Asas Proporsionalitas & Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian

Asas proporsionalitas dan asas keseimbangan merupakan asas yang berlaku dalam hukum perjanjian. Pengertian asas proporsionalitas dan asas keseimbangan seringkali disamaartikan, sehingga sulit untuk membedakan keduanya. Pada dasarnya asas proporsionalitas dan asas keseimbangan merupakan asas yang tidak dapat dipisahkan, namun menurut Agus Yudha Hernoko dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial” hal. 74 menyatakan bahwa sesederhana apapun pemahaman mengenai asas proporsionalitas dan asas keseimbangan, masih dapat ditarik benang merahnya melalui pemahaman yang lebih komprehensif untuk membedakan keduanya. Agus Yudha Hernoko mengartikan asas keseimbangan dan asas proporsionalitas sebagai berikut[1] :
- Keseimbangan acap kali diartikan dalam kesamaan, sebanding dalam jumlah, ukuran atau posisi. Dalam perspektif kontrak, asas keseimbangan diberikan penekanan pada posisi tawar para pihak harus seimbang. Tidak adanya keseimbangan para pihak mengakibatkan kontrak menjadi tidak seimbang dan membuka peluang intervensi penguasa untuk menyeimbangkannya;
- Proporsionalitas (Asas proporsionalitas) acap kali sekadar dipahami dalam konteks hukum pembuktian, meskipun pada dasarnya asas proporsionalitas harus dimaknai sebagai pembagian hak dan kewajiban menurut proporsi yang meliputi segenap aspek kontraktual secara keseluruhan.
Pengertian asas keseimbangan lebih abstrak pemahamannya dibandingkan dengan asas proporsionalitas.[2] Berdasarkan atas beberapa pendapat, antara lain Sutan Remy Sjah-deini, Mariam Darus Badrulzaman, Sri Gambir Melati Hatta serta Ahmadi Miru disimpulkan bahwa memberi makna secara umum asas keseimbangan sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak, apabila terjadi ketidakseimbangan posisi yang menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak diperlukan intervensi otoritas tertentu (pemerintah).[3] Asas keseimbangan (equal-equilibrium) akan bekerja memberikan keseimbangan apabila posisi tawar para pihak dalam menentukan kehendak menjadi tidak seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan yaitu hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan kewajibannya.
Contoh penerapan asas keseimbangan yaitu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen). Konsumen merupakan objek aktivitas bisnis bagi pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya yang dalam hal ini posisi konsumen relatif lemah. Oleh karena itu, diterbitkannya UU Perlindungan Konsumen untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dengan mengatur mengenai larangan-larangan, hak serta kewajiban baik konsumen maupun pelaku usaha. Hal tersebutlah daya kerja asas keseimbangan, sehingga secara imperatif pelaku usaha terikat atas ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen guna terciptanya keseimbangan posisi diantara konsumen dengan pelaku usaha.
Sedangkan ruang lingkup dan daya kerja asas proporsionalitas lebih dominan pada kontrak komersial dengan asumsi dasar bahwa karakteristik kontrak komersial menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan, sehingga tujuannya berorientasi pada keuntungan bisnis dengan pertukaran hak dan kewajiban yang proposional (fair). Hal inilah yang menjadi pembeda antara asas keseimbangan dengan asas proporsionalitas, dimana asas keseimbangan lebih bermakna terhadap posisi atau keseimbangan kedudukan para pihak, sedangkan asas proposionalitas tidak dilihat dari konteks keseimbangan-matematis (equilibrium), tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair. Menurut pendapat Peter Mahmud Marzuki menyebut asas proporsionalitas dengan istilah (equitability contract) dengan unsur justice serta fairness.[4]
Merujuk pada asas aequitas praestasionis yaitu asas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Apabila para pihak dalam kontrak dalam keadaaan yang tidak sama, maka hal ini tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dominan untuk memaksakan kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain. Situasi demikian dapat dikatakan bahwa asas proporsionalitas bermakna equitability.[5] Tujuan dari asas proporsionalitas yaitu memberikan hak dan kewajiban para pihak secara adil dan patut. Contoh mengenai penerapan asas proporsionalitas misal A dan B ingin membeli sebungkus jeruk yang berisi 10 biji dengan harga 10 ribu, A memiliki uang 4 ribu sedangkan B memiliki uang 6 ribu. Berdasarkan asas proporsionalitas maka A berhak mendapatkan 4 buah jeruk, sedangkan B mendapatkan 6 buah jeruk. Hal ini merupakan bentuk kesetaraan dan proporsional sesuai dengan apa yang dimiliki masing-masing orang, walaupun jumlahnya satu sama lain tidak sama.
[1] Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta : Kencana, 2010, hal. 78-79.
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid, hal. 86
[5] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.