Dipidana Karena Jualan Produk Import Dari China

Pada tahun 2011 lalu, terdapat penangkapan terhadap pelaku perdagangan iPad secara ilegal. Perdagangan ilegal tersebut dinilai tidak mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).[1] Di tahun 2013, kasus serupa juga pernah terjadi di Bali, Kementerian Kominfo, khususnya Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) menyita sebanyak 10 unit alat komunikasi berupa ponsel dari berbagai merk, tipe dan model. Hal ini disebabkan karena perangkat-perangkat tersebut tidak dilengkapi sertifikat yang diterbitkan oleh Ditjen SDPPI dan tidak diberi label sesuai ketentuan yang berlaku.[2] Pada tahun 2018, pernah terjadi pelanggaran pemenuhan ketentuan persyaratan teknis atas perangkat pesawat telepon seluler merk INFINIX tipe X603 Nomor 52139/SDPPI/2017 atas nama PT. Bejana Nusa Agung yang hanya memiliki kemampuan 3G, namun ditemukan bahwa perangkat tersebut juga memiliki kemampuan teknologi LTE sehingga tidak sesuai dengan persyaratan teknis, maka sertifikasinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[3]

Dalam prakteknya, kasus pelanggaran dibidang perdagangan khususnya impor dari negara lain, yaitu seringkali perangkat telekomunikasi yang didatangkan dari negara lain tidak bersertifikasi. Kasus yang tercatat mengenai sertifikasi perangkat telekomunikasi tentu tidak berhenti di hanya berita yang telah diuraikan diatas, kemungkinan masih banyak pengedaran perangkat telekomunikasi yang tidak bersertifikat atau palsu atau tidak sesuai dengan persyaratan belum terdata oleh Ditjen SDPPI.

Banyaknya barang atau perangkat telekomunikasi yang beredar di Indonesia, yang khususnya berasal dari China dengan harga murah membuat konsumen atau masyarakat tergoda untuk membeli. Hal ini dapat dilihat di Shopee misalnya, kamera Camcorder DVR Full HD 24 MP 1080P 24 MP layar 3.0 dibanderol Rp300.000. Biaya pengiriman, sebagai contoh, ke wilayah Jakarta Pusat dipatok sebesar Rp10.000 saja dan dikirim dari China.[4] Namun, seringkali tidak memperhatikan keamanan dan legalitas dari perangkat yang dibeli dengan harga murah ini. Maka, seringkali adanya pemanggilan polisi untuk mempertanyakan legalitas perangkat-perangkat yang beredar di Indonesia ini.Di samping perangkat telekomunikasi berikut akan kami ulas beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan impor barang dari China yang akan dijual kembali di Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut kami bagikan beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan menjual suatu barang untuk di wilayah Indonesia maupun diluar wilayah Indonesia, diantaranya :

  1. Kewajiban Mengurus Izin Postel Sebelum Menjual Produk Telekomunikasi di Indonesia

Pada dasarnya Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi) menyebutkan bahwa Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya. Sementara perangkat telekomunikasi diartikan adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.[5] Dilihat dari pengertian tersebut, diketahui bahwa segala bentuk sesuatu alat yang dapat digunakan dalam bertelekomunikasi, artinya alat tersebut dapat memungkinkan untuk mengirim, memancarkan atau menerima tanda baik berupa gambar, suara, bunyi, melalui sistem elektromagnetik.

Perangkat telekomunikasi yang masuk kedalam wilayah Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan izin sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU Telekomunikasi yang menyebutkan bahwa :

(1) Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Persyaratan teknis dapat diajukan untuk mendapatkan Standar Nasional Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 73 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP 52/2000). Setelah persyaratan teknis terpenuhi dan mendapatkan sertifikat maka wajib diberi label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (1) PP 52/2000. Label memuat informasi mengenai identitas pelaku usaha, nomor sertifikat dan tanda peringatan larangan yang menyebabkan alat telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi tidak sesuai dengan Standar Teknis yang ditetapkan.

Dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, perlu memperhatikan Pasal 11 Ayat (1) UU Telekomunikasi yang berbunyi :

(1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.

(2) lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan :

  1. tata cara yang sederhana;
  2. proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
  3. penyelesaian dalam waktu yang singkat.

Sehingga apabila dalam penyelenggaraan telekomunikasi melanggar ketentuan Pasal 11 Ayat (1) UU Telekomunikasi, akan dikenakan ketentuan pidana dalam Pasal 47 yang menyebutkan bahwa :

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Selain itu, dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang kemudian memperdagangkan, merakit, memasukkan perangkat telekomunikasi di Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis maka akan dikenakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 yang berbunyi :

Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dengan demikian, dalam hal perdagangan terkait penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia perlu memperhatikan terkait ketentuan yang terdapat dalam UU Telekomunikasi, PP Penyelenggaraan Telekomunikasi dan perundang-undangan yang berkaitan.

  1. Pastikan Produk yang akan dijual kembali telah berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI)

Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (UU Standardisasi) menyebutkan bahwa Standar Nasional Indonesia adalah Standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNI dapat diterapkan oleh para pelaku usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan, dan dapat diterapkan terhadap :

  1. Barang yang diperdagangkan atau diedarkan;
  2. Jasa yang diberikan;
  3. Proses atau sistem yang dijalankan; dan/atau
  4. Personal yang terlibat dalam kegiatan tertentu.

Dalam penerapannya SNI dilaksanakan secara sukarela atau diberlakukan secara wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Ayat (2) UU Standardiasi. Hal ini juga dioertegas dalam Pasal 25 Ayat (1) UU Standardisasi yang menyebutkan bahwa :

(1) Pelaku Usaha, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah wajib memiliki sertifikat SNI yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).

Sanksi pidana jika tidak memiliki SNI maka akan dikenakan ketentuan pidana dalam Pasal 65 UU Standardisasi yang menyebutkan bahwa :

Setiap orang yang tidak memiliki sertifikat atau memiliki sertifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut yang dengan sengaja:

  1. memperdagangkan atau mengedarkan Barang;
  2. memberikan Jasa; dan/atau
  3. menjalankan Proses atau Sistem,

yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah).

  1. Produk yang dijual di Indonesia harus memiliki label berbahasa Indonesia

Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan mewajibkan menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdangangkan. Yang dimaksud barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.[6] termasuk barang yang wajib menggunakan/melengkapi label berbahasa Indonesia yaitu:

  1. Barang elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika;
  2. Barang bahan bangunan;
  3. Barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya);
  4. Barang tekstil dan produk tekstil;
  5. Barang lainnya, di antaranya meliputi mainan anak, cat, tinta cetak, pupuk, dan produk plastik untuk keperluan rumah tangga.

Kewajiban tersebut berlaku bagi produsen untuk barang produksi dalam negeri, importir untuk barang asal impor , pengemas untuk barang yang diproduksi dalam negeri atau asal impor yang dikemas di Indonesia, serta pedagang pengumpul.[7] Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi administratif, Wajib menarik barang dari peredaran atas perintah Menteri dan dilarang memperdagangkan barang yang dimaksud.dan Biaya penarikan barang dari peredaran dibebankan kepada pelaku usaha yang melanggar.

Di samping itu, kewajiban pelaku usaha mencantumkan informasi barang dalam bahasa Indonesia pada dasarnya juga telah diatur Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang menyebutkan bahwa

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Atas perbuatannya, yang bersangkutan diancam pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp 2 miliar. Sehingga setiap barang yang diperdagangkan perlu mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

  1. Pastikan barang yang dijual bukan barang tiruan (KW)

Berkatan dengan memperdagangkan suatu barang tiruan (KW), hal ini merupakan suatu pelanggaran yang diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) yang menyatakan:

  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Memperdagangkan barang tiruan (barang KW) yang menggunakan merek terkenal tersebut karena dapat dikategorikan pelanggaran UU Merek yang memuat sanksi pidana.

  1. Pastikan Produk yang diimpor tidak dilarang diperjualbelikan di Indonesia

Mengenai barang yang dilarang untuk diimpor adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. terkait dengan perlindungan terhadap kesehatan, keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup;
  2. terkait dengan keamanan nasional, kepentingan nasional, atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat; dan/atau
  3. termasuk tumbuhan alam dan satwa liar yang perlu dijaga kelestariannya.[8]

Untuk mengetahui barang-barang yang dilarang untuk diimpor dapat dilihat pada Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor (Permendag 18/2021) yakni sebagai berikut :

  1. Barang Dilarang Impor berupa gula dengan jenis tertentu;
  2. Barang Dilarang Impor berupa beras dengan jenis tertentu;
  3. Barang Dilarang Impor berupa bahan perusak lapisan ozon;
  4. Barang Dilarang Impor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas;
  5. Barang Dilarang Impor berupa Barang berbasis sistem pendingin yang menggunakan Chlorofluorocarbon (CFC) dan Hydrochlorofluorocarbon 22 (HCFC-22) baik dalam keadaan kosong maupun terisi;
  6. Barang Dilarang Impor berupa bahan obat dan makanan tertentu;
  7. Barang Dilarang Impor berupa bahan berbahaya dan beracun (B3);
  8. Barang Dilarang Impor berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3), dan limbah nonbahan berbahaya dan beracun (limbah non-B3) terdaftar;
  9. Barang Dilarang Impor berupa perkakas tangan (bentuk jadi); dan
  10. Barang Dilarang Impor berupa alat kesehatan yang mengandung merkuri

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Di samping itu pada Lampiran II Permendag 18/2021 mengatur mengenai larangan barang impor berupa jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Pada dasarnya semua barang boleh diimpor, kecuali yang termasuk sebagai barang dilarang impor. Mengenai baju bekas yang saat ini sedang populer dikalangan anak muda, merupakan barang yang dilarang untuk diimpor. Maka, dalam hal ini impor baju bekas merupakan suatu pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif.

Berdasarkan pembahasan di atas, pemahaman mengenai hal-hal yang diperhatikan dalam menjual barang didalam wilayahj Indonesia maupun diluar Indonesia merupakan hal yang berguna, agar dalam menjalankannya mendapatkan perlindungan dan keamanan. Sehingga proses perdagangan yang dijalankan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan.

 

[1] detikNews, Polda: Dian & Randy Jual 8 Unit iPad Secara Ilegal, https://news.detik.com/berita/d-1673327/polda-dian–randy-jual-8-unit-ipad-secara-ilegal

[2] Hendra Gunawan, Di Bali, Kominfo Sita 10 Unit Ponsel Ilegal, https://www.tribunnews.com/bisnis/2013/05/27/di-bali-kominfo-sita-10-unit-ponsel-ilegal

[3] Biro Humas Kominfo, Pencabutan Sertifikat Perangkat Telepon Seluler Merek INFINIX Type X603 – 3G Buatan Tiongkok,://www.kominfo.go.id/content/detail/12851/siaran-pers-no82hmkominfo042018-tentang-pembekuan-sertifikat-perangkat-telepon-seluler-merek-infinix-type-x603-3g/0/siaran_pers

[4] Efrem Limsan Siregar, Kenapa Barang Impor China di E-Commerce RI kok Murah?, https://www.cnbcindonesia.com/news/20190711090243-4-84084/kenapa-barang-impor-china-di-e-commerce-ri-kok-murah

[5] Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

[6] Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan

[7] Ibid.

[8] Pasal 10 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.