Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pada dasarnya tidak ditemukan definisi secara eksplisit mengenai anak perusahaan dalam peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku di Indonesia. Anak perusahaan (subsidiary company) dapat diartikan sebagai sebuah perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai oleh induk perusahaan (holding company). Pada umumnya, saham anak perusahaan yang dikuasai oleh perusahaan induk yaitu lebih dari 50% (lima puluh persen). Hal tersebut pernah diatur dalam Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan sebagai berikut:

“yang dimaksud dengan “anak perusahaan” adalah perseroan yang memiliki hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:

    1. 50% (lima puluh persen) lebih sahamnya merupakan milik perusahaan induk;
    2. Perusahaan induk menguasai suara dalam RUPS lebih dari 50% (lima puluh persen);
    3. Perusahaan induk memiliki pengaruh dan kontrol dalam rangka pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi dan Komisaris perusahaan anak.”

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas saat ini sudah tidak berlaku dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Namun, didalam UU PT tidak menjelaskan hal mengenai anak perusahaan sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Kemudian berkaitan dengan pokok pembahasan dalam artikel ini, disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut Permen BUMN 3/2012) bahwa anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa anak perusahaan BUMN merupakan hanya sebatas sebagai Perseroan Terbatas (PT).[1] Hal tersebut dapat dinyatakan demikian karena berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) dinyatakan bahwa BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagaian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaann secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan anak perusahaan BUMN modalnya tidak bersumber dari negara, melainkan bersumber dari BUMN yang menjadi perusahaan induknya.[2] Hal tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 2A ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PP 44/2005) yang menyatakan bahwa kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN atau PT bertransformasi menjadi saham/modal negara pada BUMN atau PT tersebut. Kekayaan negara yang bertransformasi tersebut kemudian menjadi kekayaan BUMN atau PT sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2A ayat (4) PP 44/2005.

Kemudian dalam hal melakukan penyertaan modal BUMN dalam rangka Pendirian Anak Perusahaan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Nomor : SE-08/MBU/WK/2012 tentang Penyertaan Modal BUMN dalam Rangka Pendirian Anak Perusahaan/Perusahaan Patungan dan Kepada Anak Perusahaan/Perusahaan Patungan (selanjutnya disebut SEMEN BUMN 08/2012). Ketentuan umum SEMEN BUMN 08/2012 menyatakan bahwa :

“BUMN dalam melakukan pengembangan usahan dapat mendirikan anak perusahaan/perusahaann patungan yang dilakukan melalui penyertaan modal. BUMN dapat pula melakukan penyertaan modal kepada anak perusahaan/perusahaan patungan yang telah ada. Penyertaan modal BUMN tersebut dapat dilakukan dalam bentuk uang atau tanah.”

Isi dalam SEMEN BUMN 08/2012 dinyatakan bahwa dalam rangka pengamanan aktiva tetap BUMN berupa tanah dapat dilakukan apabila:

  1. Kepemilikan saham BUMN pada anak perusahaan/perusahaan patungan yang akan didirikan atau anak perusahaan/perusahaan patungan yang telah ada adalah minimal sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) atau setelah inbreng saham BUMN menjadi minimal sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen).
  2. Dilaksanakan dalam rangka melaksanakan proyek-proyek/program-program perusahaan yang telah ditetapkan atau disetujui oleh pemerintah menjadi bagian dari program pemerintah dalam rangka pembangunan nasional.

 

[1] Rizal Choirul Romadhan, Kedudukan Hukum Badan Usaha Milik Negara Sebagai Anak Perusahaan Dalam Perusahaan Holding Induk, Jurnal Media Iuris Vol. 4, No. 1, Surabaya: Universitas Airlangga, Februari 2021, hal. 84.

[2] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.