Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Sebagai Syarat Fasilitas Publik

Baru-baru ini pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai mewajibkan kartu peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan publik.[1] Kewajiban kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat fasilitas publik dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (selanjutnya disebut Inpres 1/2022). Diterbitkannya Inpres 1/2022 tersebut mendapatkan reaksi dari berbagai kalangan, salah satunya yaitu Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati yang mengaku terkejut atas adanya ketentuan yang mengatur kepesertaan di BPJS sebagai syarat pada banyak urusan administrasi publik.[2] Secara umum, Inpres 1/2022 tersebut berisi instruksi kepada berbagai kementerian atau lembaga hingga kepala daerah untuk mengambil langkah dalam optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).[3] Berdasarkan Inpres 1/2022 syarat bukti kepesertaan BPJS Kesehatan berlaku untuk sejumlah hal, antara lain jual-beli tanah, pembuatan SIM, STNK, dan SKCK hingga kepesertaan calon jemaah haji dan umrah.

Inpres 1/2022 pada dasarnya menginstruksikan kepada para Menteri dan beberapa lembaga untuk menjadikan kartu kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai persyaratan untuk mengurus keperluan administrasi publik, diantaranya:

  1. Kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk melakukan upaya agar peserta penerima Kredit Usaha Rakyat menjadi Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  2. Kepada Menteri Dalam Negeri untuk mewajibkan pemohon perizinan berusaha dan pelayanan publik di daerah menjadi Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  3. Kepada Menteri Agama untuk :
  4. mensyaratkan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  5. memastikan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan baik formal maupun nonformal di lingkungan Kementerian Agama merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
  6. Kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar pemohon pelayanan administrasi hukum umum, pelayanan kekayaan intelektual, dan pelayanan keimigrasian merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional:
  7. Kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk memastikan pemohon pengurusan maupun perpanjangan perizinan berusaha di bidang ketenagakerjaan merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  8. Kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memastikan pelaksana proyek dan para pekerja pada proyek pembangunan infrastruktur dan perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan Peserta Aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  9. Kepada Menteri Pertanian untuk memastikan petani penerima program Kementerian Pertanian, tenaga penyuluh, dan pendamping program Kementerian Pertanian merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
  10. Kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk memastikan nelayan, awak kapal perikanan, pembudidaya ikan, petambak garam, pengolah ikan, dan pemasar ikan penerima program Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
  11. Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak tanah karena jual beli merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
  12. Kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk memastikan seluruh anggota direksi, anggota dewan  komisaris/dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara beserta anggota keluarganya merupakan Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  13. Kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk melakukan langkah-langkah agar pengurus, pengawas, dan anggota koperasi serta pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah menjadi Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  14. Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional;
  15. Kepada Kepala Badan Perlindungan Pekerja Miran Indonesia untuk :
  16. mewajibkan calon Pekerja Migran Indonesia menjadi Peserta aktif program Jaminan Kesehatan Nasional:
  17. mewajibkan Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 (enam) bulan untuk menjadi Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional selama berada di luar negeri.
  18. Kepada Para Gubernur untuk memastikan seluruh Pelayanan Terpadu Satu Pintu mensyaratkan kepesertaan aktif program Jaminan Kesehatan Nasional sebagai salah satu kelengkapan dokumen pengurusan perizinan berusaha dan pelayanan publik:
  19. Kepada Para Bupati untuk memastikan setiap penduduk yang berada di wilayahnya terdaftar sebagai Peserta aktif program Jaminan Kesehatan Nasional.

 

Berdasarkan instruksi tersebut secara tidak langsung menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai suatu kewajiban bagi setiap orang. Masyarakat Indonesia yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan akan mengalami kesulitan dan banyak kendala dalam hal akan mengurus kebutuhan administrasi dirinya.

Pada dasarnya Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UU 45) menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

Berdasarkan hal tersebut, maka memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak bagi setiap orang. Kemudian berkaitan dengan dibentuknya BPJS, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS) yaitu bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Namun, dengan diterbitkannya Inpres 1/2022 maka dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung hal yang diamanatkan sebagai hak dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 45 menjadi kewajiban bagi setiap orang, sehingga tidak sedikit orang yang merasa keberatan atas kebijakan tersebut. Terlebih lagi hal yang diinstruksikan dalam Inpres 1/2021 mengenai kewajiban kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai persyaratan administrasi pelayan publik tidak memiliki korelasi diantara keduanya sebagaimana pendapat Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim yang mengatakan sebagai berikut:[4]

Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan merupakan bagian dari praktik kekuasaan yang konyol, irasional, dan sewenang-wenang,”

Mengingat pelayanan dan klaim BPJS terbatas untuk beberapa pelayanan baik perawatan maupun obat serta harganya yang terus merangkak naik, dan dengan adanya kewajiban bagi masyarakat untuk memiliki BPJS, maka ada baiknya sembari mewajibkan keanggotaan BPJS maka pemerintah juga meningkatkan pelayanan BPJS untuk benar-benar memberikan jaminan bagi masyarakat umum atas suatu hak kesehatan.

[1] https://www.cnbcindonesia.com/news/20220221171348-16-317077/bpjs-kesehatan-syarat-wajib-layanan-publik

[2] https://nasional.kompas.com/read/2022/02/21/16203611/anggota-dpr-terkejut-bpjs-kesehatan-jadi-syarat-banyak-urusan-layanan-publik

[3] Ibid.

[4] https://news.detik.com/berita/d-5949448/komisi-ii-dpr-kritik-bpjs-jadi-syarat-jual-beli-tanah-konyol-dan-irasional

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.