Apakah Developer yang Tidak Menyerahkan Unit Pada Saat Jatuh Tempo Sesuai Perjanjian Kepada Pembeli Dapat Menjadi Dasar Diajukannya Kepailitan

Developer merupakan instansi perorangan atau perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan perumahan. Membeli rumah yang dibangun developer bagi sebagian orang dianggap sebagai langkah yang praktis, karena pembeli dapat menikmati rumah tanpa memikirkan mengenai material-material dan perencanaan untuk membangun suatu rumah. Biasanya pembelian sebuah rumah kepada developer dilakukan dengan memesan atau melakukan indent dengan membayar sejumlah uang pengikat atau down payment, walaupun bangunan rumah belum ada secara fisik. Tentu saja cara ini memungkinkan terjadinya resiko yang tinggi yang memungkinkan salah satu diantara kedua belah pihak tidak tepat janji.

Menghindari terjadinya persoalan dalam jual beli rumah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (selanjutnya disebut Kementerian PUPR) mengesahkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (Permen PUPR tentang PPJB). Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yaitu rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli sebelum ditanda tangani Akta Jual Beli. Sedangkan Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (selanjutnya disebut PPJB) adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan (developer) dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dilakukan oleh pelaku pembangunan (developer) sebelum persyaratan-persyaratan jual beli atas tanah dan/atau rumah dan/atau satuan rumah susun terpenuhi.

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Permen PUPR tentang PPJB, PPJB dilakukan saat proses pembangunan rumah, yang artinya rumah masih belum selesai dalam pembangunannya, sehingga PPJB dibuat hanya untuk mengikat secara resmi terjadinya jual beli unit rumah. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) Permen PUPR tentang PPJB, PPJB setidaknya memuat :

 

    1. identitas para pihak; 
    2. uraian objek PPJB;
    3. harga Rumah dan tata cara pembayaran; 
    4. jaminan pelaku pembangunan;
    5. hak dan kewajiban para pihak; 
    6. waktu serah terima bangunan; 
    7. pemeliharaan bangunan; 
    8. penggunaan bangunan; 
    9. pengalihan hak; 
    10. pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan 
    11. penyelesaian sengketa.

 

Hal-hal tersebut secara rinci dijelaskan dalam lampiran Permen PUPR tentang PPJB, termasuk tentang tata cara serah terima bangunan. Serah terima dilakukan oleh developer terhadap rumah atau satuan rumah susun yang telah terbangun dilengkapi dengan dokumen berita acara serah terima kunci dan Akta Jual Beli atau Sertifikat Hak Milik/Sertifikat Hak Milik satuan rumah susun/sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun. Ketentuan mengenai waktu penyerahan ditentukan secara rinci dalam setiap PPJB tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Hal tersebut penting dimuat guna memberikan kepastian kepada pembeli mengenai serah terima unit yang ia beli. Meskipun telah diatur demikian, juga tak jarang terjadi permasalahan diantara kedua belah pihak, salah satunya yaitu tidak diserahkannya unit kepada pembeli pada saat jatuh tempo oleh developer. Tidak diserahkannya unit kepada pembeli pada saat jatuh tempo, tentu membuat pembeli resah sehingga memungkinkan pembeli memberikan desakan terhadap developer untuk segera melakukan serah terima.

Developer sebagai debitor dapat dinyatakan memiliki utang terhadap pembeli sebagai kreditor. Kreditor dalam hal ini berkedudukan sebagai pembeli merupakan kreditor konkuren, sebab tidak memegang hak jaminan namun memiliki hak untuk menagih debitur karena memiliki tagihan yang dapat ditagih terhadap debitur yang didasarkan pada perjanjian Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU Kepilitan) disebutkan bahwa :

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Berdasarkan hal tersebut, Penyerahan atas unit yang dibeli oleh pembeli adalah kewajiban pihak developer, karena unit rumah atau satuan rumah susun dapat dinyatakan dalam jumlah uang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 UU Kepailitan. Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan, maka pembeli yang berkedudukan sebagai kreditor dapat mengajukan permohonan Kepailitan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak diserahkannya unit kepada pembeli pada saat jatuh tempo oleh developer merupakan bukti adanya utang developer kepada pembeli, yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengajuan permohonan kepailitan.

Dalam hal pengajuan permohonan kepailitan tentu tetap harus memperhatikan syarat dasar pengajuan kepailitan sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila tidak melakukan pembayaran utang hingga jatuh tempo pembayaran terhadap 2 (dua) kreditor atau lebih. Berdasarkan hal tersebut, maka harus ada pembeli lain yang tidak diserahkan unit pembeliannya dan/atau kreditor lain yang mengajukan permohonan pailit. Walaupun demikian, dalam hal developer tidak menyerahkan unit, pembeli sebagai kreditor konkuren lebih baik mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri, karena pembayaran utang dalam hal debitor pailit yang diutamakan adalah kreditor preferen dan kreditor sparatis. Hal ini agar posisi pembeli yang hanya sebagai kreditor konkuren juga mendapatkan pertanggung jawaban atas unit yang belum diserahkan oleh debitor. Perlu diingat pula bahwa hubungan developer dengan pembeli yaitu terikat atas perjanjian, apabila unit tidak diserahkan oleh developer, maka developer tersebut dapat dinyatakan wanprestasi, oleh karena itu upaya hukum utama yang dapat dilakukan yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.