Dugaan Investasi Bodong Yusuf Mansur : Bagaimana Perlindungan Konsumen Terhadap Investasi Hotel dan Apartemen di Indonesia?

Baru-baru ini banyak menjadi perbincangan di media sosial terkait kasus yang menyeret nama Jam’an Nurchotib Mansur alias Ustadz Yusuf Mansur. Ustadz Yusuf Mansur dkk digugat oleh 12 (dua belas) orang karena diduga ingkar janji alias wanprestasi dana investasi uang patungan usaha hotel dan apartemen haji dan umroh.[1] Atas gugatan tersebut, sidang perdana telah digelar di Pengadilan Negeri Tangerang pada Hari Kamis, Tanggal 6 Januari 2022 kemarin. Dalam kesempatan tersebut, pengacara kedua belas penggugat menyampaikan bahwa kliennya menggugat Yusuf Mansur dkk karena para tergugat tak kunjung mencairkan dana hasil investasi para penggugat, padahal hotel dan apartemen haji/umrah yang dibangun menggunakan dana investasi para penggugat sudah berwujud, yaitu “Hotel Siti” di Kota Tangerang.[2] Dalam kasus tersebut, terdapat 3 (tiga) orang Tergugat, yaitu PT. Inext Arsindo sebagai Tergugat I, Ustadz Yusuf Mansur sebagai Tergugat II dan Jody Broto Suseno sebagai Tergugat III. Gugatan yang ter-registrasi dengan nomor perkara 1340/Pdt.G/2021/PN.Tng menyatakan 8 (delapan) petitum, yang beberapa diantaranya menyatakan sebagai berikut:[3]

  1. Menyatakan secara hukum bahwa para tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi).
  2. Menyatakan sertifikat patungan usaha hotel dan apartemen haji dan umroh yang ditandatangani oleh tergugat II (Ustaz Yusuf Mansur) adalah sah dan berharga serta mengikat para pihak.
  3. Menghukum para tergugat agar secara tanggung renteng, tunai, dan seketika membayar kerugian materiil yang dialami oleh para penggugat, yaitu sejumlah pemberian dana investasi berupa uang patungan usaha hotel dana apartemen haji dan umroh yang telah diberikan oleh para penggugat kepada tergugat II (Ustaz Yusuf Mansur) sebesar Rp 174 juta dan bagi hasil yang dijanjikan oleh tergugat II, yaitu sebesar Rp 111,36 juta, sehingga nilai keseluruhannya adalah sebesar Rp 285,36 juta.
  4. Menghukum para tergugat untuk membayar secara sekaligus dan tunai ganti kerugian immateriil kepada para penggugat yang ditaksir Rp 500 juta secara tanggung renteng, sekaligus, dan tunai.
  5. Menghukum para tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada para penggugat sebesar Rp 1.000.000 untuk setiap harinya apabila para tergugat lalai memenuhi putusan, terhitung sejak putusan diucapkan secara tunai, seketika, dan sekaligus.

Salah satu penggugat mengungkapkan bahwa ia telah berinvestasi dalam usaha tersebut sejak tahun 2013 menggunakan uang PHK dirinya sebesar Rp 12 juta, namun di tahun-tahun selanjutnya tidak ada kabar apapun hingga pada Bulan Desember Tahun 2020 dikembalikan sebesar Rp 6,6 juta dan pada Bulan Januari 2021 dikembalikan sisanya yaitu Rp 5,5 juta.

Berdasarkan kronologinya, maka kasus tersebut merupakan persoalan investasi yang didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dikenal dengan istilah penanaman modal. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang saat ini telah mengalami perubahan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penanaman Modal) menyatakan bahwa :

“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.”

Pasal 14 UU Penanaman Modal menyatakan bahwa setiap penanam modal berhak mendapat hal-hal sebagai berikut:

  1. Kepastian hak, hukum dan perlindungan
  2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
  3. Hak pelayanan; dan
  4. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan keterangan salah satu penggugat yang tidak mengetahui bagaimana kelanjutan investasinya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak memberikan informasi terbuka mengenai perkembangan usaha yang dijalankannya yang seharusnya menjadi hak penanam modal. Namun, dalam UU Penanaman Modal, tidak ditemukan sanksi yang dapat dikenakan terhadap pihak yang melanggar kewajiban untuk memenuhi penanam modal, sehingga menyulitkan para pihak dalam hal menentukan dasar hukum atas gugatannya. Dalam hal ini, pengacara penggugat mengatakan bahwa gugatan yang dilakukannya yaitu gugatan wanprestasi.

Mengingat bahwa hal yang ditawarkan Ustadz Yusuf Mansur berupa produk investasi yang mana menghimpun dana masyarakat, maka masyarakat yang berinvestasi dapat dikategorikan sebagai konsumen. Pengertian konsumen berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) adalah sebagai berikut:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Konsumen memiliki hak-hak yang diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, sedangkan pelaku usaha memiliki kewajiban sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 4

Hak konsumen adalah:

  1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Hak konsumen untuk mendapatkan informasi tentang investasi adalah sebuah kewajiban bagi pelaku usaha untuk memberikan keterangan tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Dalam UU Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa apabila terjadi penyelesaian sengketa, maka dapat menyelesaikannya melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Untuk membaca lebih lanjut tata cara penyelesaian sengketa konsumen, dapat dilihat disini.[4]

Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen juga mengatur bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Konsekuensi terhadap pelanggaran pasal tersebut berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yatu pelaku usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen juga mengatur :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 tersebut, maka berdasarkan Pasal 62 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Kasus investasi yang dapat digunakan referensi terkait penggunaan ketentuan pidana dalam UU Perlindungan Konsumen adalah kasus Hotel Eden dan Kampoeng Kurma. Akan tetapi perlu ditelusuri lebih jauh terkait bentuk perusahaan dan bidang usaha perusahaan pengelola investasi yang ditawarkan oleh Ustadz Yusuf Mansur. Untuk itu, apabila terdapat dugaan tindakan melawan hukum di bidang dan pengelolaan investasi, masyarakat dapat melaporkannya melalui Satgas Waspada Investasi. Dikutip dari laman waspada investasi.ojk.go.id, Satgas Waspada Investasi merupakan hasil kerja sama beberapa instansi terkait yang berasal dari regulator dan penegak hukum, yaitu :

  1. Otoritas Jasa Keuangan
  2. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
  3. Badan Koordinasi Penanaman Modal
  4. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
  5. Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia
  6. Kejaksaan Republik Indonesia
  7. Kepolisian Negara Republik Indonesia

Satgas Waspada Investasi merupakan wadah koordinasi antar regulator, instansi pengawas, instansi penegak hukum dan Pihak lain yang terkait dalam hal penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi. Revitalisasi pelaksanaan tugas Satgas Waspada Investasi antara lain meliputi:[5]

  1. Preventif
  • Koordinasi antara anggota Satgas Waspada Investasi dalam rangka meningkatkan edukasi dan pemahaman mengenai ruang lingkup transaksi keuangan yang berpotensi merugikan masyarakat
  • Sosialisasi kepada komponen masyarakat, penegak hukum, pemerintah daerah dan akademisi
  • Mengidentifikasikan dan mengevaluasi serta tindakan yang diperlukan terhadap tawaran-tawaran investasi melalui berbagai sarana pemasaran tidak terbatas kepada penyampaian melalui internet
  • Mengefektifkan sarana pengaduan Satgas Waspada Investasi
  1. Kuratif
  • Kerjasama dalam penerbitan ijin keramaian/penyelenggaraan kegiatan penawaran investasi
  • Melakukan pembinaan berupa peringatan terhadap perusahaan yang melakukan penawaran investasi yang berpotensi merugikan masyarakat agar mendapatkan ijin dan beroperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  1. Represif
  • Melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan dan perundang-undangan

Masyarakat dapat melaporkan adanya dugaan investasi ilegal kepada Satgas dengan alamat kontak :

Sekretariat Satgas Waspada Investasi.
Otoritas Jasa Keuangan, Gedung Soemitro Djojohadikusumo
Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4. Jakarta 10710.

Layanan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan.

[1] https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/06/15030981/digugat-ke-pn-tangerang-ustaz-yusuf-mansur-dkk-diduga-tak-cairkan-hasil?page=all

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] https://hukumexpert.com/hukum-acara-perlindungan-konsumen/

[5] https://waspadainvestasi.ojk.go.id/news/ojk-perkuat-satgas-waspada-investasi

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.