Cara Pengajuan Kepailitan Untuk Bank

Bank merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang jasa keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yang kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit, pinjaman atau dalam bentuk lainnya guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Segala sesuatu yang mencakup tentang bank, baik dalam hal kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses untuk melaksanakan kegiatan usahanya disebut dengan perbankan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan). Bank sebagai badan usaha juga beresiko mengalami keuangan yang tidak sehat. Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi ketika keuangan dalam badan usaha tidak sehat yaitu terjadinya kepailitan.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) disebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana ketentuan dalam undang-undang. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 UU Kepailitan, yang dapat mengajukan permohonan kepailitan adalah :
- Debitor atau Kreditor (Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan);
- Kejaksaan apabila dalam hal untuk kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan);
- Bank Indonesia apabila Debitor adalah Bank (Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan);
- Badan Pengawas Pasar Modal apabila Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan);
- Menteri Keuangan apabila Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik (Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan).
Kepailitan terhadap Bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan, pengajuan permohonan selain oleh Bank Indonesia wajib ditolak oleh Panitera sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (3) UU Kepailitan. Bank Indonesia tentu tidak akan sembarangan dalam hal akan mengajukan permohonan kepailitan terhadap Bank sebab juga akan berkaitan dengan nasabah. Bank yang dapat diajukan permohonan kepailitan yaitu Bank yang sudah dinyatakan mengalami kesulitan likuiditas, serta dalam hal ini tidak mengesampingkan syarat kepailitan dalam yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban untuk membayar utang-utang jangka pendeknya yang harus segera dibayar dengan menggunakan harta lancar seperti utang usaha, utang dividen, utang pajak, dan lain-lain. Sejak dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK), dalam sektor perbankan OJK memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang salah satunya yaitu terhadap likuiditas Bank sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK). Pasal 41 ayat (2) UU OJK menyatakan bahwa dalam hal OJK mengindikasikan Bank mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kesehatan semakin memburuk, OJK akan segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi yaitu Bank tidak dapat diselamatkan sehingga Bank Indonesia akan mengajukan permohonan pailit terhadap Bank tersebut.
Cara pengajuan kepailitan diajukan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Kepailitan. Kemudian panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Panitera akan menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, yang kemudian dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan pengadilan mempelajari dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama, dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. Syarat sederhana yang dimaksud yaitu Debitor memiliki dua atau lebih Kreditor dan tidak dapat membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UU Kepailitan.
Putusan pengadilan atas permohonan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak diajukannya pendaftaran permohonan pailit. Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yaitu dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UU Kepailitan. Permohonan diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan pertama diucapkan. Upaya hukum kasasi ini dapat diajukan oleh kreditor lain terkait yang merasa tidak puas dengan putusan atas permohonan pernyataan pailit. Pendaftaran permohonan kasasi juga disertai dengan melampirkan memori kasasi. Terhadap memori kasasi, termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasai kepada panitera paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi. Setelah itu Mahkamah Agung wajib menetapkan hari persidangan paling lambat setelah 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Sidang pemeriksaan kasasi paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung dan putusan harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Upaya hukum lain yang dapat dilakukan terhadap putusan hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (incraht) yaitu dengan mengajukan peninajuan kembali ke Mahkamah Agung.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanCara Pengajuan Kepailitan Untuk BUMN
Perbedaan Kewenangan Lembaga Penjaminan Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.