Asuransi dan Reasuransi Syariah Serta Hubungan Antara Keduanya

Asuransi dan Reasuransi Syariah
Menurut pasal 246 wetboek wan koophandel, yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.[1] Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Selanjutnya disebut UU 40/2014), asuransi berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pengganti kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
Berbeda dengan perbankan syariah yang sudah memiliki aturan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, asuransi syariah sampai saat ini belum memiliki aturan tersendiri. Pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia diatur dalam beberapa aturan berikut, yaitu: Surat Keputusan Direktur jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, dan UU 40/2014. Ada tiga jenis asuransi syariah yang wujudnya sesuai dan disamakan dengan tiga jenis asuransi dalam UU 40/2014 antara lain: asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan reasuransi.
Reasuransi syariah (retakaful) adalah suatu proses saling menanggung yang dilakukan antara dua pihak, yang disebut pemberi sesi dan penanggung ulang dengan proses suka sama suka dan berbagai resiko serta persyaratan yang ditetapkan dalam akad yang dikenal dengan nama konsep sharing of risk.[2] UU 40/2014 menyebutkan bahwa reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. Reasuransi juga sebagai istilah yang dipakai ketika satu perusahaan asuransi melindungi dirinya terhadap risiko asuransi dengan memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain.[3]
Â
Hubungan Antara Asuransi dan Reasuransi Syariah
Hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual relationship, yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan sulit berkembang tanpa reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa asuransi. Hubungan keduanya ditransformasikan dalam bentuk kerjasama treaty yaitu perjanjian bisnis yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan kapasitas otomatis kepada asuransi dan sebaliknya. Kerjasama antara asuransi dan reasuransi berbentuk facultative, yaitu bentuk kerjasama pilihan yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan reasuransinya.
Kedua bentuk kerjasama tersebut didasarkan pada proses underwriting yang prudent. Itu berarti tidak seluruh portofolio penutupan asuransi syariah akan mendapat backup dari reasuransi syariah. Hal tersebut dikarenakan melalui proses underwriting di reasuransi syariah, akan dilakukan klasifikasi dan seleksi risiko yang ditawarkannya. Risiko yang baik saja yang akan mendapat dukungan reasuransi, sedangkan untuk resiko yang kurang baik kemungkinan akan ditolak atau dukungannya tidak maksimal seiring dengan kualitas risikonya.[4]
Dengan demikian prinsip asuransi dan reasuransi syariah yang diterapkan adalah prinsip saling tolong menolong yang kemudian mendorong para peserta asuransi syariah saling membantu peserta lainnya yang tertimpa musibah. Oleh karena itu, perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana peserta asuransi syariah tersebut. Begitupun halnya dengan hubungan antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi.[5]
Penulis: Hasna M. Asshafri, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Masyfuk Zuhdi, Islam dan keluarga berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986, hlm. 162.
[2] Abdullah Amrin, Asuransi Syariah; Keberadaan dan Kelebihannya di tengah Asuransi Konvensional, (Jakarta: PT. Elex Media komputindo), h. 124.
[3] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim: Jakarta), hal 93.
[4] Sulistyowati, Dinamika dan Problematika Asuransi Syariah, el-Qist Vol. 02 No. 2 Oktober 2012.
[5] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 1.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerselisihan Hak dan Perselisihan Kepentingan Sebagai perselisihan Hubungan Industrial;...
Akta Kelahiran dan Berikut Syarat-Syarat Dokumen Pencatatan Kelahiran

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.