan pembatalan pengalihan aset dimaksud karena akan merugikan kepentingan keditor.
- Gugatan Perlawanan terhadap Daftar Harta Pailit
Pailit dapat diartikan sebagai sita umum terhadap harta Debitur. Artinya Penyitaan umum dimaksud secara teknis dilakukan oleh Kurator dengan menerbitkan daftar harta pailit sebagaimana dimaksud Pasal 100 Ayat (1) UU KPKPU yang menyatakan bahwa:
Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai Kurator.
Berdasarkan Pasal 21 UU UU KPKPU maka Kepailitan berlaku terhadap harta kekayaan Debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala suatu yang diperoleh selama kepailitan. Ada kalanya penempatan suatu harta sebagai harta pailit bertentangan dengan kepentingan hukum yang merasa memiliki hak terhadap harta tersebut. Perlawanan terhadap penempatan harta pailit dimaksud dapat dijalankan melalui gugatan lain-lain. Apabila gugatan dikabulkan maka kurator tidak berhak lagi mencantumkan harta dimaksud didalam daftar harta pailit. Sebaliknya apabila gugatan ditolak maka sita umum atas harta benda dimaksud tetap berlaku.[3]
- Bantahan Terhadap Daftar Piutang
Menurut ketentuan Pasal 127 UU KPKPU yang mengatur terkait bantahan terhadap piutang untuk menyelesaikannya di pengadilan, berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal ada bantahan sedangkan Hakim Pengawas tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, Hakim Pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.
Mahkamah Konstitusi dalam putusan nya tahun 2005 telah mengkoreksi dan memberi kepastian hukum bahwa pemeriksaan terkait dengan daftar piutang ini menjadi kewenangan Pengadilan Niaga. Selain itu, penyelesaian sengketa daftar piutang ini akan memberikan kepastian selanjutnya bagi para pihak tentang banyak hal seperti peringkat piutang serta jumlah dan proporsi pembagian.
- Bantahan Terhadap Daftar Pembagian
Daftar pembagian adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan, pengeluaran berikut bagian yang wajib diserahkan kepada Kreditor. Kreditor sangat berkepentingan atas rincian fakta keuangan yang tercantum pada daftar pembagian tersebut. Jumlah penerimaan dan pengeluaran akan sangat mempengaruhi besaran perolehan Kreditor. Mengingat penting nya rincian dimaksud maka daftar pembagian tersebut tidak langsung memiliki kekuatan hukum. Daftar pembagian baru akan eksekutable apabila dalam jangka waktu yang ditetapkan tidak terdapat perlawanan oleh pihak yang berkeberatan. Perlawanan atas daftar pembagian adalah langkah yang tersedia bagi Kreditor atau pihak manapun yang berkepentingan terhadap besaran yang termuat didalam nya. Karena itu apabila terdapat perlawanan maka daftar pembagian dimaksud tidak mengikat sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perlawanan dimaksud dikabulkan maka wajib bagi Kurator untuk melakukan perubahan rincian sehingga hak-hak Kreditor yang dirugikan dapat dipulihkan.[4]
Dengan demikian dapat diketahui bahwa putusan kepailitan seringkali dalam prosesnya tidak sesuai atau bahkan menciderai hak pihak lain,khususnya terkait pemberesan harta pailit. Untuk itu dengan adanya pengaturan gugatan lain-lain yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU, maka para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan upaya hukum lain-lain sebagaimana telah diuraikan di atas.
Penulis: Rizky. P.J, S.H
Editor: Mirna. R, S.H., M.H., CCD & R. Putri. J, S.H., M.H., CTL., CLA
[1] M.Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2008, halaman 3
[2] Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
[3] Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, halaman 69
[4] Sulaiman Syamsuddin, Ma’ruf Hafidz & Hamza Baharuddin, Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Terhadap Jaminan Kebendaan Dalam Harta Pailit, Journal Lex Generalis, Volume 2 Nomor 3 Maret 2021, halaman 1375
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanMengenal Actio Pauliana Dalam Hukum Perdata
Sambal Ganja Tidak Bisa Dipidana, Apa Dasarnya?

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.