Eksekusi Atas Benda Sitaan

Eksekusi Atas Benda Sitaan mungkin tidak banyak didengar dalam proses penanganan suatu perkara pidana, barang bukti menjadi salah satu komponen yang melekat dan diperlukan untuk mengungkap kebenaran materiil mengenai kebenaran atas suatu perkara tindak pidana. Andi Hamzah menjelaskan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik.[1] Barang bukti dapat diperoleh dari penanganan Tempat Kejadian Perkara (TKP), penyerahan secara sukarela oleh saksi atau pihak lain, penggeledahan, diambil dari pihak ketiga atau dapat pula berupa temuan.

Barang bukti tersebut dapat disita atau ditahan untuk sementara waktu guna kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan sebagaimana hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 1 angka 16 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi sebagai berikut:

“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”

Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan penyitaan terhadap barang bukti adalah untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka persidangan. Dari definisi tersebut juga dapat diketahui bahwa benda yang dapat dilakukan penyitaan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Namun secara spesifik, penyitaan terhadap benda-benda yang dapat disita tersebut diatur dalam Pasal 39 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

  • Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
  1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
  2. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
  4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
  • Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).

Artinya sepanjang benda sitaan perkara perdata mempunyai kaitan dengan suatu tindak pidana yang sedang diperiksa baik benda yang merupakan hasil atau diperoleh dari tindak pidana atau benda sitaan perdata tadi digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana ataupun benda sitaan perdata tersebut diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana.[2]

Suatu perkara pidana yang telah diputus oleh hakim dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), dapat dilakukan eksekusi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 270 KUHAP. Pelaksanaan eksekusi tersebut tidak hanya berpengaruh pada status hukum terdakwa saja melainkan juga terhadap benda sitaan atau barang bukti yang memiliki hubungan dengan perkaranya. Benda sitaan atau barang bukti dalam perkara pidana setelah proses peradilannya selesai, maka akan dilakukan eksekusi sesuai dengan bunyi amar putusan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

“Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui macam-macam putusan hakim yang berkaitan dengan benda sitaan, yaitu sebagai berikut:

  1. Benda sitaan dikembalikan kepada orang atau yang disebut dalam amar putusan;
  2. Benda dirampas untuk negara;
  3. Benda dimusnahkan atau dirusakkan.

Barang bukti tersebut dapat dikembalikan kepada yang berhak, dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan atau tetap disita untuk barang bukti perkara lain. Terhadap putusan pengadilan yang amarnya menyatakan barang bukti dirampas untuk negara, eksekusinya melalui proses pelelangan yang hasilnya akan disetor ke kas negara. Berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi putusan yang menyatakan benda sitaan dirampas untuk negara, maka Jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa sebagaimana hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 273 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:

“Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa.”

Ketentuan teknis terkait dengan pelaksanaan pelelangan terhadap benda sitaan yang dirampas untuk negara diatur pula dalam Keputusan Jaksa Agung R.I. No. KEP-089/J.A/8/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan (Kepjagung KEP-089/J.A/8/1988). Aturan tersebut menyatakan bahwa barang rampasan adalah barang bukti yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Penyelesaian barang rampasan dilakukan dengan cara dijual lelang melalui Kantor Lelang Negara atau digunakan bagi kepentingan negara, kepentingan sosial atau dimusnahkan atau dirusak sampai tidak dapat digunakan lagi.

Berkaitan dengan kriteria benda sitaan yang dimusnahkan atau dirusakkan atas perintah putusan pengadilan ialah benda yang dapat membahayakan lingkungan dan masyarakat. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara menguasakan, adapun cara yang dilakukan untuk memusnahkan benda sitaan yang membahayakan tersebut di antaranya dengan cara dibakar sampai habis, ditenggelamkan ke dasar laut sehingga tidak bisa diambil lagi, ditanam di dalam tanah, dan dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Pemasyarakatan Dep. Kehakiman dan HAM RI No. E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Juklak dan Juknis Pengelolaan Basan/Baran di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelaksanaan eksekusi benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang tertuang dalam amar putusan hakim. Terdapat beberapa macam putusan hakim yang berkaitan dengan benda sitaan dalam perkara pidana yaitu benda sitaan dikembalikan kepada orang yang berwenang, dirampas untuk negara atau dimusnahkan. Jaksa sebagai eksekutor, berwenang untuk melaksanakan eksekusi benda sitaan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 273 KUHAP dengan berpedoman pada Kepjagung KEP-089/J.A/8/1988.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Andi Hamzah, Kejahatan di Bidang Ekonomi: Economic Crimes, Sinar Grafika, Jakarta, 2022, halaman. 48

[2] M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Permasalahan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, SInar Grafika, Jakarta, 2001, halaman 277

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.