Bupati Blitar Sewakan Rumahnya ke Pemda Seharga 400 Juta, Bagaimana Hukumnya?

Bupati Blitar Sewakan Rumahnya ke Pemda Seharga 400 Juta, membuatnya kini menjadi sorotan di media sosial. Tidak tanggung-tanggung, uang yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Blitar atas persewaan rumah tersebut adalah lebih dari 400 Juta. Rumah tersebut disewakan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar sebagai Rumah Dinas Wakil Bupati dengan jangka waktu 2021-2022 karena dekat dengan Pendopo Ronggo Hadi Negoro yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Blitar. Namun demikian, selama jangka waktu sewa menyewa tersebut, ternyata Wakil Bupati Blitar tidak pernah tinggal di rumah yang disewakan Bupati Blitar, serta mengaku tidak ada kesepakatan antara dirinya dengan Bupati Blitar terkait penganggaran rumah dinas Wakil Bupati.[1]

 

Istilah rumah dinas adalah sebutan umum yang berlaku di masyarakat. Sedangkan peraturan perundang-undangan tidak mengenal istilah “rumah dinas”, melainkan “rumah negara”. Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara (Perpres 11/2008) mendefinisikan rumah negara sebagai berikut:

“Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau Pegawai Negeri.”

Ketentuan ini merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara (PP 31/2005). Rumah negara terdiri dari Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III dengan pengertian sebagai berikut:

  • Rumah negara golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut.
  • Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawai Negeri. Apabila Pegawai Negeri tersebut telah berhenti atau pensiun, rumah negara harus dikembalikan kepada negara.
  • Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.

Pengadaan rumah negara dilakukan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar atau tukar bangun atau hibah. Pengadaan rumah negara dengan cara tukar menukar atau tukar bangun dilakukan terhadap bangunan dan/atau tanah milik negara pada instansi pengguna barang. Dalam hal bangunan dan/atau tanah milik negara yang akan dipertukarkan berupa rumah negara beserta tanahnya, bangunan penggantinya diperuntukkan kembali untuk rumah negara sesuai dengan status golongan semula dan selebihnya dapat berupa rumah dan/atau bangunan lainnya. Pengadaan rumah negara dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar atau tukar bangun harus sesuai dengan standar tipe dan kelas rumah negara bagi pejabat dan Pegawai Negeri. Hal tersebut sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 Perpres 11/2008.

 

Berkaitan dengan kasus sewa rumah pribadi Bupat Blitar untuk rumah dinas, beberapa sumber menganggap tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (PP 109/2000) yang berbunyi bahwa “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan”.[2] Ketentuan tersebut memang benar menyatakan adanya persediaan terhadap rumah jabatan atau rumah negara. Akan tetapi, Perpres 11/2008 tidak mengenal pengadaan rumah negara dengan cara sewa menyewa. Sehingga dapat dikatakan, sewa menyewa tersebut bertentangan dengan tata cara pengadaan rumah negara yang diatur dalam Pasal 3 Perpres 11/2008.

 

Lebih lanjut, pelaksanaan pengadaan rumah negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dinyatakan Pasal 10 PP 109/2000 bahwa “Pengeluaran yang berhubungan dengan pelaksanaan Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.” Kepala Daerah memiliki tugas salah satunya berkaitan dengan APBD yaitu menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 65 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Meski demikian, Pasal 76 Ayat (1) huruf a UU Pemda mengatur larangan bagi Kepala Daerah, untuk membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Sewa menyewa rumah pribadi Bupati Blitar untuk pengadaan rumah dinas Wakil Bupati diduga memberikan keuntungan pribadi untuk Bupati Blitar. Terlebih dalam kasus ini, penyewaan tersebut disandarkan pada APBD, dimana perancangan dan penyusunannya pun dibuat oleh Bupati sendiri. Atas dugaan tindakan tersebut, Bupati Blitar dapat diberhentikan karena melanggar larangan Pasal 76 Ayat (1) UU Pemda. Pemberhentian dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa Bupati Blitar dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 65 UU Pemda.

 

Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam pengadaan rumah dinas atau rumah jabatan atau rumah negara, tidak mengenal sewa menyewa melainkan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar atau tukar bangun, dan hibah. Oleh karena itu, Bupati Blitar Sewakan Rumahnya ke Pemda Seharga 400 Juta diduga bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 Perpres 11/2008. Selain itu, tindakan sewa menyewa tersebut merupakan keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi bagi Bupati Blitar.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Yefta Christopherus Asia Sanjaya, Alasan Bupati Blitar Sewakan Rumah Pribadi untuk Rumdin Wabup, Diduga Menerima Rp 490 Juta, https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/20/141500665/alasan-bupati-blitar-sewakan-rumah-pribadi-untuk-rumdin-wabup-diduga?page=all.

[2] Asip Agus Hasani, Bupati Blitar Sewakan Rumah Pribadi untuk Rumah Dinas Wakil Bupati, h

ttps://surabaya.kompas.com/read/2023/10/16/212857378/bupati-blitar-sewakan-rumah-pribadi-untuk-rumah-dinas-wakil-bupati?page=all#.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.