Gugatan kepada Panglima TNI Atas Pengangkatan Pangdam Jaya

Baru-baru ini, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengangkat Mayor Jenderal Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam Jaya. Pengangkatan ini terdapat dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI. Pengangkatan ini diwarnai dengan banyak penolakan dari kalangan masyarakat sipil, khususnya dari keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998. Sebab, diketahui bahwa Pangdam Untung merupakan mantan anggota Tim Mawar yang diduga melakukan penculikan dan penghilangan paksa para aktivis prodemokrasi jelang runtuhnya rezim Soeharto.[1] Keluarga korban, yakni Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan dan Hardingga, anak dari Yani Afri, melayangkan gugatan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.[2] Mereka memohonkan pengujian atas Keputusan Panglima tersebut karena rasa keadilan keluarga korban terusik.

Dari kronologi diatas, diketahui bahwa obyek gugatan adalah Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan TNI. Dalam keputusan ini terdapat pengangkatan Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya, yang kemudian dinilai akan membawa suatu hambatan dalam penegakan hukum dan HAM. Sehingga gugatan yang dilayangkan diajukan di 2 (dua) peradilan yang berbeda yakni Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN mengenai Keputusan Panglima TNI dan Peradilan Militer dalam hal ini Pengadilan Militer Tinggi II mengenai pelanggaran HAM masa lalu. Perlu diketahui bahwa kedua peradilan tersebut, memiliki ketentuan masing-masing yang berlaku.

Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN dan perubahannya), menyebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sementara dalam Pasal 1 Angka 10 UU PTUN, sengketa PTUN diartikan bahwa

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut tampak bahwa yang menjadi objek dalam PTUN ialah keputusan tata usaha negara (KTUN), apabila dilihat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan), KTUN diartikan dalam Pasal 1 Angka 7 yang berbunyi

Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Lebih lanjut dengan diberlakukannya UU Administrasi Pemerintahan, KTUN yang terdapat dalam UU PTUN harus dimaknai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan yang berbunyi:

  1. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
  2. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya
  3. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
  4. bersifat final dalam arti lebih luas;
  5. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
  6. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.[3]

Sedangkan yang menjadi subyek ialah orang atau badan hukum perdata dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian, yang dimaksud dengan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara adalah perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara. Sementara berkaitan dengan subyek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu pihak dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dilain pihak.[4] Adapun orang atau badan hukum privat merupakan penggugat, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara merupakan tergugat.

Gugatan dalam Pasal 1 Angka 11 UU PTUN adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Gugatan di PTUN diajukan oleh seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya suatu keputusan TUN. Oleh karenanya, unsur adanya kepentingan dalam pengajuan gugatan merupakan hal yang sangat penting dalam sengketa di PTUN. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 53 Ayat (1) UU PTUN, menyebutkan bahwa:

Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.

Selanjutnya Pasal 53 ayat (2) PTUN menyebutkan alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, adalah:

  1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;
  3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.[5]

Suatu gugatan yang akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara harus memuat hal-hal yang merupakan syarat formil suatu gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 Ayat (1) UU PTUN, yaitu:

  1. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya.
  2. Nama, jabatan, dan tempat tinggal tergugat.
  3. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.

Peradilan Militer

Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer (UU Peradilan Militer). Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili perkara tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit atau yang disamakan dengan prajurit dan mengadili sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.[6] Pengadilan Militer adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Peradilan Militer adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara.[7]

TNI dalam UU Peradilan Militer, merupakan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 3 UU Peradilan Militer. Dalam Pasal 1 Angka 33 UU Peradilan Militer terdapat pengertian mengenai Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Tata Usaha Angkatan Bersenjata adalah administrasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pembinaan dan penggunaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia serta pengelolaan pertahanan keamanan negara.[8]

Sementara dalam Pasal 1 Angka 35 UU Peradilan Militer, menjelaskan bahwa sengketa tata usaha dalam ranah militer, berbunyi bahwa:

Sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Dalam Pasal 1 Angka 34 UU Peradilan Militer memberikan pengertian mengenai yang dimaksud Keputusan tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebagai berikut:

Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berisi tindakan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan berkaitan dengan penyelenggaraan pembinaan dan penggunaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia serta pengelolaan pertahanan keamanan negara di bidang personel, materiil, fasilitas dan jasa yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata.

Pengadilan dalam lingkup Peradilan Militer yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara sengketa Tata Usaha Militer adalah Pengadilan Militer Tinggi sebagai Pengadilan Tingkat pertama dan Pengadilan Militer Utama sebagai Pengadilan Tingkat Banding, sedangkan pemeriksaan tingkat kasasi berada pada Mahkamah Agung. Kewenangan atau Kompetensi Pengadilan Militer Tinggi sebagai Pengadilan Tingkat Pertama dalam memeriksa dan memutus perkara Tata Usaha Militer telah diatur dalam Pasal 41 ayat 1 huruf b UU Peradilan Militer yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

Pasal 265 Ayat (2) UU Peradilan Militer, mengatur mengenai alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah

  1. keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang digugat itu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;
  3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesudah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

Gugatan yang diajukan tersebut, harus memuat hal-hal yang diatur dalam Pasal 268 Ayat (1) UU Peradilan Militer yang meyebutkan bahwa:

  1. nama lengkap, pangkat, nomor registrasi pusat, jabatan, kesatuan, tempat dan tanggal lahir/umur, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, tempat tinggal, dan pekerjaan Penggugat atau kuasanya;
  2. nama jabatan dan tempat kedudukan Tergugat;
  3. dasar gugatan dan hal yang atau diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan Militer Tinggi.

Dengan demikian, jika dilihat dari UU PTUN dan UU Peradilan Militer dalam penyelesaian sengketa tata usaha, memiliki perbedaan dalam segi subjek dan objek perkara yang diatur masing-masing dari ketentuan tersebut. Pengajuan gugatan terhadap Pangdam Jaya Untung Budiharto ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer Tinggi, harus memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam UU PTUN dan UU Peradilan Militer.

[1] CNN Indonesia, Keluarga Korban Penghilangan Paksa 98 Gugat Panglima Andika, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220401175853-12-779137/keluarga-korban-penghilangan-paksa-98-gugat-panglima-andika

[2] Indriyani Astuti, Pengangkatan Mayjen Untung sebagai Pangdam Jaya Digugat ke Pengadilan TUN, https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/482818/pengangkatan-mayjen-untung-sebagai-pangdam-jaya-digugat-ke-pengadilan-tun

[3] Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

[4] W. Riawan Tjandra, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Atma Jaya Press, Yogyakarta, 2015.

[5] Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara

[6] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Penerbit Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2010.

[7] Dini Dewi Heniarti, Sistem Peradilan Militer di Indonesia, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2017.

[8] Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.