Fatwa Haram Crypto : Bagaimana Cara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Menentukan Fatwa Haram dan Konsekuensi Hukumnya Bagi Umat Muslim

Baru-baru ini banyak diberitakan oleh media mengenai keputusan fatwa hukum uang crypto atau cryptocurrency oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 yang digelar pada tanggal 9-11 November di Jakarta menyepakati 17 (tujuh belas) keputusan fatwa, diantaranya makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency,  penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.[1] Cryptocurrency sebagai salah satu hasil kesepakatan fatwa menentukan hal-hal sebagai berikut:[2]

  1. Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.
  2. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar (pertaruhan dan tidak jelas barangnya), dharar (ketidakpastian dalam transaksi), qimar (ketidakjelasan pada akad taruhan/permainan) dan tidak memenuhi syarat sil’ah (syarat jual beli dalam islam) secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
  3. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah (syarat jual beli dalam islam) dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.

Kesepakatan fatwa tersebut banyak diperbincangkan dalam media sosial. Walaupun uang crypto tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia, namun cryptocurrency tetap bisa dimanfaatkan sebagai instrumen investasi dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Artinya aset mata uang kripto bisa dimiliki, disimpan, dan dijual saat harganya tinggi atau layaknya investasi. Pada dasarnya fatwa MUI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat warga negara Indonesia, namun berpotensi membuat umat muslim menghindari mata uang crypto.[3]

Berkaitan dengan persoalan tersebut, dalam artikel ini akan kami bahas mengenai tata cara MUI menetapkan fatwa halal-haram atas suatu produk dan konsekuensinya terhadap umat muslim. Fatwa merupakan salah satu produk pemikiran hukum Islam yang merupakan respon dari suatu permasalahan berkaitan dengan ketentuan dalam hukum Islam.[4] Fatwa MUI pertama kali diterbitkan pada tahun 1975 yang tata caranya ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI pada 18 Januari 1986. Kemudian prosedur dalam hal tersebut diambil alih oleh pimpinan pusat MUI dalam bentuk “Sertifikat Keputusan Penetapan Fatwa” yang dipimpin oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum bersama-sama dengan Komisi Fatwa MUI. Petunjuk prosedur penetapan fatwa adalah sebagai berikut:

  1. Dasar-dasar Fatwa adalah:
    1. Al-Qur’an
    2. Sunnah (tradisi kebiasaan Nabi)
    3. Ijma’ (kesepakatan pendapat Ulama)
    4. Qiyas (penarikan kesimpulan dengan analogi).
  2. Pembahasan masalah yang memerlukan fatwa harus mempertimbangkan:
    1. Dasar-dasar fatwa merujuk keatas;
    2. Pendapat para imam mazhab mengenai hukum Islam dan pendapat para ulama terkemuka diperoleh melalui penelitian terhadap penafsiran Al-Qur’an.
  3. Pembahasan yang merujuk keatas adalah metode untuk menentukan penafsiran mana yang lebih kuat dan bermanfa’at sebagai fatwa bagi masyarakat Islam.
  4. Ketika suatu masalah yang memerlukan fatwa tidak dapat dilakukan seperti prosedur diatas, maka harus ditetapkan dengan penafsiran dan pertimbangan (ijtihad).
  5. Mereka yang mempunyai otoritas untuk mengenai fatwa adalah sebagai berikut:
    1. MUI berkaitan dengan:
      1. Masalah keagamaan yang bersifat umum dan berkaitan dengan masyarakat Islam Indonesia secara umum;
      2. Masalah keagamaan yang relevan dengan wilayah tertentu yang dianggap dapat diterapkan di wilayah lain.
    2. MUI tingkat propinsi berkaitan dengan masalah keagamaanyang sifatnya lokal dan kasus kesederhanaan, tetapi telah berkonsultasi dengan MUI pusat dan Komisi Fatwa.
  6. Sidang Komisi Fatwa harus dihadiri para anggota Komisi Fatwa yang telah diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan pusat MUI propinsi dengan kemungkinan mengundang para ahli jika dianggap perlu;
  7. Sidang Komisi Fatwa harus diselenggarakan ketika:
    1. Ada permintaan atau kebutuhan yang dianggap MUI memerlukan fatwa.
    2. Permintaan atau kebutuhan tersebut bisa dari pemerintah, lembaga-lembaga sosial, dan masyarakat atau MUI sendiri.
  8. Sesuai dengan aturan Sidang Komisi Fatwa, bentuk fatwa yang berkaitan dengan masalah
    tertentu harus diserahkan Ketua Komisi Fatwa kepada Ketua MUI nasional dan propinsi.
  9. Pimpinan pusat MUI nasional/propinsi akan merumuskan kembali fatwa itu ke dalam bentuk Sertifikat Keputusan Penetapan Fatwa.

Dasar-dasar dan Prosedur penetapan fatwa yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dirumuskan dalam Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: U-596/MUI/X/1997 yang ditetapkan pada tanggal 2 Oktober 1997.[5] Jika merujuk pada jenis dan hierarki sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, maka kedudukan fatwa MUI bukan merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jika dikaji dari sudut pandang konstitusi dan hukum, fatwa MUI pada dasarnya  tidak mengikat dan tidak bisa dipaksakan melalui penegak hukum, bagaiamanpun fatwa itu hanya sekedar pendapat hukum (legal opinion) yang boleh diikuti dan boleh tidak diikuti.[6] Demikian juga jika dinjau dari sudut peraturan yang bersifat abstrak, fatwa baru bisa mengikat kalau sudah bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang berkompeten, sehingga menjadi hukum positif.

[1] https://mui.or.id/berita/32186/ijtima-ulama-mui-hasilkan-17-keputusan-fatwa/

[2] https://mui.or.id/berita/32209/keputusan-fatwa-hukum-uang-kripto-atau-cryptocurrency/

[3] https://www.voaindonesia.com/a/fatwa-mui-perdagangan-mata-uang-kripto-haram-/6310410.html

[4] Muchamad Fauzi, Fatwa dan Problematika Penetapan Hukum Halal di Indonesia, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, No. 4, Vol. 1, Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Walisongo, Maret 2018, hal. 56

[5] Ibid, hal. 60

[6] Al Fitri Johar, Kekuatan Hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dari Perspektif Peraturan Perundang-undangan Indonesia, http://pa-negarakalsel.go.id/images/images/PDF/Kekuatan_Hukum_Fatwa_Majelis_Ulama_Indonesia.pdf

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.