Gugatan Kepada Bupati Sorong Oleh Perusahaan Sawit
Baru-baru ini, Bupati Sorong, Johny Kamuru melakukan tindakan tegas pencabutan izin terhadap 4 (empat) perusahaan sawit, yaitu PT Inti Kebun Lestari, PT Cipta Papua Plantation, PT Papua Lestari Abadi dan PT Sorong Agro Sawitindo.[1] Pencabutan izin yang dilakukan oleh Johny Kamuru dikarenakan perizinan beberapa perusahaan tersebut cacat prosedur serta menyerobot lahan masyarakat adat.[2] Namun, atas pencabutan izin yang dilakukan oleh Johny Kamuru tersebut menjadi bumerang, lantaran 3 (tiga) perusahaan yang dicabut izinnya melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.[3] Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Inti Kebun Lestari, PT Papua Lestari Abadi dan PT Sorong Agro Sawitindo.[4] PT. Inti Kebun Lestari menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong dengan nomor gugatan 29/G/2021/PTUN.JPR tentang dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong tentang Pencabutan Izin Lokasi dan PT. Inti Kebun Lestari juga menggugat Bupati Sorong dengan nomor gugatan 30/G/2021/PTUN.JPR tentang dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Sorong tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan.[5] Kemudian, PT. Sorong Agro Sawitindo menggugat Bupati Sorong dengan nomor gugatan 31/G/2021/PTUN.JPR tentang dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Sorong tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan. Serta PT. Papua Lestari Abadi juga menggugat Bupati Sorong dengan nomor gugatan 32/G/2021/PTUN.JPR tentang dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Sorong tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan.[6]
Johny Kamuru mengatakan bahwa pencabutan izin konsesi perkebunan kelapa sawit telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan kebijakan yang berlaku berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (selanjutnya disebut Inpres 8/2018).[7] Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Sorong tidak bisa memberikan toleransi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, oleh karena itu Bupati Sorong menindak tegas dengan melakukan pencabutan izin pada akhir April 2021 lalu. Pencabutan izin tersebut menjadi tidak lanjut dari proses evaluasi perkebunan kelapa sawit yang dilakukan Pemerintah Papua Barat melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Bupati dari 8 (delapan) Kabupaten terkait, Kantor Wilayah Ditjen Pajak Papua dan Maluku, Kantor Wilayah ART/BPN Provinsi Papuan Barat, Balai Pemantapan Kawasan Hutan, serta melibatkan juga Organisasi Perangkat Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten.[8]
Berdasarkan ketentuan dalam Diktum Kedelapan Inpres 8/2018 dinyatakan bahwa Bupati/Walikota dalam hal ini memiliki kewenangan sebagai berikut:
- Melakukan penundaan penerbitan rekomendasi/izin usaha perkebunan kelapa sawit dan izin pembukaan lahan perkebunana kelapa sawit baru yang bearada pada kawasan hutan, kecuali yang diatur dalam Diktum KEDUA angka 2;
- Melakukan pengumpulan data dan pemetaan atas seluruh area perkebunan pada wilayah kabupatennya yang diusahakan oleh badan usaha maupun perseorangan yang mencakup : peruntukan, luas tanam dan tahun tanam;
- Melakukan pengumpulan data dan peta serta verifikasi atas Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan yang mencakup: nama dan nomor, lokasi, luas, tanggal penerbitan, peruntukan, luas tanam dan tahun tanam;
- Mengumpulkan data dan peta perkebunan rakyat pada wilayah kabupatennya yang berada pada kawasan hutan dan diluar kawasan hutan (Area Penggunaan Lain);
- Menyampaikan hasil pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
- Menindaklanjuti rekomendasi hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada DIKTUM KESATU angka 2 mengenai pembatalan Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan yang berada didalam kawasan hutan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Bupati Sorong memiliki kewenangan dalam hal melakukan pencabutan izin perusahaan dengan syarat telah memenuhi ketentuan sebagaimana Diktum Kedelapan Inpres 8/2018. Berdasarkan penuturan dari Johny Kamuru selaku Bupati Sorong menyatakan bahwa pencabutan tersebut telah dilakukan evaluasi terhadap perkebunan sebelumnya, dan beliau menindaklanjuti sesuai hasil koordinasi Pemerintah Papua Barat melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Bupati dari 8 (delapan) Kabupaten terkait, Kantor Wilayah Ditjen Pajak Papua dan Maluku, Kantor Wilayah ART/BPN Provinsi Papuan Barat, Balai Pemantapan Kawasan Hutan, serta melibatkan juga Organisasi Perangkat Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten.
Terlebih lagi dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut UU Otonomi Khusus Papua) menjamin adanya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat yang meliputi hak ulayat masyarat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Keputusan yang dilakukan oleh Bupati Sorong merupakan kebijakan yang diambilnya karena berdasarkan evaluasi perusahaan melakukan pelanggaran berkaitan dengan perizinan prosedural serta terjadi penyerobotan lahan atau tanah adat yang merupakan milik masyarakat adat. Dalam artikel sebelumnya kami telah menjelaskan mengenai “Pembebasan Lahan Adat di Papua”, walaupun dalam UU Otonomi Khusus Papua tidak ditemukan sanksi tegas yang dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran terhadap tanah adat, namun dalam Pasal 43 ayat (5) UU Otonomi Khusus Papua memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah untuk memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, kebijakan Bupati Sorong dalam melakukan pencabutan izin sejauh ini syah dengan syarat evaluasi terhadap perkebunan terbukti benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Inpres 8/2018.
[1] https://www.mcwnews.com/read/2021/08/22/202108220009/bupati-sorong-digugat-karena-cabut-izin-perusahaan-perkebunan-sawit-dap-siap-beri-bantuan-advokasi.html
[2] https://referensiberita.pikiran-rakyat.com/hukum/pr-1212484167/bela-masyarakat-adat-malamoi-bupati-sorong-digugat-perusahaan-ke-ptun
[3] https://kumparan.com/balleonews/digugat-3-perusahaan-sawit-bupati-sorong-dapat-dukungan-dari-gmni-sorsel-1wQUmMKBcDa/full
[4] Ibid.
[5] https://suarapapua.com/2021/08/25/bupati-sorong-tidak-ada-toleransi-bagi-perusahaan-kelapa-sawit-yang-melanggar/
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanJenis-Jenis Pelabuhan
Perbedaan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.