Batas Wilayah Negara Secara Internasional

Batas-batas wilayah suatu negara merupakan suatu hal yang penting jika kita melihat dari aspek geografis, hukum maupun politis.[1] Secara geografis, adanya batas wilayah yaitu sebagai tanda luas wilayah suatu negara yang meliputi daratan, lautan dan udara yang ada diatasnya. Kemudian secara hukum, batas wilayah negara menentukan ruang lingkup berlakunya hukum nasional suatu negara. Sedangkan secara politik, batas wilayah negara merupakan akhir dari jangkauan kekuasaan tertinggi suatu negara atas wilayah dan segala sesuatu yang ada dalam wilayah tersebut.[2] Aturan mengenai batas wilayah negara secara internasional merupakan bagian dari kajian hukum internasional. Hukum internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan antar negara dan antar subyek hukum internasional lainnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Hukum Perang Internasional”, sumber-sumber hukum dalam hukum internasional disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Pengadilan International (International Court of Justice) yang terdiri dari hal-hal sebagai berikut :

    1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang membentuk aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh masyarakat internasional;
    2. Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu praktek umum yang diterima sebagai hukum;
    3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab;
    4. Keputusan-keputusan Mahkamah dan ajaran dari para ahli yang sangat kompeten dari berbagai bangsa, sebagai sumber hukum tambahan untuk menentukan supremasi hukum.

Hal tersebut juga berlaku terhadap hukum batas wilayah negara yang juga merupakan bagian dari hukum internasional.

Berdasarkan Konvensi Montevideo 1933, salah satu unsur dari negara adalah wilayah yang menjadikan suatu negara memiliki kedaulatan.[3] Dengan adanya kedaulatan, negara memiliki kekuasaan untuk menerapkan hukumnya atau yurisdiksi negara terhadap apapun dan siapapun, baik negaranya sendiri maupun negara asing yang berada dalam wilayah negara tersebut. Wilayah negara terdiri dari wilayah daratan, wilayah perairan dan wilayah udara yang diberikan batas wilayah sebagaimana ketentuan dalam hukum internasional.[4]Namun, dapat kita ketahui bahwa tidak semua negara memiliki wilayah perairan (laut) seperti Laos, Kamboja, Swiss, Austria, Kazakstan, Uzbekistan, Azerbaizan, Irak, Kongo, Nigeria dan beberapa negara lainnya.[5] Dengan demikian, tidak semua negara memiliki 3 (tiga) wilayah dimensi yang terdiri dari wilayah daratan, wilayah udara, dan wilayah perairan (laut), namun tidak satupun negara didunia ini yang tidak memiliki wilayah daratan dan ruang udara.[6]

Beberapa ketentuan dalam hukum internasional yang mengatur mengenai batas wilayah negara diantaranya yaitu bermula sejak diadakannya Konferensi Kodifikasi Hukum Laut di Den Haag Tahun 1930, kemudian Putusan Mahkamah Internasional Tahun 1951 berkaitan dengan penarikan garis pangkal untuk menentukan perbatasan wilayah laut Norwegia, berlanjut pada Konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958 dan terakhir yaitu Konvensi Hukum Laut tahun 1982 atau yang biasa disebut dengan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982).[7]Hadirnya garis pangkal lurus kepulauan dalam UNCLOS 1982 merupakan pertumbuhan hukum unsur-unsur garis-garis pangkal lurus (straight baselines) yang lahir sebelumnya. Perkembangan tersebut memberikan rasa keadilan bagi negara-negara kepulauan di dunia yang memiliki unsur geografis yang berbeda. Tujuan utama dalam konvensi tersebut, yaitu diharapkan adanya UNCLOS 1982 memberikan rasa keadilan yang universal bagi seluruh negara di dunia dalam hal penentuan garis teritorial.[8]

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan sebagian wilayahnya merupakan perairan, oleh karena itu Indonesia meratifikasi ketentuan dalam Konvensi Jenewa 1958 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1961 tentang Persetujuan Atas Tiga Konvensi Tahun 1958 Mengenai Hukum Laut dan UNCLOS 1982 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Indonesia hanya memiliki perbatasan wilayah daratan dengan 3 (tiga) negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, sedangkan untuk perbatasan wilayah laut, Indonesia mempunyai perbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste.[9] Penentuan batas wilayah negara Indonesia dengan negara-negara tetangga tersebut telah ditetapkan dalam perjanjian perbatasan, contohnya yaitu untuk perbatasan wilayah daratan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan dan pulau Sebatik (disebelah Timur pulau Kalimantan), kesepakatan antar dua negara mengacu pada perjanjian perbatasan Treaty 1891 antara Inggris (yang waktu itu menjajah Malaysia) dan Hindia Belanda (menjajah Indonesia pada saat itu), serta Konvensi 1951 dan 1928.[10] Kemudian, setelah ditetapkannya batas-batas wilayah laut dalam UNCLOS 1982 apabila dikemudian hari terjadi perselisihan mengenai batas wilayah, maka negara peserta wajib menyelesaikan sengketa melalui jalan damai sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan tunduk pada lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 UNCLOS 1982 yaitu :

    1. Mahkamah Internasional;
    2. Pengadilan Internasional untuk hukum laut;
    3. Arbitrase Umum atau Arbitrase Khusus.

 

 

[1] Budi Hermawan Bangun, Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasn Negara : Perspektif Hukum Internasional, Tanjungpura Law Jurnal, Vol. 1, Issue 1, Pontianak : Universitas Tanjungpura, Januari 2017, hal. 52

[2] Ibid.

[3] Pudak Nayati, Peran Hukum Internasional dan Perbatas Wilayah Negara, Jurnal Hukum, No. 57, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, 2005, hal. 268

[4] Ibid, hal 268

[5] Saefullah Wiradipradja, Wilayah Udara Negara (State Air Territory) Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional dan Nasional Indonesia, Jurnal Hukum Internasional, Vol. 6, No.4, Jakarta : Universitas Indonesia, Juli 2009, hal. 498-499.

[6] Ibid.

[7] Adi Sumardiman, Beberapa Dasar Tentang Perbatasan Negara, Jurnal Hukum International, Vol. 1, No. 3, Jakarta : Universitas Indonesia, April 2004, hal. 502

[8] Ibid.

[9] Pudak Nayati, Op Cit, hal. 269-270.

[10] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.