Gugatan Atau Permohonan Waris?

Gugatan dan permohonan merupakan suatu hal yang berbeda. Menurut Yahya Harahap dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan” hal. 28 permohonan disebut juga dengan gugatan voluntair, yaitu gugatan permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat, sedangkan gugatan atau yang biasa juga dikenal dengan gugatan kontentiosa dijelaskan pada hal. 46 oleh Yahya Harahap yaitu gugatan yang mengandung sengketa diantara kedua belah pihak atau lebih. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa permohonan bersifat sepihak (ex-parte), yaitu permasalahan yang diajukan untuk diselesaikan pengadilan tidak mengandung sengketa (undisputed matters), tetapi semata-mata untuk kepentingan pemohon. Hasil dari permohonan yaitu berupa penetapan hakim, sedangkan hasil dari suatu gugatan yaitu putusan hakim.

Berdasarkan hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa titik pembeda antara gugatan dengan permohonan yaitu ada tidaknya sengketa dan ada tidaknya pihak lain yang ditarik sebagai lawan dalam sengketa tersebut. Begitu pula dalam bidang waris, terkait dengan permohonan waris dapat dilakukan apabila tidak ada sengketa diantara  para ahli waris sehingga penetapan hakim dapat dilaksanakan secara damai. Namun, apabila terdapat sengketa terhadap objek waris, maka upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu mengajukan gugatan. Apabila para pihak baik pewaris dan ahli waris beragama Islam, maka permohonan atau gugatan diajukan ke Pengadilan Agama sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (selanjutnya disebut UU Peradilan Agama), namun apabila para pihak beragama selain Islam, maka permohonan atau gugatan terkait waris diajukan ke Pengadilan Negeri. Berbeda lagi jika agama ahli waris dengan agama pewaris berbeda, maka kewenangan Lembaga peradilan ditentukan dari bagaimana tata cara pembagian warisnya, apabila pembagian waris dilakukan secara hukum Islam, maka permohonan atau gugatan diajukan ke Pengadilan Agama. Namun, apabila pembagian warisan dilakukan secara perdata, maka permohonan atau gugatan diajukan ke Pengadilan Negri.

Permohonan penetapan waris dapat dilakukan oleh para ahli waris yang secara bersama-sama mengajukan permohonan ke pengadilan. Apabila setelah diterbitkannya penetapan oleh hakim terdapat pihak yang merasa dirugikan atas penetapan tersebut, maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan yaitu mengajukan gugatan waris atau melakukan pengajuan permohonan kasasi. Pada dasarnya upaya hukum kasasi dapat dilakukan apabila telah dilakukan upaya hukum banding, namun karena terhadap pembatalan penetapan pengadilan tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, maka upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu upaya hukum kasasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pembatalan penetapan pengadilan tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, karena  penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan terkahir.[1]

 

[1] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta : PT. Sinar Grafika, hal. 43

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.