Dapatkah Memohon Tergugat Dikenakan Bunga Pada Gugatan Wanprestasi

Dalam pembentukan suatu perjanjian bisa jadi terdapat salah satu pihak dengan sadar tidak memenuhi kewajibannya, pihak yang tidak melakukan kewajibannya tersebut dapat dikatakan telah melakukan perbuatan wanprestasi. Wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya[1]. Menurut Yahya Harahap, wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, yang menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau karena wanprestasi yang dilakukan salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian[2]. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut.
Dalam pelaksanaan perjanjian ada beberapa bentuk tindakan yang dilakukan para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya, bentuk tindakan tersebut menurut Munir Fuadi adalah sebagai berikut[3]:
- Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
- Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi.
- Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
Tentu tindakan wanprestasi dapat memberikan kerugian bagi pihak lain dalam perjanjian tersebut sebagai akibat yang ditimbulkan dari wanprestasi tersebut. Menurut Pasal 1243 KUHPerdata “Debitur yang melakukan wanprestasi harus mengganti biaya, kerugian dan bunga yang diderita oleh pihak lainnya dan apabila debitur tetap tidak melaksanakan kewajibannya setelah diberitahukan bahwa ia melakukan wanprestasi”. Menurut ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata, ganti kerugian itu terdiri dari tiga unsur, yaitu :
- Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan.
- Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
- Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Salah satu bentuk akibat dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya kewajiban untuk membayar bunga. Berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata, “tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya”. Menurut J Satrio terdapat 3 (tiga) jenis bunga dalam hal ganti rugi akibat adanya wanprestasi, antara lain sebagai berikut sebagai berikut:
- Bunga Moratoir, yaitu bunga yang terhutang karena Debitur terlambat memenuhi kewajiban membayar sejumlah uang, menurut Pasal 1250 KUHPerdata, sebagai berikut:
“Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.”
Besarnya bunga moratoir menurut ketentuan Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1848 No. 22 adalah sebesar 6% per tahun. Permohonan ke pengadilan terhadap pembayaran bunga moratoir yang telah diperjanjikan menjadikan kreditur tidak perlu dibebani pembuktian sebagai dasar penuntutan ganti rugi tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 1250 KUHPerdata, bahwa Bunga Moratoir dapat dikenakan tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur. Namun demikian, Bunga Moratoir harus dibayar terhitung mulai dari diminta di muka pengadilan. Selain itu, berdasarkan asas kebebasan berkontrak para pihak dapat menyepakati besaran bunga yang kemudian tertulis secara jelas dalam isi perjanjian tersebut. Dan bunganya boleh melebihi jumlah bunga yang diatur dalam undang-undang selagi tidak dilarang oleh undang-undang.
- Bunga Konvensional, yaitu bunga yang disepakati para pihak;
Bunga konvensional adalah bunga yang disepakati para pihak yang sudah diperjanjian para pihak sejak awal, bunga ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ganti rugi. Bunga konvensional bukanlah ganti rugi, tetapi karena disepakati para pihak, maka sesuai Pasal 1338 KUH Perdata, sifatnya menjadi mengikat para pihak yang berjanji. Sebagai contoh adalah bunga yang dikenakan terhadap perjanjian utang piutang, sehingga tanpa adanya wanprestasi pun debitur wajib untuk membayar bunga tersebut. Bunga konvensional termasuk isi perikatan sehingga tunduk pada asas kebebasan berkontrak.
- Bunga Kompensatoir, yaitu semua bunga di luar bunga yang diperjanjikan.
Bunga kompensatoir adalah bunga yang harus dibayar oleh debitur untuk mengganti bunga yang dibayar kreditur pada pihak lain karena debitur tidak memenuhi perikatan atau kurang baik melaksanakan perikatan. Penetapan besarnya jumlah bunga tersebut dilakukan oleh hakim
- Bunga berganda (Anatocisme)
Bunga berganda adalah bunga yang diperhitungkan dari bunga utang pokok yang tidak dilunasi oleh debitur. Bunga itu dapat dituntut oleh kreditur atau dapat juga ditagihkan kalau diperjanjikan. Hal ini diatur dalam pasal 1251 KUHPerdata.
Apabila debitur telah terbukti wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut adanya ganti rugi dalam hal ini adalah besarnya bunga. Penentuan besarnya bunga dapat ditetapkan langsung di dalam perjanjian, besarnya bunga inilah yang nantinya akan ditetapkan apabila debitur wanprestasi, berdasarkan ketentuan mengenai bunga berbunga yang telah diatur dalam Pasal 1251 KUHPerdata yang menyebutkan “bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga baik karena permohonan maupun perjanjian khusus asal perjanjian tersebut menggunakan bunga dibayar untuk 1 tahun”. Apabila dalam perjanjian itu tidak ditentukan besarnya bunga apabila debitur wanprestasi, maka bunga yang dipakai adalah bunga bank yaitu 6 % setahun, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1767 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Lembaran Negara No. 1848 No. 22.
Sebagai contoh penentuan besaran bunga akibat kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan wanprestasi salah satunya terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan nomor 490/Pdt.G/2017/PN Mdn[4], antara PT Bangun Persada Tata Makmur sebagai penggugat melawan Suharsono (Toko Makro Ponsel dan Toko Bintang Terang) sebagai tergugat, pada duduk perkaranya menyebutkan bahwa Penggugat yang bergerak dibidang pengiriman barang berupa telepon genggam (Handphone) kemudian membuat sebuah perjanjian kerja sama dengan Tergugat berupa pengiriman barang (Handphone) ke dua toko ponsel Tergugat, dengan jumlah barang dan pembayaran yang telah disepakati, namun setelah pengiriman dilakukan sampai adanya gugatan ini Tergugat tidak memberikan itikad baiknya untuk melaksanakan kewajiban pembayarannya. Pada Putusan, Mejelis Hakim memberikan putusan sebagai berikut:
- Menyatakan TERGUGAT telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) ;
- Menghukum TERGUGAT untuk membayar seluruh kewajibannya kepada PENGGUGAT secara tunai dan sekaligus sebesar Rp. 1.501.681.000,- (satu milyar lima ratus satu juta enam ratus delapan puluh satu ribu Rupiah) ;
- Menghukum TERGUGAT untuk membayar kepada PENGGUGAT bunga moratoir selama 2 (dua) tahun X 6 % (enam persen) per tahun secara tunai dan sekaligus sebesar Rp. 180.201.720,- (seratus delapan puluh juta dua ratus satu ribu tujuh ratus dua puluh Rupiah)
Contoh lainnya yakni Perusahaan A melakukan perjanjian hutang piutang dengan perusahaan B sebesar Dua Milyar Rupiah dan yang seharusnya dibayarkan pada tahun 2020, namun hutang perusahaan B tersebut belum dibayarkan hingga tahun 2022, sehingga Perusahaan A menuntut Perusahaan B dengan perbuatan Wanprestasi ke Pengadilan. Berdasar kasus posisi tersebut, maka bunga moratoir yang harus dibayarkan oleh perusahaan B kepada perusahaan A ditentukan berdasarkan besar bunga yang diatur oleh undang-undang yakni 6%, karena sebelumnya tidak dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Sehingga perhitungan bunganya adalah sebagai berikut:
– Jumlah utang x 6% x jumlah tahun yang terlewati, maka perhitunganya
– 2 Miliyar Rupiah x 6% x 2 tahun = 240.000.0000 Rupiah.
Sehingga Perusahaan B dituntut untuk mengembalikan hutangnya sebesar 2 Miliyar ditambah bunga moratoir sebesar 240 juta, maka totalnya Rp 2.240.000.000 (dua miliyar dua ratus empat puluh juta rupiah)
[1] J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya: 1999, hal 122
[2] Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung Alumni,1986
[3] Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, h. 89.
[4] https://sipp.pn-medankota.go.id/index.php/detil perkara atau https://hukumexpert.com/peraturan/putusan-pengadilan-negeri-medan-nomor-490-pdt-g-2017-pn-mdn
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanJenis-Jenis Perkara di Penyelesaian Hubungan Industrial dan Penyelesaiannya
Upaya Hukum Administrasi dalam Pengadilan Tata Usaha Negara
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.
