Delik Penipuan Online

Teknologi dan Informasi yang semakin canggih juga harus diiringi dengan perkembangan dalam dunia hukum. Penyampaian Informasi secara online saat ini menjadi tren yang paling mudah digunakan. Selain biaya yang lebih murah, hal tersebut juga dapat menghemat waktu. Dibalik sisi positifnya, teknologi juga memicu banyaknya kejahatan yang dilakukan secara online. Pemerintah telah mengeluarkan payung hukum terkait Informasi dan Transaksi Elektronik yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 11/2008) yang kemudian diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Salah satu contoh kejahatan dalam kegiatan online yaitu Penipuan. Penipuan secara online dapat dikenakan Pasal berlapis yaitu Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 dan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016. Masing-masing pasal tersebut menyatakan :
Pasal 378 KUHP :
“Barangsiapa dengan maksud untuk mengutungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 :
“Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”
Berdasarkan uraian pasal-pasal tersebut, bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur mengenai penipuan yang secara spesifik menyebutkan atau mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, sedangkan Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 secara spesifik menjelaskan mengenai kabar bohong tidak menyertakan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kedua pasal ini memiliki unsur yang berbeda namun berkesinambungan, ketika terjadi suatu kasus/perkara mengenai penipuan online bisa saja dikenakan Pasal berlapis atau salah satunya, tergantung bagaimana penegak hukum menjerat dan mempertimbangkannya dengan bijak. Unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 perlu dijabarkan sebagai berikut.
Unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP :
- Barang Siapa, yaitu menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan perbuatan;
- Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
- Membujuk yaitu memberikan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutinya untuk berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian;
- Barang, yaitu segala sesuatu yang berwujud, termasuk uang;
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum;
- Menguntungkan diri sendiri dengan melawan hak sama dengan menguntungkan diri sendiri dengan tidak berhak;
- Dengan menggunakan nama atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat) atau karangan perkataan bohong;
- Nama palsu, yaitu nama yang bukan nama sendiri;
- Keadaan palsu, yaitu misalnya mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, pastor, pegawai bank, yang sebenarnya ia bukan pejabat itu;
- Akal cerdik atau tipu muslihat, yaitu suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seseorang yang berpikiran normal dapat tertipu.
Kemudian unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008, yaitu :
- Setiap orang, yaitu semua orang
- Dengan sengaja dan tanpa hak, yaitu perlu dicermati mengenai perbuatan dengan sengaja itu, apakah memang terkandung niat jahat dalam perbuatan tersebut.
- Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, karena rumusan unsur menggunakan kata “dan” maka kedua unsurnya harus terpenuhi (kumulatif) untuk pemidanaan yaitu menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan berakibat meyesatkan yaitu menyebabkan seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru. Apabila berita bohong tersebut tidak menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka tidak dapat melakukan pemidanaan.
- Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, yaitu mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya tidak dapat dilakukan pemidanaan apabila tidak terjadi kerugian konsumen didalam transaksi elektronik.
Dengan demikian, untuk terpenuhinya unsur penipuan online tidak harus memenuhi unsur dalam Pasal 378 KUH Pidana, sebab kedua unsur pasal tersebut berbeda namun tetap memiliki hubnugan satu sama lain, hanya saja Pasal 28 ayat (1) UU 11/2008 mensyaratkan korban adalah konsumen, sedangkan dalam Pasal 378 KUH Pidana korbannya bukan hanya konsumen tapi dapat juga kreditur dan lain sebagainya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.