Gugatan Bantahan atau Perlawanan

Pada proses pemeriksaan perkara perdata yang diajukan oleh pihak yang bersengketa di Pengadilan akan diakhiri oleh sebuah putusan. Setelah pengadilan mengeluarkan sebuah putusan maka akan ada kewajiban untuk melaksanakannya. Agar pelakasanaan putusan tersebut tidak terjadi permasalahan, maka dibutuhkan kekuatan hukum untuk putusan tersebut, kekuatan hukum terhadap putusan tersebut apabila telah diterima oleh kedua belah pihak, yang sebelumnya dimungkinkan telah melakukan berbagai upaya hukum biasa seperti Perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi dan juga telah mengajukan Upaya hukum luar biasa/istimewa yaitu peninjauan kembali (request civil) dan perlawanan dari pihak ketiga (Derden Verzet)[1], sebagai bentuk tanggapan atas putusan perkara tersebut, baru lah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum dan dapat dilaksanakan oleh pihak yang bersengketa. Dengan demikian, apabila putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pihak yang dikalahkan secara sukarela harus melaksanakan putusan tersebut, sehingga dianggap perkara tersebut telah selesai dan pengadilan dapat menutup perkara tersebut.

Dalam hukum acara perdata, setiap orang dan/atau badan hukum yang digugat oleh penggugat di pengadilan disebut sebagai tergugat. Walaupun orang atau badan hukum tersebut sebagai tergugat bukan semata-mata dia langsung dinyatakan bersalah sepenuhnya, maka dari itu tergugat diberikan sebuah upaya hukum dalam menanggapi sebuah putusan. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan[2]. Upaya hukum sendiri merupakan jalan atau cara yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim, hal ini juga sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, hal ini juga dikarenakan hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan. Sehingga dapat salah dalam memutuskan atau terkadang juga dapat memihak salah satu pihak. Undang-undnag memberikan upaya hukum yang diberikan kepada pihak tergugat salah satunya adalah perlawanan (verzet) dan/atau bantahan.

Perlawan (verzet) merupakan suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR, Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.[3] Menurut Yahya Harahap bantahan ditunjukan kepada hala-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan[4]. Atau dapat diartikan Bantahan (eksepsi) yaitu upaya tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap pokok perkara. Eksepsi dapat diajukan oleh Tergugat pada saat menjawab surat gugatan Penggugat pada sidang pertama setelah gagalnya proses mediasi yang difasilitasi oleh pengadilan pertama (Pasal 121 ayat (2) HIR). Pengertian ini dapat pula diartikan:[5]

  • Jawaban tergugat mengenai pokok perkara;
  • Bantahan yang langsung ditujukan tergugat terhadap pokok perkara.

Dalam mengajukan perlawanan (verzet) adanya syarat yang harus dipenuhi, yaitu berdasarkan  adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):

  1. Keluarnya putusan verstek
  2. Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
  3. Verzet dimasukan dan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.

Bahwa yang berhak mengajukan perlawanan (verzet) hanya tergugat, sedang kepada Penggugat tidak diberikan hak mengajukan perlawanan, ketentuan tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 524K/Sip/1975 tanggal 28 Pebruari 1980.[6] Dimana verzet terhadap putusan verstek hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak (tergugat) dalam perkara tidak oleh pihak ketiga. Menurut pasal 129 ayat (2) HIR tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari terhitung dari tanggal pemberitahuan putusan verstek oleh Jurusita Pengganti  kepada diri pribadi tergugat atau kuasanya. Dan apabila putusan tidak disampaikan kepada diri pribadi tergugat (in person), verzet masih bisa diajukan sampai hari ke 8 (delapan) sesudah aanmaning.  kemudian apabila tengang waktu tersebut dilampaui maka mengakibatkan :

  • Gugur hak tergugat mengajukan perlawanan.
  • Tergugat dianggap menerima putusan verstek.
  • Terhadapnya tertutup tertutup upaya hukum banding dan kasasi.

Sedangkan mengenai pengajuan bantahan dapat dilihat pada putusan ketua pengadilan pajak diatur dalam surat edaran nomor : SE-08/PP/2017 tentang perubahan atas surat edaran ketua pengadilan pajak nomor SE-002/PP/2015 tentang kelengkapan administrasi banding atau gugatan, pada huruf C sub-bab Ruang Lingkup angka 6 tata cara pengajuan surat bantahan yaitu:[7]

  1. Disampaikan secara tertulis
  2. Surat disampaikan ke Pengadilan Pajak
  3. Surat bantahan harus menyebutkan sekurang-kurangnya nomor surat putusan
  4. Penyampaian surat bantahan ke Pengadilan Pajak dilakukan dengan:
  5. Dikirimkan melalui ekspedisi atau pos, dan/atau
  6. Diantar langsung ke loket penerimaan surat Pengadilan Pajak

Sebagai contoh putusan perlawanan atau bantahan salah satunya ialah putusan Nomor 266/Pdt.Bth/2019/PN Mlg, yang mengadili perkara perdata dengan pihak Ny. Jd. Dewi sebagai Pelawan, dan Andi Setiawan, Koperasi Serba Usaha Ksu Delta Mandiri, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang KPKNL Malang sebagai Terlawan 1, 2 dan 3 serta Badan Pertanahan BPN Kota Malang sebagai Turut Terlawan. Dalam duduk perkaranya menyebutkan:[8]

  1. Bahwa PELAWAN adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah dan bangunan di Jl. Keben II Timur Nomor 57 RT 07, RW 10, Kelurahan Bandungrejosari, Kecamatan Sukun, Kota Malang
  2. Bahwa TERLAWAN I / KOPERASI SERBA USAHA (KSU) DELTA MANDIRI adalah Badan Hukum sebagai pemohon atas Lelang Eksekusi Hak Tanggungan melalui TERLAWAN II / KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG MALANG atas objek sebidang tanah dan bangunan.
  3. Bahwa TERLAWAN II / KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) MALANG adalah Badan Hukum penyelenggara lelang atas sebidang tanah dan bangunan.
  4. Bahwa TERLAWAN III adalah orang / Subyek Hukum perdata yang memenangkan lelang yang diselenggarakan oleh TERLAWAN II

Dalam Pokok Perkara putusan ini yaitu:

  1. Menimbang, bahwa oleh karena Gugatan Perlawanan Eksekusi dinyatakan tidak dapat diterima maka Majelis tidak akan mempertimbangkan pokok perkaranya lagi;
  2. Menimbang, bahwa oleh karena Gugatan Perlawanan Eksekusi tidak dapat diterima maka Pelawan sebagai Pihak yang kalah dan Pelawan harus dihukum untuk membayar biaya perkara;
  3. Memperhatikan Pasal-pasal dalam HIR, Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 2 tahun 1986 jo Undang-Undang No.8 tahun 2004 jo Undang-Undang No. 49 tahun 2009 ttg Peradilan Umum serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

MENGADILI:

  1. Menyatakan Gugatan Perlawanan Eksekusi Pelawan tidak dapat diterima;
  2. Menghukum Pelawan untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya sebesar Rp. 3.266.000,00 (tiga juta dua ratus enam puluh enam ribu rupiah)

Dalam gugatan perlawanan para pihak disebut sebagai Pelawan yakni pihak yang menggugat, dan Terlawan yaitu pihat yang digugat. Pada putusan Nomor 266/Pdt.Bth/2019/PN Mlg, diatas merupakan bentuk dan atau isi dari sebuah putusan sebuah perlawanan terhadap putusan yang di jatuhkan sebelumnya. Pada putusan tersebut menunjukan jika gugatan perlawanan tidak dapat diterima dikarenakan dianggap Pelawan tidak mampu memberikan bukti yang cukup yang dapat menjadi pertimbangan hakim terhadap gugatan perlawanan eksekusi sebidang tanah tersebut, dan pihak Pelawan tetap dinyatakan bersalah dan hakim mengadili bahwa pelawan harus membayar biaya perkara tersebut. Maka dari itu dapat dikatakan jika hendak melakukan gugatan perlawanan haruslah mempersiapkan apa yang menjadi bukti pendukung perlawanan yang diajukan, dan harus berdasarkan syarat-syarat yang telah di tetapkan bahwa harus adanya hak-hak yang dilanggar yang dianggap merugikan.

[1] Retnowulan Sutantio,Op.Cit. hlm :121

[2] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hlm :295

[3] https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-Acara-Perdata.html

[4] M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan”, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

[5] https://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/bantahan-terhadap-pokok-perkara/

[6] https://www.pta-padang.go.id/pages/perlawanan-verstek

[7] Surat edaran nomor : SE-08/PP/2017 tentang perubahan atas surat edaran ketua pengadilan pajak nomor SE-002/PP/2015 tentang kelengkapan administrasi banding atau gugatan, pada huruf C subbab Ruang Lingkup angka 6

[8] putusan Nomor 266/Pdt.Bth/2019/PN Mlg, (https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/e0ebd739b5731f3dc15ba20b141ae5e7.html

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.