Alasan Pengajuan Gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara

Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang juga melakukan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan pusat dan daerah. Selanjutmya, Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu objek  dalam  Peradilan  Tata  Usaha  Negara  dan  memiliki  pengertian sebagai suatu  penetapan  tertulis  yang  dikeluarkan  oleh  Badan  atau  Pejabat  Tata Usaha Negara yang di dalamnya terdapat tindakan hukum Tata Usaha Negara yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan  yang  berlaku  dan  bersifat  konkret,  individual, dan final yang  dapat menimbulkan  akibat  hukum  bagi  seseorang  atau  bagi  badan  hukum  perdata.[1]

Dalam hubungan antara seseorang atau badan hukum perdata pasti akan terdapat beberapa permasalahan atau yang disebut dengan Sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN dan perubahannya), disebutkan bahwa:

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan maksud dari definisi sengketa tata usaha negara tersebut diatas, menunjukkan bahwa sengketa tersebut terjadi dikarenakan adanya keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan. Sengketa tata usaha negara diselesaikan dengan melalui 2 (dua) upaya yakni melalui administratif dan melalui pengajuan gugatan tata usaha negara. Dalam hal proses pengajuan gugatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Gugatan diajukan seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 Ayat (1) UU PTUN. Selanjutnya Pasal 53 ayat (2) UU PTUN menyebutkan alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, adalah sebagai berikut:

  1. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik terdapat dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), yang meliputi:[2]

  1. Asas kepastian hukum, merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Asas kemanfaatan, merupakan manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara: (1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing; (4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan pria dan Wanita.
  3. Asas ketidakberpihakan, adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
  4. Asas kecermatan, dimaksudkan sebagai asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.
  5. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
  6. Asas keterbukaan, asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  7. Asas kepentingan umum, asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.
  8. Asas pelayanan yang baik, asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di dalam UU AP, juga disebutkan salah satu yang dapat membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah putusan dari pengadilan, dan di dalam UU AP juga disebutkan penyebab batalnya KTUN diantaranya adalah karena cacat prosedur dalam pembentukannya. Berhubung sengketa TUN selalu berkaitan dengan keputusan tata usaha negara, maka pengajuan gugatan ke pengadilan dikaitkan pula dengan waktu dikeluarkannya keputusan yang bersangkutan. Dalam Pasal 55 UU PTUN, menyebutkan bahwa:

Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Diajukannya suatu gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada prinsipnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, serta tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat. Namun demikian, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar surat keputusan yang digugat tersebut ditunda pelaksanaannya selama proses berjalan, dan permohonan tersebut hanya dapat dikabulkan oleh pengadilan apabila adanya alasan yang sangat dirugikan jika keputusan TUN yang digugat itu tetap dilaksanakan. Kemudian, dalam gugatan hanya satu tuntutan pokok saja, yaitu agar KTUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi. Tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi harus nyata dimuat dalam posita dan petitum. Tuntutan ganti rugi merupakan tuntutan tambahan setelah dikabulkannya tuntutan pokok berupa pernyataan batal atau tidak sah keputusan yang digugat, sehingga tuntutan ganti rugi ini tidak bersifat mutlak (affirmative).

 

[1] Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

[2] Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.