Direct Investment

Direct Investment (Investasi Langsung) secara istilah diartikan sebagai penanaman modal secara langsung, dimana pihak investor langsung terlibat aktif dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.[1] Ketentuan mengenai direct investment dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dikenal dengan istilah penanaman modal langsung. Penanaman modal langsung diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang telah mengalami perubahan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penanaman Modal). Hal tersebut dinyatakan dalam ketentuan Pasal 2 UU Penanaman Modal dan Penjelasannya yang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 2

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku dan menjadi acuan utama bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penjelasan Pasal 2

Lingkup Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak termasuk Penanaman Modal tidak langsung atau portofolio.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa dasar hukum yang mengatur mengenai direct investment di Indonesia yaitu UU Penanaman Modal. Tujuan direct investment berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) UU Penanaman Modal, yaitu untuk hal-hal sebagai berikut :

  1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
  2. menciptakan lapangan kerja;
  3. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
  4. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
  5. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
  6. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
  7. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
  8. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pihak yang dapat melakukan direct investment yaitu penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pasal 1 angka 5 UU Penanaman Modal menyatakan bahwa penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Sedangkan penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 UU Penanaman Modal. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal. Pasal 5 ayat (3) UU Penanaman Modal juga menyatakan bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
  2. Membeli saham; dan
  3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Ismail Sunny dalam Buku Karya Prof. Dr. Rahmi Jened S.H.,M.H. yang berjudul “Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment)” hal. 245, ada 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan modal nasional berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang saat ini telah dicabut dan digantikan dengan UU Penanaman Modal, yaitu meliputi :

  1. Joint Venture yaitu kerjasama antara pemilik modal asing dan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan perjanjian;
  2. Joint Enterprise merupakan Perseroan Terbatas yang modalnya terdiri dari modal dengan nilai rupiah dan modal yang dinyatakan dengan valuta asing;
  3. Kontrak Karya adalah kerjasama dimana perusahaan asing memasukkan alat-alat tetap yang menjadi miliknya sendiri dan tenaga kerjanya sendiri ke Indonesia yang diperlukan untuk melaksanakan usaha yang disetujui bersama dalam kontrak karya tersebut. Kontrak karya dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari konsesi, maka hal yang menonjol dalam kontrak karya bahwa hak milik atas barang yang dihasilkan atau tambang tetap dipihak Indonesia.

Berkaitan dengan hal  tersebut, Pasal 12 ayat (1) UU Penanaman Modal menyatakan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali terhadap bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal disebutkan dalam ketentuan Pasal 12 ayat (2) UU Penanaman Modal diantaranya meliputi :

  1. Budi daya dan industri narkotika golongan I;
  2. Segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino;
  3. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);
  4. Pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunanlkapur lkalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death corat) dari alam;
  5. Industri pembuatan senjata kimia; dan
  6. Industri bahan kimia industri dan industri bahan perusak lapisan ozon.

Pasal 12 ayat (3) UU Penanaman Modal menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penanaman modal terhadap bidang usaha terbuka dan bidang usaha tertutup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Peraturan Presiden yang mengatur hal tersebut yaitu Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (dapat dilihat disini).

            Pelaksanaan kebijakan penanaman modal dilakukan oleh pemerintah yang berkoordinasi dengan antar instansi Pemerintah, antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) UU Penanaman Modal. Pemerintah dalam hal ini memiliki tugas dan fungsi yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 28 UU Penanaman Modal, salah satunya yaitu menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal. Apabila penanam modal tidak taat terhadap norma, standar atau prosedur yang ditetapkan maka penanam modal dapat dikenakan sanksi administratif berupa hal-hal sebagaimana ketentuan dalam Pasal 34 ayat (1) UU Penanaman Modal, yaitu :

  1. Peringatan tertulis;
  2. Pembatasan kegiatan usaha;
  3. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
  4. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT juga dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain sebagaimana ketentuan dalam PAsal 33 ayat (1) UU Penanaman Modal. Apabila penanam modal membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain, maka perjanjian dan/atau pernyataan tersebut dinyatakan batal demi hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) UU Penanaman Modal.

 

[1] Danishwara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal (Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal), e-book http://repository.uki.ac.id/1026/1/Hukum%20Penanaman%20Modal.pdf , 2007, hal. 21

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.