Akibat Hukum Keterlambatan Pelaporan Pajak

Salah satu penerimaan yang diperoleh pemerintah untuk membiayai belanja pemerintah yaitu pajak, mengingat pajak merupakan pendapatan terbesar dalam sebuah negara maka dibutuhkan adanya pelaporan pajak yang dilakukan dengan baik. Perpajakan juga saat ini telah menganut sistem Self Assessment, yaitu Wajib Pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri, termasuk mendaftarkan, menghitung, membayar serta melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pratama Pajak (KPP) KPP, yakni tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar guna mendukung masyarakat agar tertib dalam pembayaran hingga pelaporan pajak yang telah dibayar.[1]

Kewajiban tersebut berkaitan dengan kepatuhan pajak (tax compliance), hal ini dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat 2 (dua) macam kepatuhan, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal adalah suatu perilaku Wajib Pajak berupaya memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan, sebagai contoh adalah pelaporan pajak setiap tahunnya bagi para wajib pajak. Kepatuhan materiil adalah suatu perilaku Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan, sebagai contoh yaitu pembayaran pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak tersebut.

Salah satu indikator kepatuhan pajak formal adalah penyampaian laporan pajak melalui Surat Pemberitahuan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sebelumnya, pengaturan terkait ketentuan umum dan tata cara perpajakan telah mengalami beberapa kali perubahan, dan yang terakhir pada tahun 2009 yakni Undang-Undang Nomor Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Saat ini, pengaturan ketentuan umum dan tata cara perpajakan telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU 7/2021).

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka1 UU 7/2021, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa setiap Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak dan yang bukan pajak dan harta yang dimilikinya. (Lebih lanjut baca artikel kami berjudul Pelaporan Pajak). Sementara Wajib Pajak menurut Pasal 1 Angka 2 UU 7/2021 didefinisikan sebagai berikut:

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Artinya dalam hal ini Wajib Pajak bukan hanya orang pribadi melainkan badan juga termasuk sebagai Wajib Pajak. Berkaitan dengan hal tersebut, orang pribadi dan badan wajib untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta melalui SPT. Terdapat batas waktu bagi Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud Pasal 3 Ayat (3) UU 7/2021 yang menyatakan bahwa:

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

  1. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
  2. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
  3. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

 

Apabila Wajib Pajak diketahui tidak menyampaikan SPT sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 3 Ayat (3) UU 7/2021 dapat dikenakan sanksi sebagaiamana dimaksud Pasal 7 Ayat (1) UU 7/2021 yang berbunyi:

  • Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi

Secara umum, pemberian sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang diketahui tidak menjalankan kewajibannya dapat memberikan efek jerah dan juga dapat mengatur kedisiplinan dan kecermatan bagi Wajib Pajak agar lebih baik lagi ke depan dalam menjalan kewajibannya serta dan juga melaporkan kepada petugas pajak tentang pajak terutang. Sanksi berupa denda bisanya ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Besaran denda sanksi administrasi yang dikenakan atas keterlambatan penyampaian SPT tersebut yaitu:

a. Keterlambatan penyampaian SPT PPN sebesar Rp. 500.000.00

b. Keterlambatan penyampaian SPM lainnya sebesarnya Rp. 100.000.00

c. Keterlambatan penyampaian SPT PPh wajib pajak pajak badan sebesar

d. Keterlambatan penyampaian SPT PPh wajib pajak orang pribadi sebesar Rp. 100.000.00.

Sanksi administrasi yang dikenakan bagi Wajib Pajak atas keterlambatannya menyampaikan SPT merupakan suatu teguran kepada Wajib Pajak agar lebih taat membayar pajak demi pembangunan Negara. Artinya pengenaan sanksi tersebut, sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Dengan demikian akibat hukum atas keterlambatan penyampaian SPT, akan dikenakan sanksi denda sebagaimana yang telah diatur Pasal 7 Ayat (1) UU 7/2021.

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Mirna R., S.H., M.H., & R. Putri J., S.H., M.H.

 

[1] Yessica Tanilasari & P. Gunarso, Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Dan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan, Jurnal Akuntansi Dan Perpajakan, Volumen 3 Nomor 1, 2017, halaman 1-9

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.