Arbitrase Untuk Perjanjian Multinasional

Perkembangan zaman telah banyak membawa perubahan dalam aspek kehidupan, salah satunya yaitu dalam dunia perdagangan. Perdagangan atau bisnis merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam perputaran perekonomian dunia. Perusahaan-perusahaan berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi yang signifikan, sehingga perkembangannya tidak hanya dalam ruang lingkup nasional tetapi juga internasional. Dalam perdagangan internasional memungkinkan terjadinya kerjasama perusahaan-perusahaan antar negara yang dibuat dalam perjanjian. Perjanjian yang digunakakan untuk dagang antar negara atau dalam ruang lingkup internasional disebut dengan perjanjian multinasional. Perjanjian yang dibuat diantara para pihak pelaku bisnis tidak mungkin selalu berjalan lancar sesuai dengan kehendak para pihak, dalam perjanjian tersebut dimungkinkan apabila salah satu atau beberapa pihak melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Adanya wanprestasi tersebut mengakibatkan timbulnya konflik atau sengketa diantara para pihak. Salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa tersebut yaitu melalui arbitrase internasional.

Arbitrase internasional adalah salah satu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga diluar peradilan umum yang dapat dilakukan oleh para pihak antar negara. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus berdasarkan atas persetujuan tertulis para pihak sebelumnya. Persetujuan tertulis tersebut merupakan syarat mutlak dalam hal permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sehingga dengan persetujuan tersebut lembaga arbitrase dapat menjalankan yurisdiksinya. Sebagian pelaku bisnis akan memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase karena sifatnya yang tertutup dan relatif lebih efektif. Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yaitu :

    1. Penyelesaian sengketanya relatif lebih cepat, karena putusan arbitrase yang bersifat final, sehingga tidak dapat dilakukan upaya hukum lain seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali sebagaimana dalam peradilan umum;
    2. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan secara rahasia dan tertutup sesuai dengan keinginan para pihak yang bersengketa, sehingga menutup kemungkinan persoalan bocor ke media massa;
    3. Hukum acara dalam penyelesaian sengketanya dapat dilakukan berdasarkan atas kehendak para pihak, dan arbiter atau majelis arbitrase yang akan menjadi penengah dapat dipilih oleh para pihak.

Dasar hukum yang mengatur mengenai arbitrase internasional ini yaitu United Nations Conference On International Commercial Arbitration, Convention On The Recognation And Enforcment Of Foreign Arbitral Awards (selanjutnya disebut Konvensi New York 1958). Konvensi tersebut mulai berlaku sejak 7 Juni 1959 dan hingga saat ini telah diratifikasi oleh lebih dari 150 negara di dunia termasuk Indonesia. Indonesia meratifikasi Konvensi New York pada tanggal 5 Agustus 1981 dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Mengesahkan “, Convention On The Recognation And Enforcment Of Foreign Arbitral Awards” Yang Telah Ditandatangani Di New York Pada Tanggal 10 Juni 1958 Dan Telah Mulai Berlaku Pada Tanggal 7 Juni 1959 (selanjutnya disebut Keputusan Presiden atas Ratifikasi Konvensi New York 1958). Putusan arbitrase wajib diakui di negara yang telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi New York Tahun 1958 sebagaimana ketentuan dalam Article III yang menyatakan :

“Each Contracting States hall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the award is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall not be imposed substantially more onerous conditions or higher fees or charges on the recognition or enforcement of arbitral awards to which this Convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arhitral awards.”

            Negara yang telah meratifikasi Konvensi New York 1958 beberapa diantaranya memiliki lembaga arbitrase sendiri seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), The Netherlands Arbitration Institute (NAI), The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA), The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB) dan lain sebagainya. Penentuan badan atau lembaga arbitrase negara mana yang berhak untuk menyelesaikan sengketa tergantung pada perjanjian dan kesepakatan para pihak dalam perjanjian arbitrase sebelum diajukannya permohonan penyelesaian sengketa arbitrase. Di Indonesia berdasarkan ketentuan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU AAPS) menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan atas kesepakatan para pihak. Berdasarkan hal tersebut, maka para pihak berhak untuk menentukan badan atau lembaga arbitrase mana yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa. Apabila para pihak memilih BANI sebagai lembaga penyelesaian sengketanya, maka pemohon dapat memilih salah satu kantor domisili BANI untuk mengajukan permohonan pendaftaran penyelesaian sengketa.

Hasil dari arbitrase internasional tersebut berupa putusan arbitrase internasional. Putusan arbitrase internasional, harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dapat dilaksanakan di Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 67 ayat (1) UU AAPS. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 65 UU AAPS, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan syarat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 66 UU AAPS yang menyatakan :

“Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;
    2. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;
    3. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
    4. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang dimaksud dengan eksekuatur yaitu suatu putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan dengan putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk perintah pelaksanaan; dan
    5. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Berdasarkan hal tersebut, maka putusan arbitrase internasional tidak diakui dan tidak dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia, apabila tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 66 UU AAPS.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.