Conflict of Interest Dalam Kode Etik Advokat

Profesi Advokat di dalam melayani fungsi dan tugasnya melayani masyarakat sekaligus bertindak sebagai bagian dari fungsi penegak hukum dituntut untuk mempertahankan asas fair, impersonal, impartial dan objective. Dengan kata lain Advokat harus menghindari adanya conflict of interest (benturan kepentingan) dan secara independent ia harus senantiasa memperhatikannya. Menafsirkan arti benturan kepentingan masih belum ada definisi yang jelas dalam perundang-undangan terkait hal ini. Merujuk definisi yang termuat dalam Black Law Dictionary menyebutkan bahwa conflict of interest adalah:

Term used in connection with public officials and fiduciaries and their relationship to matters of private interest or gain to them. Ethical problems connected therewith are covered by statutes in most jurisdiction and by federal statues on the federal level. The code of Professional Responsibility and Model Rules of Professional Conduct set forth standards for actual or potential conflict of interest between attorneys and client. Generally, when used to suggest disqualification of public official from performing his sworn duty, terms “conflict of interest” refers to clash between public interest and the private pecuniary interest of the individual concerned.”[1]

Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan bahwa istilah yang biasa digunakan dalam hubungan pejabat publik dan tanggung jawabnya terkait hubungannya dengan permasalahan kepentingan pribadi atau keuntungan yang diperoleh. Permasalahan etika yang saling berkaitan terhalang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di sebagian besar wilayah hukum yang ada dan status federal di tingkat federal. The Code of Professional Responsibility dan Model Rules of Professional Conduct yang berisi standar aturan yang berlaku untuk mengatur segala benturan kepentingan baik yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi ataupun yang belum terjadi antara advokat dengan klien. Umumnya biasa digunakan untuk menunjukkan pelanggaran seorang pejabat publik dari sumpah tugasnya, istilah benturan kepentingan mengacu kepada konflik antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan yang berharga miliki swasta.

Secara gramatikal, conflict of interest adalah situasi ketika seorang advokat atau pejabat publik mempertentangkan kepentingan pribadinya atau profesinya atau finansial yang akan mempersulit dirinya dalam memenuhi kewajibannya secara adil. Secara teoritis, timbulnya conflict of interest dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Actual and potential conflict of interest. Aktual bilamana kepentingan seorang Advokat ketika menjalankan akan mengarah pada pertentangan dengan kepentingan klien yang wajib ia bela. Potensial yaitu bila ada kemungkinan bahwa seorang advokat akan tidak bisa menjalankan kewajibannya untuk membela klien.
  2. Personal and impersonal conflict of interest. Personal hampir sama dengan aktual tapi impersonal bila dua kepentingan yang akan diwakili saling bertentangan seperti Advokat membela 2 (dua) klien yang berlawanan.
  3. Individual and organizational conflict of interest. Advokat yang dalam satu kantor menangani perkara atau kepentingan yang saling bertentangan.[2]

Mengenai conflict of interest diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat), sebagai salah satu jenis pelanggaran kode etik, sehingga dapat ditafsirkan pengaturannya diatur lebih lanjut dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Hal ini jelas diatur dalam ketentuan Pasal 33 UU Advokat yang mengatur tentang keberlakuan KEAI secara mutatis-mutandis menurut UU Advokat sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat. Ketentuan lain yang mengatur adalah ketentuan Pasal 26 Ayat (1) UU Advokat mengatur mengenai adanya KEAI, jo. Pasal 26 Ayat (7) UU Advokat yang mengatur mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat yang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Lebih lanjut, unsur-unsur yang ada dalam ketentuan mengenai conflict of interest sebagaimana diatur dalam KEAI, dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 huruf j KEAI yang menjelaskan benturan kepentingan terjadi apabila:

Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.[3]

Ketentuan ini belum memiliki penjelasan yang lebih jelas baik dari segi formil maupun substansi yang terkandung di dalamnya. Sehingga banyak tafsiran yang beragam dalam memaknai ketentuan ini. Jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan Pasal 4 huruf j KEAI dapat diketahui bahwa benturan kepentingan terjadi jika:

  1. Seorang Avokat bertindak mewakili dua atau lebih klien;
  2. Kepentingan klien-klien tersebut berbenturan;
  3. Advokat tersebut menolak mundur dari perkara tersebut.

Salah satu kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan conflict of interest Advokat di Indonesia, pada tahun 2010 Majelis Kehormatan Banding Dewan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) memberhentikan secara tetap Todung Mulya Lubis sebagai advokat. Putusan ini menguatkan putusan majelis kehormatan daerah DKI Jakarta. Todung terbukti telah melanggar Kode Etik Advokat Indonesia dan UU Advokat karena telah melakukan benturan kepentingan dalam menangani kasus keluarga Salim Group. Awal mulanya pada tahun 2002, Todung merupakan kuasa hukum pemerintah dalam hal ini BPPN untuk melakukan audit terhadap keluarga Salim di antaranya perusahaan Sugar Group Company. Namun pada tahun 2006, ketika pemilik Sugar Group Company berperkara melawan keluarga Salim dan pemerintah, Todung justru menjadi kuasa hukum keluarga Salim.[4]

Dengan demikian, penjelasan yang telah diuraikan mengenai conflict of interest Advokat dan beserta contoh kasus yang telah dijelaskan di atas, maka ketentuan conflict of interest dalam UU Advokat dan KEAI belum memiliki penjelasan yang jelas. Oleh karena itu, dalam hal ini peranan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat yang akan menentukan seorang Advokat tersebut melakukan benturan kepentingan sebagaimana kasus yang sudah dijelaskan di atas.

 

[1] Henry Campbell, Black Law Dictionary, Edisi Ke-6, West Publishing Co: USA, 1990.

[2] Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana: Surat-Surat Resmi di Pengadilan Oleh Advokat; Praperadilan, Eksepsi, Pledoi, Duplik, Memori Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali, Cet. Ke-4, Djambatan, Jakarta, 2006.

[3] Kode Etik Advokat Indonesia

[4] detiNews, Majelis Kehormatan Banding Pusat Peradi Tetap Pecat Todung, https://news.detik.com/berita/d-1311586/majelis-kehormatan-banding-pusat-peradi-tetap-pecat-todung

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.