Apa itu SNI dan Cara Mendapatkan Label SNI

Globalisasi telah menjamah berbagai sendi kehidupan manusia sehingga apa yang terjadi di salah satu bagian dunia dapat segera dapat diketahui oleh bagian dunia lainnya. Berbagai macam produk bisa dengan mudah diakses oleh siapapun termasuk produk-produk yang berasal dari Indonesia. Standarisasi terhadap produk-produk dari Indonesia dibuat agar produk-produk tersebut dapat bersaing dengan produk-produk global. Standarisasi tersebut bertujuan untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup.

Suatu produk yang memiliki tanda SNI artinya produk tersebut telah memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (Pasal 1 angka 13 jo. angka 3 PP 102/2000 Tentang Standarisasi Nasional). Standar yang ditetapkan berupa spesifikasi teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (Pasal 1 angka 1 PP 102/2000 Tentang Standarisasi Nasional).

Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Perjanjian World Trade Organization (WTO) berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 khususnya mengenai Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) menjadikan Indonesia wajib untuk menyesuaikan peraturan   perundang-undangan nasional di bidang standardisasi. SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu:

  • Openess (keterbukaan)
    Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
  • Transparancy (transparansi)
    Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
  • Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak)
    Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;
  • Effectiveness and relevance
    Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Coherence
    Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan
  • Development dimension (berdimensi pembangunan)
    Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.[1]

 

Cara Mendapatkan Label/Tanda SNI

Dalam suatu proses sertifikasi, produk akan dinilai apakah memenuhi persyaratan sesuai standar atau tidak. Hal pertama yang harus dilakukan untuk mendapatkan tanda SNI adalah memastikan jenis produk dan mengecek apakah untuk jenis produk tersebut telah ada standarisasinya (SNI-nya). Apabila telah terdapat SNI-nya, maka langkah selanjutnya adalah mengecek apakah sudah ada Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk SNI tersebut yang dapat dicek di sini (http://sispk.bsn.go.id/SNI/DaftarList). Apabila tidak ada LSPro yang terakreditasi berarti produk belum dapat disertifikasi, namun pelaku usaha dapat meminta LSPro untuk menambah ruang lingkup akreditasinya kepada KAN sehingga produk bisa disertifikasi. 

Setelah mengetahui LSPro mana yang dapat melakukan sertifikasi terhadap produk, selanjutnya pelaku usaha mengajukan Surat Persetujuan Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) kepada LSPro tersebut. Persyaratan pengajuan SPPT SNI ditentukan oleh masing-masing LSPro terkait sehingga untuk detailnya dapat menghubungi LSpro terkait. Pada umumnya terdapat dua macam dokumen yang diserahkan yaitu dokumen administrasi dan dokumen teknis. Sebagai contoh persyaratan pengajuan SPPT SNI adalah sebagai berikut :

Dokumen Administrasi

  1. Fotocopy Akte Notaris Perusahaan
  2. Fotocopy SIUP, TDP
  3. Fotocopy NPWP
  4. Surat Pendaftaran Merek dari Dirjen HAKI / Sertifikat merek
  5. Surat Pelimpahan Merek atau kerjasama antara pemilik merek dengan pengguna merek (Hanya bila merek bukan milik sendiri)
  6. Bagan Organisasi yang disahkan Pimpinan
  7. Surat Penunjukkan Wakil Manajemen dan Biodatanya
  8. Surat Permohonan SPPT SNI
  9. Angka Penegenal Importir (API) (bila bukan produsen)
  10.  Fotocopy Sertifikat Sistem Manajemen Mutu atau manajemen lainnya (bila ada)

Dokumen Teknis

  1. Pedoman Mutu yang telah disahkan
  2. Diagram Alir Proses Produksi
  3. Daftar Peralatan Utama Produksi
  4. Daftar Bahan Baku Utama dan Pendukung Produksi
  5. Daftar Peralatan Inspeksi dan Pengujian
  6. Salinan Dokumen Panduan Mutu dan Prosedur Mutu

Persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan tergantung pada skema sertifikasi yang digunakan sesuai tipe/bidang produknya. Skema berisi tata cara/persyaratan-persyaratan dan mekanisme apa saja yang diperlukan dan dilakukan dalam pelaksanaan sertifikasi produk tertentu. Dari mulai proses seleksi, determinasi, review, keputusan dan atestesi[2]. Daftar skema dapat dilihat disini (https://bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/20271/skema-sertifikasi). 

Setelah pelaku usaha mengajukan persyaratan-persyaratan yang diminta oleh LSPro, kemudian LSPro akan mengaudit kelengkapan dan kebenaran dokumen serta audit kecukupan perusahaan. Tahap selanjutnya dilakukan evaluasi yaitu penilaian proses produksi dan penilaian sistem manajemen yang relevan termasuk pengambilan dan pengujian sampel produk. Apabila produk lulus evaluasi maka akan diterbitkan sertifikat dan lisensi SNI yang berlaku untuk kurun waktu tertentu dan akan dilakukan surveilen untuk pemeliharaan status sertifikasi. Sertifikat tersebut adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh LSPro untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan (Pasal 1 angka 12 PP 102/2000). Di sisi lain, apabila dalam hasil evaluasi ternyata terdapat kekurangan mengenai hasil audit kesesuai perusahaan, maka pelaku usaha dapat melakukan perbaikan[3].

 

Apa Resikonya Bagi Pelaku Usaha Apabila Produknya Sesuai SNI? 

Dalam Pasal 12 ayat (2) PP 102/2000, ditentukan bahwa SNI bersifat sukarela yang mana artinya tidak ada sanksi bagi pelaku usaha yang menjual produk yang tidak bersertifikat dan berlisensi SNI, kecuali terhadap produk-produk tertentu yang wajib SNI (Pasal 12 ayat (3) jo. Pasal 15 PP 102/2000). Untuk daftar wajib SNI dapat dicek disini (http://pustan.kemenperin.go.id/List_SNI_Wajib). Untuk produk-produk yang wajib SNI, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan SNI (Pasal 18 ayat (1) PP 102/2000). Begitu pula pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh tanda SNI dari LSPro, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi SNI wajib (Pasal 18 ayat (2) PP 102/2000). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut diancam sanksi sebagaimana Pasal 24 PP 102/2000 sebagai beikut :

  1. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.
  3. Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.
  4. Sanksi pencabutan izin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.
  5. Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]

 

 

[1] Website BSN (https://www.bsn.go.id/main/sni/isi_sni/5), diakses 19 April 2020.
[2] Website resmi BSN (https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/7008/Infografis—Alur-Proses-Sertifikasi-SNI-pada-Produk), diakses 19 April 2020.
[3] Para pelaku usaha saat ini juga dapat mengajukan SPPT SNI secara online melalui aplikasi bangbeni di playstore android atau melalui situs bangbeni.bsn.go.id.
[4] Yang   dimaksud   peraturan   perundang-undangan   yang   berlaku   antara   lain   peraturan   perundang-undangan   di   bidang   Perindustrian,   Ketenagalistrikan,   Kesehatan,  Perlindungan  Konsumen  dan  peraturan  perundang-undangan  yang  terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional (Penjelasan Pasal 24 ayat (5) PP 102/2000).

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.