Macam-macam Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan hak atas tanah merupakan perpindahan hak atas tanah dari pemegang hak yang lama kepada pemegang hak yang baru secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum yang mengatur mengenai peralihan hak atas tanah dapat kita temui dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP Pendaftaran Tanah). Pasal 37 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah menyatakan sebagai berikut :

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan atas ketentuan tersebut maka jenis-jenis peralihan hak dapat terjadi karena adanya jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pemindahan hak melalui lelang, serta pemindahan hak lainnya. Pemindahan hak lainnya tersebut dapat berupa pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan, hak pakai, lelang, pemberian hak tanggungan dan warisan.

Jika terjadi peralihan hak atas tanah, maka harus dibuat sebuah akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Namun, dalam ketentuan Pasal 37 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah juga dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik yang dilakukan diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT tetapi menurut Kepala Kantor Pertanahan kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Kategori kadar kebenaran yang dianggap cukup sebagaimana ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah tidak dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal Penjelasan sehingga yang menentukan kadar kebenarannya adalah Kepala Kantor Pertanahan.

Pembuatan akta peralihan hak atas tanah harus dihadiri oleh para pihak yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Kemudian PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya beserta dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Pasal 40 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah juga menyatakan bahwa PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan. Berbeda halnya dengan pemindahan hak pada umumnya, pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara peralihan hak atas tanah yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menunjukkan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dikukan oleh pemiliknya, sedangkan dialihkan menunjuk pada berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya.[1] Contoh peralihan hak atas tanah karena beralih misalnya yaitu pewarisan, sedangkan untuk peralihan hak atas tanah karena dialihkan misalnya yaitu melalui jual beli. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli biasanya dilakukan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), setelah dilaksanakannya kewajiban-kewajiban sebagaimana PPJB maka dibuatlah Akta Jual Beli (AJB). Hal yang sering menjadi pertanyaan yaitu apabila pembeli telah melaksanakan haknya dengan melakukan pembayaran sebagaimana ketentuan dalam PPJB, namun belum dibuat AJB, apakah hak atas tanah tersebut telah beralih?

Menanggapi pertanyaan yang demikian, dalam jual beli tanah dikenal dengan asas terang dan tunai sebagai syarat dalam proses jual beli tanah. Syarat terang yaitu perjanjian jual beli harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Sedangkan, syarat tunai yaitu adanya dua perbuatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu pemindahan hak dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga jual beli dari pembeli kepada penjual. Hal ini juga didukung ketentuan dalam Perdata Umum Angka 7 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (selanjutnya disebut SEMA 4/2016) yang menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik. Atas ketentuan tersebut, maka dapat dipahami bahwa walaupun belum dibuat AJB, selama pembeli telah membayar lunas harga tanah serta menguasai tanah, maka secara hukum peralihan hak atas tanah telah terjadi, sehingga hak atas tanah tersebut telah menjadi hak dari pembeli. Hal ini selaras dengan asas tunai sebagai syarat dalam proses jual beli tanah, dimana pemindahan hak dilakukan secara bersamaan, ketika pembeli telah melunasi pembayaran maka secara otomatis hak atas tanah berpindah kepada pembeli.

[1] https://www.harianproperty.com/Strategi/details/538/Apa-Itu-Peralihan-Hak-Atas-Tanah

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.