Dikabulkannya Pengujian Atas Penjelasan Pasal 30 UU Fidusia Oleh Mahkamah Konstitusi

Pada tanggal 24 Februari 2022 Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian peraturan perundang-undangan dengan register putusan Nomor 71/PUU-XIX/2021. Permohonan mana diajukan oleh Johanes Hakim dan Sylvani Lovatta Halim pada tanggal 23 Desember 2021 terkait dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut “UU 42/1999”).
Maksud dari fidusia diatur dalam pasal 1 butir 1 UU 42/1999 adalah, “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Lazimnya fidusia digunakan untuk menjamin suatu hutang dengan menjaminkan benda-benda bergerak dimana benda bergerak itu masih dipakai oleh penerima utang. Contoh penggunaan jaminan fidusia adalah pada kredit kendaraan bermotor, dimana debitur menjaminkan sepeda motornya kepada kreditur namun benda yang dijaminkan tersebut masih berada pada kekuasaan debitur.
Berkaitan dengan pengujian peraturan perundang-undangan tersebut, permohonan pengujian diajukan terhadap tentang Pasal 30 UU 42/1999 yang menyatakan:
“Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.”
Berikut dengan penjelasan atas pasal tersebut yang mengatur:
“Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang”
Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan tersebut didasarkan pada alasan bahwa Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang mengatur terkait dengan perlindungan hak milik dan harta benda. Dua diantara petitum dalam permohonan tersebut adalah:
- “Menyatakan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan huum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia, kecuali terhadap objek jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur tidak secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia”;
- Menyatakan Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang, kecuali terhadap objek jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur tidak secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia”;”
Permohonan tersebut sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan pasal 30 UU 42/1999, melainkan juga berkaitan dengan Pasal 372 KUHP berkaitan dengan penggelapan, namun pengujian terhadap Pasal 372 KUHP ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Bukan hanya pengujian terhadap Pasal 372 KUHP, Mahkamah Konstitusi dalam register perkara yang sama juga menolak pengujian terhadap Pasal 30 UU 42/1999. Penolakan terhadap pengujian Pasal 30 UU 42/1999 tersebut didasarkan pada Putusan Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021, yang pada intinya menyatakan bahwa dalam hal debitur tidak berkenan menyerahkan secara sukarela atas obyek jaminan fidusia, maka penarikan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri, sehingga kreditur tidak dapat menarik benda jaminan fidusia semena-mena dari tangan debitur yang menguasainya.
Namun demikian, pengujian atas Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 dikabulkan, dimana Penjelasan tersebut tidak berlaku sepanjang frasa “pihak yang berwenang” tidak dimaknai sebagai “Pengadilan Negeri”. Dikabulkannya permohonan tersebut dikarenakan frasa “pihak yang berwenang” dalam Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 memberikan ketidakpastian hukum sebab sebelumnya frasa tersebut tidak pernah diuji dan dapat memberikan celah bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyatakan bahwa “pihak yang berwenang” dapat juga diartikan sebagai pihak di luar Pengadilan Negeri.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPengembalian Kerugian Materiil kepada Korban Tindak Pidana
Penghentian Penyidikan Kasus Narkoba Ardhito Pramono

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.