Bolehkah Polisi Memeriksa Handphone Warga?

Baru-baru ini publik dihebohkan dengan aksi seorang Polisi yang melakukan pemeriksaan terhadap ponsel milik seorang pemuda yang dicurigainya ketika sedang patroli.[1] Aksi tersebut terekam dalam cuplikan video yang sempat viral di media sosial. Dalam potongan video tersebut, seorang pemuda merasa keberatan handphone miliknya diperiksa oleh kepolisian dan menegaskan bahwa handphone tersebut merupakan ranah privasi sehingga aparat sekalipun tidak berhak membukanya.[2] Pembelaan yang dilakukan oleh seorang pemuda tersebut, dibantah oleh Polisi yang saat itu bertugas dan menyatakan bahwa apa yang dilakukannya telah sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP) kepolisian.[3] Video tersebut memicu reaksi dari beberapa pihak, diantaranya yaitu Direktur Eksekutif Institute Criminal & Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu yang mengkritik Polisi terkait dan menilai bahwa Polisi yang menggeledah tidak paham hukum.[4] Erasmus menyatakan bahwa seharusnya membuka handphone seseorang untuk mencari bukti harus dilakukan dengan mekanisme dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar juga menyampaikan pendapatnya yang menyatakan bahwa kewenagan Polisi untuk melakukan penggeledahan dan batasannya diatur dalam ketentuan Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 KUHAP.

Berkaitan dengan kasus tersebut, perlu diketahui bahwa pada dasarnya Kepolisian memiliki hak untuk melakukan penggeledahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:

“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

Kemudian, prosedur dalam penggeledahan seharusnya dilakukan dengan cara sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 37 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 33

    1. Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan;
    2. Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah;
    3. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya;
    4. Setiap kali memasuki nunah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir;
    5. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau -menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Pasal 34

    1. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan :
      1. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya;
      2. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
      3. di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
      4. di tempat penginapan dan tempat umum lainnya;
    2. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Pasal 35

Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki :

    1. ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat , Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    2. tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
    3. ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.

Pasal 36

Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalarn Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.

Pasal 37

    1. Pada waktu menangkap tersangka, penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita.
    2. Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan tersangka.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seharusnya Polisi yang hendak melakukan pemeriksaan dan penggeledahan terhadap handphone warga harus disertai dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri Setempat atau Surat Perintah tertulis dari penyidik sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Oleh karena itu, Polisi tidak dapat melakukan penggeledahan secara sewenang-wenang tanpa adanya dasar penyidikan yang jelas. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf I  dan Pasal 38 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkapolri 8/2009) yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 11 ayat (1)

“Setiap Petugas/Anggota Polri dilarang melakukan:

    1. melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum”

Pasal 38 Perkapolri 8/2009 mengatur mengenai Penghormatan Martabat dan Privasi Seseorang yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Setiap petugas Polri dalam melaksanakan investigasi wajib memperhatikan penghormatan martabat dan privasi seseorang terutama pada saat melakukan penggeledahan, penyadapan korespondensi atau komunikasi, serta memeriksa saksi, korban atau tersangka;
  2. Prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
    1. setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas serangan yang tidak berdasarkan hukum terhadap martabat dan reputasinya;
    2. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi tentang rahasia keluarga/ rumah tangganya;
    3. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi dalam berkomunikasi dengan keluarga dan atau penasihat hukumnya;
    4. tidak boleh ada tekanan fisik ataupun mental, siksaan, perlakuan tidakmanusiawi atau merendahkan yang dikenakan kepada tersangka, saksi atau korban dalam upaya memperoleh informasi;
    5. tidak seorangpun boleh dipaksa untuk mengaku atau memberi kesaksian tentang hal yang memberatkan dirinya sendiri;
    6. korban dan saksi harus diperlakukan dengan empati dan penuh pertimbangan;
    7. kegiatan-kegiatan investigasi harus dilakukan sesuai dengan hukum dan dengan alasan yang tepat; dan
    8. kegiatan investigasi yang sewenang-wenang maupun yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan, tidak diperbolehkan.

Pelaksanaan hal tersebut diawasi oleh setiap pejabat Polri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 60 Perkapolri 8/2009 yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Setiap pejabat Polri wajib:
    1. melakukan pengawasan penerapan HAM, terutama di lingkungan anggotanya;
    2. memberikan penilaian bagi anggota Polri dalam menerapan prinsip HAM dengan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi;
    3. memberikan tindakan koreksi terjadap tindakan anggotanya yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan HAM; dan
    4. menjatuhkan sanksi terhadap anggota Polri yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan HAM dalam pelaksanaan tugas.
  2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dijatuhkan melalui proses penegakan disiplin, penegakan etika kepolisian dan/atau proses peradilan pidana.

Bagi warga yang dilanggar privasinya sebagaimana kejadian diatas, maka sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti bahwa warga dapat melaporkan perbuatan sewenang-wenang tersebut melalui aplikasi “Propam Presisi” agar Divisi Profesi dan Pengamanan dapat melakukan pemeriksaan.[5]

[1] https://kumparan.com/kumparannews/ingat-ya-polisi-tak-bisa-sembarangan-cek-hp-warga-bisa-tolak-1wkveLMwXh0/1

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] https://tirto.id/kontroversi-polisi-paksa-periksa-hp-warga-langgar-privasi-etika-gkyk

[5] https://nasional.kompas.com/read/2021/10/19/13564141/kompolnas-polisi-tak-boleh-periksa-ponsel-warga-tanpa-surat-perintah

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.