Garis Besar Isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku di Indonesia bukan merupakan hukum asli yang dibuat oleh bangsa Indonesia, melainkan peninggalan bangsa Belanda.[1] KUHP adalah peraturan yang dibuat oleh Belanda bernama Wetboek van Strafrech (WvS). Pada masa penjajahan, Belanda memberlakukan peraturan perundang-undangan miliknya  di Indonesia salah satunya yaitu Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang diundangkan dengan Staatblad No. 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku 1 Januari 1918.[2] Hal tersebut terjadi pada masa Indische Staatregeling yaitu pada tahun 1926 sampai dengan tahun 1942 yang pada saat itu hukum yang berlaku didasarkan atas pembagian golongan penduduk.[3] Setelah kemerdekaan, Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indi tetap diberlakukan disertai penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan. Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS) yang kemudian dikenal dengan nama KUHP. Kemudian KUHP mengalami perubahan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Berkaitan dengan peraturan tentang perbuatan pidana, pada dasarnya di Indonesia dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus. Ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP disebut sebagai Tindak Pidana Umum, sedangkan ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang lain diluar KUHP disebut sebagai Tindak Pidana Khusus, contohnya yaitu Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Terorisme dan lain-sebagainya. Dalam artikel kali ini, khusus akan dijelaskan mengenai KUHP yang terdiri atas 569 Pasal dan terbagi dalam 3 (tiga) buku diantaranya :

A. Buku Kesatu mengatur mengenai Aturan Umum yang terdiri dari 9 (sembilan) BAB, mulai dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 103 KUHP. Bab-bab dalam Buku Kesatu KUHP diantaranya:

    1. Bab I mengatur mengenai Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana dalam Perundang-undangan;
    2. Bab II mengatur mengenai Pidana;
    3. Bab III mengatur mengenai Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana;
    4. Bab IV mengatur mengenai Percobaan;
    5. Bab V mengatur mengenai Penyertaan dalam Tindak Pidana;
    6. Bab VI mengatur mengenai Perbarengan Tindak Pidana;
    7. Bab VII mengatur mengenai hal Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal Kejahatan-Kejahatan yang Hanya dituntut atas Pengaduan;
    8. Bab VIII mengatur mengenai Hapusnya Kewenangan Menuntut Pudana dan Menjalankan Pidana;
    9. Bab IX mengatur mengenai Arti Beberapa Istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang;

B. Buku Kedua mengatur mengenai Kejahatan yang terdiri dari 31 (tiga puluh satu) Bab, mulai dari ketentuan Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP. Bab-bab dalam Buku Kedua KUHP diantaranya:

    1. Bab I mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Keamanan Negara;
    2. Bab II mengatur mengenai Kejahatan-Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden;
    3. Bab III mengatur mengenai Kejahatan-Kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala Negara Sahabat Serta Wakilnya;
    4. Bab IV mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan;
    5. Bab V mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum;
    6. Bab VI mengatur mengenai Perkelahian Tanding;
    7. Bab VII mengatur mengenai Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang;
    8. Bab VIII mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Penguasa Umum;
    9. Bab IX mengatur mengenai Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu;
    10. Bab X mengatur mengenai Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas;
    11. Bab XI mengatur mengenai Pemalsuan Materai dan Merek;
    12. Bab XII mengatur mengenai Pemalsuan Surat;
    13. Bab XIII mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Asal-Usul dan Perkawinan;
    14. Bab XIV mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Kesusilaan;
    15. Bab XV mengatur mengenai Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong
    16. Bab XVI mengatur mengenai Penghinaan
    17. Bab XVII mengatur mengenai hal Membuka Rahasia;
    18. Bab XVIII mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang;
    19. Bab XIX mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Nyawa;
    20. Bab XX mengatur mengenai Penganiayaan;
    21. Bab XXI mengatur mengenai Menyebabkan Mati atau Luka-Luka Karena Kealpaan;
    22. Bab XXII mengatur mengenai Pencurian;
    23. Bab XXIII mengatur mengenai Pemerasan dan Pengancaman;
    24. Bab XXIV mengatur mengenai Penggelapan;
    25. Bab XXV mengatur mengenai Perbuatan Curang;
    26. Bab XXVI mengatur mengenai Perbuatan Merugikan Pemiutang atau Orang yang Mempunyai Hak;
    27. Bab XXVII mengatur mengenai Menghancurkan atau Merusakkan Barang;
    28. Bab XXVIII mengatur mengenai Kejahatan Jabatan;
    29. Bab XXIX mengatur mengenai Kejahatan Pelayaran;
    30. Bab XXIX A mengatur mengenai Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan;
    31. Bab XXX mengatur mengenai Penadahan Penerbitan dan Percetakan;
    32. Bab XXXI mengatur mengenai Aturan tentang Pengulangan Kejahatan yang Bersangkutan dengan Berbagai-bagai Bab;

C. Buku Ketiga mengatur mengenai Pelanggaran yang terdiri dari 9 (sembilan) Bab, mulai dari ketentuan Pasal 489 sampai dengan Pasal 569 KUHP. Bab-bab dalam Buku Ketiga KUHP diantaranya:

    1. Bab I mengatur mengenai Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan;
    2. Bab II mengatur mengenai Pelanggaran Ketertiban Umum;
    3. Bab III mengatur mengenai Pelanggatan Terhadap Penguasa Umum;
    4. Bab IV mengatur mengenai Pelanggaran Mengenai Asal-Usul dan Perkawinan;
    5. Bab V mengatur mengenai Pelanggaran Terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan;
    6. Bab VI mengatur mengenai Pelanggaran Kesusilaan;
    7. Bab VII mengatur mengenai Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman dan Pekarangan;
    8. Bab VIII mengatur mengenai Pelanggaran Jabatan;
    9. Bab IX mengatur mengenai Pelanggaran Pelayaran;

Sanksi pidana secara umum diatur dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yaitu berupa pidana pokok dan pidana tambahan yang diuraikan sebagai berikut:

  1. Pidana pokok:
    1. pidana mati;
    2. pidana penjara;
    3. pidana kurungan;
    4. pidana denda;
    5. pidana tutupan.
  2. Pidana tambahan
    1. pencabutan hak-hak tertentu;
    2. perampasan barang-barang tertentu;
    3. pengumuman putusan hakim.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang dapat diancam pidana berupa sanksi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 KUHP apabila ia melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana. Penentuan jenis sanksi pidana yang dijatuhkan tergantung masing-masing perbuatan yang dilakukan sebagaimana diatur dalam masing-masing Pasal KUHP. Tindak Pidana dalam KUHP dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum dan mengakibatkan kerugian secara langsung terhadap orang lain, sedangkan Pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Contoh pelanggaran yaitu tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor, sedangkan contoh kejahatan adalah pencurian barang milik orang lain.[4] Sanksi perbuatan pidana yang berupa pelanggaran yaitu pidana denda dan/atau kurungan sedangkan sanksi pidana terhadap kejahatan yaitu dapat meliputi pidana-pidana pokok sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 KUHP.

[1] Januar A. Saputera https://www.uta45jakarta.ac.id/wp-content/uploads/2019/02/Bahan-Ajar-Sejarah-Hukum.pdf, hal. 100

[2] Ahmad Bahiej, Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia, Jurnal Sosio-Religia, Vo;. 5, No. 2, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006, hal. 332.

[3] Ibid, hal. 333.

[4] Maidah Purwanti, Klasifikasi Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Undang-Undang Keimigrasian, Jurnal Ilmiah Kajian Imigrasi, Vol. 1, No. 1, Depok : Politeknik Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI, 2018, hal. 21.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.