Bullying, Hukum Perlindungan dan Pidana Anak

Bullying akhir-akhir ini kerap menjadi pembahasan yang hangat sebab banyak terjadi di Indonesia selama tahun 2023. Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying atau perundungan di lembaga pendidikan tercatat sebanyak 23 kali selama periode Januari-September 2023. Paling banyak terjadi di tingkat SMP, yakni sebesar 50 persen. Sedangkan SD mencapai 23 persen, SMA sejumlah 13,5 persen, dan SMK 13,5 persen.[1] Beberapa waktu lalu beredar video yang memperlihatkan sejumlah anak sekolah sedang melakukan penganiayaan dan perundungan terhadap seorang murid (korban). Akibat dari perbuatan tersebut, pihak kepolisian kemudian menetapkan 3 (tiga) siswa asal SMPN 2 Cimanggu, sebagai tersangka. Bahkan kasus ini menjadi perhatian United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).[2]

Hukuman bagi pelaku bullying atau perundungan tidak diatur secara spesifik dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, namun bukan berarti perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan hukuman pidana. Ada beberapa ketentuan pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku perbuatan bullying di antaranya adalah Pasal 170, 310 dan 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berkaitan dengan kasus bullying yang terjadi di Cilacap dikenakan ancaman hukuman 170 KUHP yang berbunyi:

(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Yang bersalah diancam:

  1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
  2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
  3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

Adanya Pasal 170 ayat (2) KUHP ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa kekerasan merupakan tindak pidana yang tidak dapat dianggap enteng. Menurut R. Soesilo sendiri di dalam bukunya, kekerasan yang dimaksud di dalam pasal tersebut adalah kekerasan yang merusak barang atau penganiayaan, tetapi bisa lebih kurang dari itu. Lalu, kekerasan dilakukan secara bersama dengan minimal dua orang. Selanjutnya, kekerasan itu memiliki sasaran atau tujuan yaitu berupa orang atau barang. Terakhir, kekerasan tersebut haruslah di depan umum, karena kejahatan ini memang merupakan golongan kejahatan ketertiban umum atau di muka publik.[3]

Seseorang yang melakukan tindak yang tergolong dalam Pasal 170 KUHP harus di tindak dan diproses sesuai dengan hukum yang belaku. Ketentuan ini mengatur terkait dengan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama. Secara bersama-sama artinya dilakukan oleh lebih dari satu orang atau beramai-ramai dilakukan dengan tenaga bersama yang dipersatukan baik dengan diperjanjikan ataupun dengan adanya dorongan secara kolektif untuk melakukan perbuatan tersebut, sedangkan pengeroyokan sendiri diartikan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dan dilakukan di muka umum.

Para pelaku dalam kasus bullying tersebut masih berusia 14 (empat belas) tahun atau dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, yang artinya anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Berkaitan dengan penanganan perkara anak, tentunya mendahulukan aspek keadilan restoratif (restorative justice). Namun, apabila upaya keadilan restoratif tidak dapat diwujudkan maka para pelaku tetap menjalankan rangkaian persidangan anak.

Dalam UU SPPA terdapat 2 (dua) jenis hukuman yaitu hukuman pidana dan tindakan. Berkaitan dengan hukuman pidana bagi anak terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 71 Ayat (1) dan (2) UU SPPA yang berbunyi:

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1) pembinaan di luar lembaga;

2) pelayanan masyarakat; atau

3) pengawasan

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan

e. penjara

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

 a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat

Anak yang dijatuhi hukuman pidana akan dilakukan pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 85 UU SPPA yang berbunyi:

(1) Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA.

(2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya. LPKA berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak-hak lainnya selama Anak menjalani masa hukuman pidananya. Hak yang diperoleh Anak selama ditempatkan di LPKA diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam pemberian hak tersebut, tetap perlu diperhatikan pembinaan bagi Anak yang bersangkutan, antara lain mengenai pertumbuhan dan perkembangan Anak, baik fisik, mental, maupun sosial Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mental Anak sebelum kembali ke masyarakat. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa sebagaimana dimaksud Pasal 81 ayat (2) UU SPPA.

Selain itu, UU SPPA juga mengatur terkait dengan pemenuhan hak-hak anak korban sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 90 UU SPPA yang berbunyi:

(1) Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas:

  1. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
  2. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
  3. kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Selain itu, berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik, Anak Korban yang salah satunya adalah korban bullying dapat meminta perlindungan ke lembaga kesejahteraan sosial anak. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak Korban berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani pelindungan anak terhadap kerugian yang disebabkan akibat bullying sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 91 UU SPPA.

 

Penulis: Adelya Hiqmatul M., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., CCD., & Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

[1] Beni Jo, Data Kasus Bullying Terbaru 2023 dari Cilacap hingga Balikpapan, https://tirto.id/kasus-bullying-terbaru-2023-dari-cilacap-hingga-balikpapan-gQCM

[2] Agung Laksono, Kasus Bully Siswa SMP di Cilacap Disorot UNESCO, Kapolresta Ditelepon Kapolri hingga Panglima TNI, https://video.tribunnews.com/view/659818/kasus-bully-siswa-smp-di-cilacap-disorot-unesco-kapolresta-ditelepon-kapolri-hingga-panglima-tni

[3] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Beserta Dengan Komentar Pasalnya, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, halaman 208

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.