Bagaimana Pengisian Posisi Menteri Ketika Menteri Tertangkap Melakukan Tindak Pidana?

Pada tanggal 25 November 2020 terjadi operasi tangkap tangan yang dilakukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menetapkan Edhy Prabowo dan 6 (enam) orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster.[1]KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya sebagaimana yang disampikan oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Dalam kasus ini para tersangka diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian mengalami Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1), Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).

Perlu diketahui bahwa saat ini status Edhy Prabowo dalam kasus tersebut masih sebagai tersangka sehingga tidak dapat dilakukan pemberhentian dari jabatannya sebagaimana ketentuan dalam  Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (selanjutnya disebut UU Kementerian Negara) menyatakan bahwa :

(2) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena:

    1. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
    2. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;
    3. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
    4. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau
    5. alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.

(3) Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dalam hal Menteri terduga pelaku tindak pidana masih dalam proses penyidikan tidak dapat diberhentikan sementara oleh Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (3) UU Kementerian Negara yang mensyaratkan bahwa Presiden dapat melakukan pemberhentian sementara apabila Menteri tersebut telah ditetapkan sebagai terdakwa.  Berbeda halnya jika Menteri terkait mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a UU Kementerian Negara. Apabila nantinya Menteri diberhentikan sementara oleh Presiden atau Menteri diberhentikan dari jabatannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) UU Kementerian Negara, maka akan terjadi kekosongan jabatan sebagai Menteri, sehingga diperlukan orang yang dapat mengisi jabatan tersebut.

Pada kasus Edhy Prabowo, Edhy Prabowo telah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 27 November 2020, namun masih menunggu keputusan resmi dari Presiden Joko Widodo.[2] Apabila surat pengunduran diri tersebut disetujui oleh Presiden, maka akan terjadi kekosongan jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan pada masa akan datang. Untuk saat ini, Pemerintah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim (sementara). Namun, dalam ketentuan Pasal 23 UU Kementerian Negara dinyatakan bahwa Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 122 huruf j Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa Menteri dan jabatan setingkat Menteri termasuk sebagai kategori pejabat negara. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Luhut Binsar Panjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak dapat merangkap jabatan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edhy Prabowo. Walaupun demikian, UU Kementerian Negara tidak mengatur mengenai konsekuensi atau sanksi yang dapat dikenakan apabila melanggaran ketentuan dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara tersebut.

 

[1] https://nasional.kompas.com/read/2020/11/26/11000021/ott-menteri-edhy-prabowo-terjerat-kasus-suap-izin-ekspor-benih-lobster?page=all

[2] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5272365/mundur-dari-menteri-kp-edhy-prabowo-kirim-surat-ke-jokowi

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.