Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan) menyatakan bahwa hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Sedangkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) merupakan Akta PPAT yang berisi pemberian hak tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Pada dasarmya hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 2 UU Hak Tanggungan yang menyatakan sebagai berikut :
- Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
- Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 4 ayat (1) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Selain hak atas tanah tersebut, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani hak tanggungan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam APHT yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (4) UU Hak Tanggungan.
Subyek dalam pemberian hak tanggungan yaitu pemberi dan pemegang hak tanggungan. Pasal 8 ayat (1) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 UU Hak Tanggungan. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UU Hak Tanggungan. Pemberian hak tanggungan dilakukan dengen pembuatan APHT oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Lebih lanjut Pasal 10 ayat (3) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa apabila obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Pasal 11 ayat (1) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa di dalam APHT wajib mencantumkan hal-hal sebagai berikut:
- nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan:
- domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
- penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
- nilai tanggungan;
- uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
Serta dapat dicantumkan janji-janji sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan, diantaranya adalah :
- janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
- janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
- janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;
- janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang;
- janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;
- janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
- janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
- janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
- janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
- janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
- janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 14 ayat (4) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf k UU Hak Tanggungan menyatakan hal sebagai berikut :
“Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.”
Kemudian setelah dibuat APHT oleh PPAT pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU Hak Tanggungan. Pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) UU Hak Tanggungan. Kemudian penentuan tanggal lahirnya hak tanggungan yaitu pada tanggal buku tanah tepatnya tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika jatuh pada hari libur, maka buku tanah bertanggal hari kerja berikutnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 ayat (4) dan ayat (5) UU Hak Tanggungan.
Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, kantor pertanahan kemudian menerbitkan sertifikat hak tanggunggan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) UU Hak Tanggungan. Sertifikat hak tanggungan tersebut harus memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” agar mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek (salinan Akta Hipotik) sepanjang mengenai hak atas tanah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan. Sedangkan konsekuensi bagi pejabat yang membuat APHT tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan melakukan pendaftaran melebihi batas waktu yang ditentukan sebagaimana ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU Hak Tanggungan, maka dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 23 ayat (1) UU Hak Tanggungan berupa :
- Tegoran lisan;
- Tegoran tertulis;
- Pemberhentian sementara dari jabatan;
- Pemberhentian dari jabatan.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanBea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Hukum Warga Menempati Hak Pengelolaan Atas Tanah Untuk Tempat...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.