Beracara di Lembaga Arbitrase

Indonesia sebagai Negara hukum[1], dimana dalam upaya penyelesaian sengketa perdata terdapat dua cara. Pertama, melalui jalur pengadilan atau dikenal sebagai jalur litigasi sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata. Kedua, melalui penyelesaian di luar pengadilan atau jalur non litigasi, salah satu penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi ialah alternatif penyelesaian sengketa salah satunya melalui lembaga Arbitrase. Keadaan saat ini menunjukan bahwa penyelesaian sengketa di pengadilan tidak lagi menjadi pilihan utama karena dianggap tidak cukup efektif dan efisien, terutama pada kalangan pedagang atau pebisnis yang harus bergerak cepat. Alasan yang paling sering digunakan oleh para pedagang atau pebisnis yang tidak memilih jalur pengadilan yakni memakan waktu yang lama dan sedikit rumit. Pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga Arbitrase (non litigasi) dianggap memberikan keuntungan tersendiri daripada melalui badan peradilan nasional, sehingga klausula Arbitrase semakin lazim dimasukkan di dalam kontrak dagang.[2] Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.[3]

Di Indonesia ada beberapa lembaga Arbitrase dalam penyelesaian kasus sengketa yaitu, BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal) dan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia).[4] Sedangkan, untuk Arbitrase Internasional ada beberapa lembaga Arbitrase yang paling banyak ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa bisnis diantaranya, yaitu  International Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC), dan Singapore International Arbitration Centre (SIAC).[5]

Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase yakni penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa dalam sebuah perjanjian. Sebelumnya para pihak perlu membuat perjanjian Arbitrase untuk memanfaatkan forum Arbitrase, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase, menyebutkan dasar dari penyelesaian dimaksud adalah perjanjian Arbitrase. Perjanjian Arbitrase dibentuk sebelum timbul sengketa atau dibuat setelah terjadinya sengketa, dan ketentuan undang-undang menghendaki perjanjian dibuat dalam dalam bentuk tertulis.

Suatu perjanjian Arbitrase adalah sah jika isinya memuat hal-hal yang disebutkan Pasal 9 UU Arbitrase. Pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase menyebutkan “Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui Arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak”. Pada ayat (2) menyebutkan perjanjian dibuat dalam bentuk akta notaris, perjanjian tersebut  yang isinya meliputi:[6]

  1. Masalah yang dipersengketakan,
  2. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak,
  3. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis Arbitrase,
  4. Tempat arbiter atau majelis Arbitrase akan mengambil keputusan nama lengkap sekretaris,
  5. Jangka waktu penyelesaian sengketa,
  6. Pernyataan kesediaan dari arbiter, dan
  7. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui Arbitrase.

Pasal 9 ayat (4) menyebutkan perjanjian Arbitrase yang tidak memuat materi yang tercantum dalam ketentuan seperti yang disebutkan diatas maka batal demi hukum.  Jika para pihak sepakat menyelesaian sengketa melalui Arbitrase tetapi kesepakatan itu timbul setelah sengketa, maka perjanjian tetap harus dibuat tertulis. Jika tidak sempat dibuat dalam bentuk tertulis yang ditandatangani kedua belah pihak, maka perjanjian itu harus dibuat dalam akta notaris. Dalam mengajukan permohonan Arbitrase, para pihak harus memenuhi persyaratan dokumen  yang diperlukan, antara lain sebagai berikut:

  1. Surat pemberitahuan mengadakan Arbitrase. Surat pemberitahuan merujuk pada pasal 8 UU Arbitrase yang berbunyi : “(1) Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat Arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
  2. Surat pemberitahuan untuk mengadakan Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memuat :
  3. Nama dan alamat para pihak;
  4. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian Arbitrase yang berlaku;
  5. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
  6. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
  7. Cara penyelesaian yang dikehendaki;
  8. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.

Pada prinsipnya masing-masing lembaga Arbitrase memiliki prosedur sendiri dalam mengatur mekanisme beracara di Arbitrase, yang dikenal dengan istilah “rule of arbitration”. Meskipun dalam praktek masing-masing lembaga Arbitrase membuka diri untuk menggunakan prosedur lain yang disepakati para pihak. Secara Umum prosedur yang harus dilakukan untuk permohonan proses Arbitrase adalah sebagai berikut:[7]

  1. Pendaftaran

Sebagai tahap awal, pemohon dapat mengajukan pendaftaran permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses Arbitrase kepada Sekretariat Lembaga Arbitrase yang dipilih para pihak.

  1. Permohonan Mengadakan Arbitrase (Request for Arbitration)

Dalam mengajukan permohonan, pemohon harus menyertakan beberapa informasi:

  • Nama dan alamat para pihak
  • Perjanjian Arbitrase antara pihak yang bersengketa
  • Fakta-fakta dan dasar hukum kasus Arbitrase
  • Rincian permasalahan
  • Tuntutan atau nilai tuntutan
  1. Dokumen

Pemohon harus melampirkan salinan otentik yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan dan salinan otentik perjanjian Arbitrase, dan dokumen lain yang relevan. Apabila ada dokumen yang akan menyusul, pemohon harus konfirmasi mengenai dokumen susulan tersebut.

  1. Penunjukan Arbiter
  • Pemohon dapat menunjuk seorang arbiter paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak permohonan arbitrase didaftarkan di lembaga Arbitrase yang dipilih. Apabila dalam batas waktu tersebut Pemohon tidak menunjuk seorang arbiter, maka penunjukan arbiter mutlak telah diserahkan kepada ketua Arbitrase.
  • Termohon dapat menunjuk seorang arbiter paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Termohon menerima permohonan arbitrase dari lembaga Arbitrase atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada lembaga Arbitrase. Apabila dalam batas waktu tersebut Termohon tidak menunjuk seorang arbiter atau tidak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penunjukan arbiter, maka penunjukan arbiter mutlak diserahkan kepada ketua lembaga Arbitrase.
  • Ketua Lembaga Arbitrase berwenang atas permohonan untuk memperpanjang waktu penunjukan arbiter dengan alasan-alasan yang sah tidak melebihi 14 (hari)
  1. Biaya Arbitrase

Permohonan mengadakan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran. Biaya pendaftaran dibayarkan saat melakukan permohonan sebesar Rp 2.000.000,-. Sementara untuk biaya administrasi lebih beragam tergantung besar tuntutan. Biaya tuntutan berkisaran dari yang lebih kecil yakni Rp 500.000.000 dengan costs 10% sampai lebih besar dari Rp 500.000.000.000 (lima Milyar) dengan costs 0,5%.[8]

Mengingat besarnya biaya dalam proses arbitrase ditentukan berdasarkan nilai tuntutan, maka dalam praktek para pihak pada umumnya hanya menuntut hal-hal yang dapat dibuktikan secara sah sebagai haknya, termasuk namun tidak terbatas dengan memasukkan biaya advokat yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hanya saja terkait gugatan immateriil dalam arbitrase pada prakteknya hampir tidak pernah digunakan karena gugatan immateriil sulit untuk dibuktikan besarannya.

Mengenai syarat dan penunjukan arbiter diatur dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 21 UU Arbitrase. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut secara singkat dijelaskan bahwa Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:[9]

  1. cakap melakukan tindakan hukum;
  2. berumur paling rendah 35 tahun;
  3. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
  4. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan Arbitrase; dan
  5. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

Terdapat syarat lain selain syarat tersebut yakni Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter (pasal 12 UU Arbitrase). Dalam menentukan Arbiter oleh para pihak dalam menyelesaikan perkara melalui Arbitrase terdapat tiga cara yang bisa dilakukan oleh para pihak dalam menentukan Arbiter, yaitu:[10]

  1. Arbiter tunggal.

Apabila para pihak yang memilih arbiter tunggal berarti penyelesaian perkara akan diperiksa dan diputus oleh satu orang arbiter. Menurut ketentuan Pasal 14 Ayat (1) UU Arbitrase disebutkan bahwa untuk dapat diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, diantara para pihak harus ada kesepakatan terlebih dulu untuk mengangkat arbiter tunggal. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah usulan arbiter diterima termohon para pihak belum juga mencapai kesepakatan mengenai penentuan arbiter tunggal, maka ketua pengadilan negeri dapat mengangkat arbiter tunggal atas permohonan salah satu pihak.

  1. Majelis arbiter.

Apabila para pihak sepakat bahwa penyelesaian sengketa akan diperiksa dan diputus oleh majelis arbiter, maka masing-masing pihak baik pemohon maupun termohon dapat menunjuk seorang arbiter. Undang-undang memberikan jangka waktu penunjukan arbiter paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan berlakunya syarat Arbitrase diterima. Jika salah satu pihak  tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis Arbitrase dalam jangka waktu tersebut, maka arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.

  1. Arbiter dari masing-masing Pihak

Apabila masing-masing pihak telah menunjuk seorang arbiter, maka dua orang arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak tersebut memiliki wewenang untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. Arbiter ketiga yang ditunjuk oleh dua orang arbiter inilah yang kemudian akan menjadi ketua majelis Arbitrase. Namun, dalam hal kedua arbiter yang telah ditunjuk tersebut tidak berhasil menunjuk arbiter ketiga dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah arbiter yang terakhir ditunjuk, maka ketua pengadilan negeri dapat mengangkat arbiter ketiga atas permohonan salah satu pihak. Menurut Pasal 15 Ayat (5) UU Arbitrase terhadap pengangkatan arbiter yang dilakukan oleh ketua pengadilan negeri ini tidak dapat diajukan upaya pembatalan.

Menurut Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Peraturan MA 1/2016”), mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediator disini adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membatu para pihak dalam proses perundingan untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Berikut persamaan dan perbedaan antara mediasi dan Arbitrase :

No

Persamaan

Perbedaan

1Merupakan alternatif penyelesaian sengketa, yaitu sebuah cara penyelesaian masalah di luar persidangan;

 

–          Pada Mediasi, pihak ketiga adalah Mediator yang bertugas sebagai penengah, memfasilitasi proses negosiasi dan sebatas memberi masukan.

–          Sedangkan pada Arbitrase, pihak ketiga adalah Arbriter yang dapat memberikan putusan atas permasalahan.

 

2Menunjuk dan menggunakan pihak ketiga sebagai pihak netral yang menengahi–          Pada Mediasi hasil bersifat Win-Win Solution,

–          Sedangkan Arbitrase hasilnya bersifat Win-Lose Judgement

3Keduanya bertujuan untuk mempersingkat proses penyelesaian masalah/sengketa.

 

–          Pada Mediasi, saran Mediator bersifat tidak mengikat, sehingga para pihak yang menentukan.

–          Sedangkan pada Arbitrase, bersifat mengikat karena Arbriter yang membuat putusan dan mempunyai kekuatan eksekutorial

 

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional dilakukan berdasarkan Pasal 59–Pasal 64 UU Arbitrase, pada ketentuanya yakni pendaftaran putusan Arbitrase ke Panitera Pengadilan Negeri dilakukan oleh arbiter atau kuasanya. Sedangkan pelaksanaan putusan Arbitrase internasional dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 65 – Pasal 69 UU Arbitrase.

  1. Tahap Pendaftaran. Putusan Arbitrase tersebut harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (pasal 65 UU Arbitrase). Berdasarkan pasal 67 UU Arbitrase, pendaftaran putusan Arbitrase asing dilakukan dengan penyerahan putusan Arbitrase ke Panitera Pengadilan Jakarta Pusat oleh arbiter atau kuasanya.
  2. Setelah pendaftaran ini, diajukan permohonan eksekuatur kepada PN Jakarta Pusat (pasal 67 UU Arbitrase). Terhadap permohonan ini, Ketua PN akan mengeluarkan perintah yang mengakui dan memerintahkan pelaksanaan putusan Arbitrase asing ini.
  3. Setelah perintah Ketua PN diterima, pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memiliki kompetensi relatif untuk melaksanakannya (pasal 69 ayat 1 UU Arbitrase). Tata cara pelaksanaan eksekusi dilakukan sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata.

[1] Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undangan Dasar tahun 1945

[2] https://bahasan.id/mengenal-penyelesaian-sengketa-melalui-Arbitrase/

[3] Ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-undang no 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

[4] https://www.dslalawfirm.com/uu-Arbitrase/

[5] https://kliklegal.com/mengenal-lembaga-lembaga-Arbitrase-internasional/

[6] Ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

[7] https://www.dslalawfirm.com/id/pengertian-arbitrase/

[8] https://www.dslalawfirm.com/pengertian-arbitrase/

[9] Penjelasan ketentuan Pasal 12 sampai dengan Pasal 21 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

[10] https://bplawyers.co.id/2020/02/17/penunjukan-arbiter-dalam-proses-arbitrase/

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.