Film Ice Cold, Kontroversi dan Ketentuan Autopsi
Film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso yang ditayangkan salah satu penyedia layanan media digital asal Amerika Serikat yang dikenal dengan Netflix, telah menjadi buah bibir masyarakat, bahkan hingga internasional. Bagaimana tidak, masyarakat Indonesia kembali dibuat mengingat sebuah kasus yang sangat kontroversial pada tahun 2016 lalu, suatu perkara yang menyita perhatian publik bahkan hingga penayangan live persidangannya setiap hari.
Film ini menceritakan dinamika kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang meninggal setelah meminum kopi di salah satu mall di Jakarta pada tahun 2016 lalu. Film dokumenter kriminal tersebut memuat wawancara langsung dan eksklusif dengan Jessica Wongso serta narasumber terkait, seperti ayah dan saudara kembar Mirna, pengacara Jessica, hingga jurnalis yang mendalami kasus tersebut.[1] Sorotan menjadi tertuju kepada penjelasan Ahli Forensik, Djaja Surya Atmadja ketika dirinya menjelaskan mengenai hasil autopsi kematian Wayan Mirna Salihin yang membuat publik bertanya-tanya. Dalam video itu, Djaja Surya Atmadja mengatakan bahwa racun sianida yang ditemukan hanya berjumlah 0,2 milligram per liter dan dianggap seharusnya tidak bisa membunuh manusia atau dalam hal ini korban bernama Mirna.[2]
Autopsi dalam kasus kematian yang diduga tidak wajar memang menarik untuk dibahas, apalagi dalam kasus-kasus tertentu tidak dilakukan autopsi atau bedah mayat, meskipun ada dugaan pembunuhan atau kematian tidak wajar. Autopsi sendiri adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab-akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Dalam ilmu kedokteran, autopsy dikenal dengan post-mortem yang artinya pemeriksaan terhadap mayat, baik untuk tujuan kepentingan ilmu kedokteran, maupun membantu dalam proses dugaan tindakan kriminal.[3]
Tujuan dilakukannya autopsi pada hakikatnya untuk menemukan kebenaran materiil sebagaimana tujuan dalam setiap pemeriksaan perkara pidana. Hukum acara pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memperbolehkan dilakukannya pembedahan terhadap mayat kasus pembunuhan. Pengaturan tersebut dimuat dalam Pasal 133 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, posisi penyidik sangatlah penting dalam menangani “barang bukti” berupa tubuh manusia, khususnya dalam rangka pembuktian perkara yang bermuara pada tujuan penemuan kebenaran materiil.
Pemeriksaan mayat atau autopsi dilakukan berdasarkan permintaan penyidik secara tertulis kepada ahli forensik, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk autopsi. Dalam kasus kejahatan terhadap nyawa atau tubuh, posisi visum et repertum sebagai pengganti “barang bukti” tubuh manusia, berperan penting dalam menerangkan atau menjelaskan kondisi luka atau kondisi mayat pada saat dilakukannnya pemeriksaan kedokteran forensik. Dalam visum et repertum lebih lanjut disimpulkan mengenai hubungan kausal antara kondisi luka yang berakibat pada luka tertentu atau kematian seseorang.[4] Kemudian, Dokter Forensik akan menyerahkan visum et repertum kepada Polisi yang meminta, dan bukan dokter yang melakukan pemeriksaan.
Autopsi yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dapat dilakukan apabila keperluan pembuktian bedah mayat ini tidak mungkin dihindari lagi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 134 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.”
Ketentuan tersebut memberikan pengertian bahwa autopsi dilakukan ketika ada urgensi yang mendesak untuk autopsi. Namun demikian, tidak terdapat penjelasan lebih lanjut tentang “keadaan yang mendesak” tersebut, Kosongnya ketentuan lebih lanjut tersebut menyebabkan perbedaan penafsiran antara para penegak hukum.[5] Terlepas dari hal tersebut, untuk menentukan apakah pelaku tindak pidana terbukti melakukan perbuatan yang dilarang, maka diperlukan Alat Bukti sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa.
Kedudukan dari hasil autopsi terhadap alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP dapat dikategorikan bukti surat dan keterangan ahli. Hal ini dapat dilihat dari hasil autopsi yang dilakukan oleh Dokter Ahli yang berbentuk surat atau laporan Hasil Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah visum et repertum. Visum et repertum harus mencakup keterangan-keterangan yang diberikan oleh dokter kepada pihak penyidik agar penyidik dapat melaksanakan tugasnya, yaitu memperjelas suatu perkara pidana. Hal ini tergantung dari kasus atau obyek yang diperiksa oleh dokter yang bersangkutan. Surat yang berisi terkait dengan hasil pemeriksaan autopsi tersebut juga bersesuaian dengan ketentuan Pasal 187 huruf c KUHAP yang menyatakan bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. Selain itu, Dokter ahli juga dapat berperan sebagai saksi ahli yang dapat memberikan keterangan di persidangan atas laporan hasil pemeriksaan autopsi yang dibuatnya.
Dengan adanya autopsi dapat dipahami bahwasanya pelaksanaan autopsi pada tahap penyidikan dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pembunuhan sangat diperlukan agar lebih pasti untuk mengetahui kapan si korban meninggal, kapan si korban dianiaya, dengan cara dan alat apa yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban dan sampai sejauh mana ia meninggal, serta data alamat disertai surat dokter untuk melakukan autopsi.[6] Hasil autopsi dalam bentuk surat yaitu visum et repertum akan menjadi laporan tentang sebab kematian dari korban pembunuhan yang sedang ditangani. Alat bukti autopsi sebagai petunjuk bagi hakim di persidangan. Sehingga akan berakibat fatal manakala autopsi yang dilakukan hanya sebagian atau tidak menyeluruh seperti yang ditunjukkan dalam Film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. Sebab hakim selaku penegak hukum yang mengadili dalam persidangan akan sangat terbantu dengan adanya hasil auptosi forensik sebagai pendukung keberanan materiil kasus tindak pidana pembunuhan yang sedang ditangani.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: Robi Putri J, S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Sulung Lahitani, Film Dokumenter Ice Cold Netflix Dirilis, Warganet Percaya Jessica Wongso Tidak Bersalah Karena Ini, https://www.liputan6.com/citizen6/read/5410273/film-dokumenter-ice-cold-netflix-dirilis-warganet-percaya-jessica-wongso-tidak-bersalah-karena-ini
[2] Kholisin Susanto, Terbaru Soal Kasus Jessica Wongso, Ahli Forensik Ungkap Hal Ini, https://bandung.viva.co.id/news/32221-terbaru-soal-kasus-jessica-wongso-ahli-forensik-ungkap-hal-ini
[3] Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah, Hukum dan Kriminalistik, Bandar Lampung: Erlangga, 2017, halaman 31.
[4] Samsudi, dkk, Urgensi Autopsi Forensik Dan Implikasinya Dalam Tindak Pidana Pembunuhan, Jurnal Veritas et Justitia, Volume 7, Nomor 2, Desember 2021, halaman 330
[5] S yarifuddin Pettanasse, Kriminologi, Palembang: Pustaka Megister Semarang, 2017, halaman 70
[6] Mega Tiurmaida Simanullang dan July Esthe, Kedudukan Hasil Autopsi Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan (Studi di Kepolisian Resor Pematangsiantar), Jurnal Nommensen Law Review Volume 01, Nomor 01, Mei 2022, halaman 117-134
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.