Direktur Badan Usaha Milik Negara Liburan Dengan Fasilitas Perusahaan

Baru-baru ini terdengar berita mengenai salah satu Direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diduga berlibur menggunakan fasilitas kantor. Direktur BUMN tersebut merupakan Direktur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yaitu Irfan Setiaputra yang dilaporkan oleh Serikat Pekerja Garuda (Sekarga) kepada Erick Thohir selaku Menteri BUMN.[1] Sekarga menyebutkan bahwa Irfan Setiaputra telah menggunakan fasilitas kantor untuk mengajak keluarganya saat menghadiri forum resmi sembari menikmati liburan.[2] Awalnya Sekarga mendapat informasi adanya penerbitan Kartu Member Garuda Indonesia yaitu GA Miles Platinum VIP terhadap 4 (empat) orang keluarga Dirut Garuda yakni anak, menantu dan cucu.[3] Kemudian lebih lanjut pada tanggal 3-5 oktober 2021 diketahui bahwa Irfan Setiaputra undangan pertemuan IATA di New York bersama keluarganya menggunakan rute penerbangan semula Jakarta-New York via Amsterdam tanggal 30 September 2021 dengan nomor penerbangan GA088. Namun, tiket tersebut kemudian dibuat menjadi Jakarta-New York via Incheon/Seoul tanggal 30 September 2021 dengan nomor penerbangan GA878 menggunakan fasilitas kelas bisnis. Sekarga juga menyatakan bahwa selain menghadiri undangan tersebut ditanggal 3-5 Oktober, Irfan Setiaputra mengakui bahwa yang bersangkutan lanjut berlibur bersama keluarga dan baru kembali ke Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2021.[4] Berkaitan dengan pelaporan Direktur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tersebut, perlu diketahui mengenai fasilitas yang dapat dimiliki oleh seorang Direktur perusahaan BUMN.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang telah mengalami perubahan dalam Pasal 120 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU BUMN) menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Tujuan dari pendirian BUMN disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU BUMN, diantaranya:

  1. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
  2. mengejar keuntungan;
  3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
  4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
  5. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Berdasarkan tujuan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU BUMN, maka orientasi didirikannya perusahaan BUMN adalah untuk membantu perekonomian negara.

Pasal 5 ayat (1) UU BUMN menyatakan bahwa pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UU BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Terhadap pengurusan BUMN dilakukan pengawasan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas, dimana Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 UU BUMN.

Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS yang kemudian ditetapkan oleh Menteri BUMN. Berkaitan dengan kasus yang terjadi pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas adanya dugaan penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi yang baru-baru ini terjadi, perlu diketahui bahwa Pasal 7 UU BUMN menyatakan sebagai berikut:

“Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.”

Ketentuan mengenai penghasilan direksi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut Permen BUMN 4/2014). Dalam Lampiran huruf C Permen BUMN 4/2014 disebutkan bahwa penghasilan Direksi meliputi:

  1. Gaji/Honorarium;
  2. Tunjangan;
  3. Fasilitas; dan
  4. Tantiem/Intensif Kinerja.

Fasilitas yang dapat diperoleh oleh seorang Direksi BUMN disebutkan dalam huruf D Lampiran Permen BUMN 4/2014 diantaranya yaitu:

  1. Fasilitas Kendaraan, yaitu berhak atas 1 (satu) fasilitas kendaraan dari perusahaan;
  2. Fasilitas Kesehatan yaitu dalam bentuk asuransi kesehatan atau penggantian biaya pengobatan.;
  3. Fasilitas Bantuan Hukum yang diberikan dalam hal terjadi tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perusahaan.

Dalam UU BUMN tidak menyebutkan konsekuensi secara tegas apabila Direksi melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 7 UU BUMN ataupun dalam hal Direksi menyalahgunakan fasilitas dari perusahaan. Namun, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 46 UU BUMN dinyatakan bahwa :

“Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.”

Berdasarkan hal tersebut, maka Menteri BUMN memiliki kewenangan untuk memberhentikan Direksi yang disertai dengan alasannya. Berkaitan dengan kasus yang terjadi pada Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, maka seharusnya pengawasan dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas, kemudian dilakukan RUPS untuk hal tersebut. Apabila hal yang dituduhkan oleh Sekarga kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti dan disepakati oleh RUPS untuk pemberhentian Anggota Direksi tersebut, maka Menteri BUMN dapat menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian Direksi yang disertai dengan alasannya.

Walaupun tidak ada konsekuensi yang ditetapkan oleh UU BUMN dalah hal terjadi penyalahgunaan fasilitas, namun dalam hal penyalahgunaan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) yang menyatakan sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka apabila Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memenuhi unsur dalam Pasal 3 UU Tipikor, maka Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dapat dikenakan sanksi pidana dan tunduk pada ketentuan Pasal 3 UU Tipikor.

[1] https://money.kompas.com/read/2021/10/27/171620926/karyawan-tuding-dirut-garuda-liburan-keluarga-ke-new-york-gunakan-fasilitas?page=all

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.