Eksekusi Riil dan Permohonannya

Eksekusi Riil

Eksekusi putusan perdata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang sudah tercantum dalam HIR/RBg. Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 258 Rbg mengatur bagaimana pedoman dan tata cara pelaksanaan putusan hakim dijalankan[1]. Eksekusi berdasarkan pengertian dalam HIR/RBg sama dengan pengertian menjalankan putusan, yang mempunyai arti melaksanakan isi putusan pengadilan.

Eksekusi riil berarti penghukuman pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Perbuatan tersebut bisa seperti penyerahan barang, pengosongan bidang tanah/bangunan, menghentikan perbuatan tertentu, dll. Eksekusi ini dapat dilakukan langsung dengan perbuatan yang sifatnya nyata berdasar pada amar putusan tanpa memerlukan lelang[2].

 

Permohonan Eksekusi Riil

Eksekusi Riil dilakukan atas dasar permohonan dari pihak yang dimenangkan karena Pihak yang dikalahkan tidak kunjung melaksanakan isi putusan secara sukarela. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat dimana perkara diputus.

Lebih lanjut sebelum permohonan eksekusi dilaksanakan, maka terlebih dahulu dilakukan permohonan teguran (aanmaning). Permohonan aanmaning diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pemohon eksekusi atau kuasanya yang telah didaftarkan di kepaniteraan hukum. Aanmaning berisi identitas pemohon dan termohon eksekusi, alasan permohonan, obyek perkara, amar putusan pengadilan tingkat pertama sampai dengan terakhir, dan tanggal penerimaan pemberitahuan putusan kepada pihak pemohon. Aanmaning tersebut juga harus dilampiri dengan fotokopi salinan putusan yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan fotokopi (cap stempel basah PN), surat kuasa khusus jika permohonan diajukan oleh kuasa, relaas pemberitahuan putusan kepada pihak pemohon, surat pernyatan dari pemohon bahwa obyek eksekusi tidak terkait dengan perkara-perkara lain. Hal tersebut seperti perkara PTUN, Pidana, TIpikor, dll.[3] Jika aanmaning gagal maka mengajukan permohonan lanjutan eksekusi untuk ditindak lanjuti.

Mekanisme permohonan dan pelaksanaan eksekusi riil tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 40/DJU/HM.02.3/1/2019 Tentang Pedoman Eksekusi pada Pengadilan Negeri. Dalam peraturan tersebut rangkaian pelaksanaan eksekusi riil terdiri atas:

  1. Pemohon mengajukan permohonan eksekusi,
  2. Panitera melakukan telaah dan membuat resume telaah eksekusi dalam waktu 17 (tujuh belas) hari;
  3. Pengadilan menginformasikan hasil telaah eksekusi kepada Pemohon;
  4. Permohonan eksekusi yang dapat dilaksanakan, pengadilan menerbitkan SKUM;
  5. Pemohon melakukan pembayaran panjar biaya eksekusi maksimal 3 (tiga) hari sejak diterbitkan SKUM;
  6. Ketua pengadilan mengeluarkan penetapan Aanmaning dan memerintahkan panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk memanggil pihak termohon dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah resume dibuat;
  7. Pelaksanaan aanmaning dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Dilaksanakan dalam pemeriksaaan sidang insidentil maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan eksekusi;
  8. Atas perintah Ketua Pengadilan, dalam hal termohon tidak hadir tanpa alasan maka proses eksekusi dapat langsung dilanjutkan tanpa sidang insidentil, kecuali dianggap perlu untuk dipanggil sekali lagi;
  9. Ketua Pengadilan memperingatkan termohon eksekusi agar melaksanakan isi putusan secara sukarela paling lama 8 (delapan) hari sejak dibeerikan peringatan;
  10. Dalam pelaksanaan putusan secara sukarela maka terhitung 8 (delapan) hari sejak aanmaning, pemohon wajib melapor kepada pengadilan untuk dibuatkan Berita Acara pelaksanaan putusan dan serah terima;
  11. Dalam hal putusan secara sukarela tidak dapat dilaksanakan, maka terhitung 8 (delapan) hari sejak aanmaning Ketua Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan sita eksekusi jika objek sita eksekusi belum dilakukan sita jaminan dengan didahului dilakukannya konstatering;
  12. Ketua Pengadilan menetapkan tanggal pelaksanaan pengosongan setelah dilakukan koordinasi dengan aparat keamaan;
  13. Eksekusi dilakukan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. Setelah selesai dilaksanakan maka pada hari yang sama segera diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya.[4]

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka eksekusi riil pada dasarnya dilakukan karena pihak yang dikalahkan tidak melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela, sehingga pihak yang dimenangkan terlebih dahulu memohon kepada Pengadilan untuk memberikan teguran/Aanmaning kepada pihak yang dikalahkan tersebut. Manakala setelah ditegur pengadilan pun pihak yang dikalahkan tetap tidak melaksanakan putusan pengadilan, maka pihak yang dimenangkan dapat memohon kepada pengadilan untuk menjalankan eksekusi riil.

 

Penulis: Hasna M. Asshafri

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

[1] Djamat Samosair. Hukum Acara Perdata Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, Bandung: Nuansa Aulia, 2011, 328

[2] Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Djambatan, 2003, 194

[3] https://pn-tulungagung.go.id/beranda/utama/informasi/mekanisme-permohonan-dan-pelaksanaan-eksekusi-riil

[4] https://pn-banyuwangi.go.id/alur-permohonan-dan-pelaksanaan-eksekusi-riil

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.