Apa Itu Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana

Hukum pidana dapat dikatakan ruang lingkup hukum yang seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Pelaksanaan dalam hukuma pidana juga terbilang ketat dimana didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menjelaskan mengenai suatu perbuatan tidak akan dianggap sebagai perbuatan hukum tanpa ada sistem aturan yang mengaturnya. Berdasarkan hal tersebut lahirlah asas legalitas.

Menurut sejarahnya,  asas legalitas pertama kali dicetuskan oleh Paul Johan Anselm von Feurbach. Setidaknya asas legalitas terkunci dalam postulat “nullum dellictum nulla poena sine praevia lege poenali” yang berarti “tidak ada perbuatan pidana atau tidak ada pidana tanpa Undang-Undang pidana sebelumnya”. Jika principat dalam hukum pidana ini diturunkan lebih lanjut, maka akan menjadi tiga frasa yang meliputi:

  1. Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut Undang-Undang);
  2. Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana);
  3. Nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut Undang-Undang)

Oleh karena itu, tanpa adanya ketentuan perundang-undangan dan tanpa adanya perbuatan pidana, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pidana.

Lahirnya asas legalitas di Indonesia bermula dari ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Isi yang termuat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu :

“Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri.”

Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang menentukan bahwa tiap-tiap peristiwa pidana (delik/ tindak pidana) harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan.

Asas legalitas juga sebagai jaminan Hak Asasi Manusia, dimana negara/badan yudisial tidak dapat menjatuhkan sanksi pidana jika perbuatan tersebut tidak diatur sebagai perbuatan pidana. Setiap orang yang melakukan delik diancam dengan pidana dan harus mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu. Berdasarkan ketentuan tersebut terdapat 3 pengertian yang terkadung, yaitu :

  1. Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya / terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan.
  2. Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan analogi.
  3. Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.