Akibat Hukum Apabila Hasil RUPS Melanggar Kewajiban Perusahaan Pada Pihak Kreditor

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) dinyatakan bahwa RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir dengan mengajukan semua dokumen laporan tahunan perseroan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 78 ayat (2) dan ayat (3) UU PT. Sedangkan RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perseroan sebagaimana ketentuan Pasal 78 ayat (4) UU PT. Pasal 79 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa yang menyelenggaran RUPS adalah Direksi, kemudian terhadap RUPS lainnya penyelenggaraannya didahului dengan pemanggilan RUPS. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 79 ayat (2) UU PT yang menyatakan :

    1. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
    2. Dewan Komisaris.

Pasal 79 ayat (5) RUPS menyatakan bahwa Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Kemudian juga dijelaskan dalam ketentuan Pasal 81 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris sebagaimana ketentuan Pasal 79 ayat (7) UU PT atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 80 UU PT.

Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS sebagaimana ketentuan dalam Pasal 82 UU PT yang menyatakan :

  1. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS;
  2. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar;
  3. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan;
  4. Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta;
  5. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Surat tercatat yang dinyatakan dalam Pasal 82 ayat (2) UU merupakan surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 13 UU PT. Pasal 83 UU PT menyatakan bahwa bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS yang dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS. Penjelasan Pasal 83 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham mengusulkan kepada Direksi untuk penambahan acara RUPS. Selain itu, Pengumuman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada kreditor atau pihak-pihak lain yang merasa keberatan akan rencana agenda RUPS agar dapat mengajukan keberatannya. Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1) UU PT yang menayatakan :

“Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

    1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
    2. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
    3. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha”

Selain itu, Pasal 127 ayat (2) UU PT juga menyatakan bahwa :

“Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.”

Penjelasan Pasal 127 ayat (2) UU PT menyatakan bahwa pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan. Selain itu, Pasal 127 ayat (3) UU PT menyatakan bahwa pengumuman juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan. Kreditor yang merasa keberatan atas Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah adanya pengumuman sebagaimana ketentuan Pasal 127 ayat (4) UU PT. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. Dalam hal keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian sebagaimana ketentuan Pasal 127 ayat (6) UU PT. Pasal 127 ayat (7) UU PT menyatakan bahwa apabila penyelesaian belum tercapai, maka Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan. Hal tersebut juga berlaku terhadap agenda RUPS dalam rangka Pengambilalihan saham sebagaimana ketentuan PAsal 127 ayat (8) UU PT.

Apabila dalam hal kreditor telah mengajukan keberatan, namun hasil RUPS dirasa masih merugikan kreditor, maka hal ini berkaitan dengan perjanjian yang diadakan antara kreditor dengan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka pihak yang merasa dirugikan atas hasil RUPS dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri untuk meminta ganti rugi kepada perusahaan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) apabila kerugian ditimbulkan karena kelalaian perusahaan dalam melaksanakan perjanjian. Sebagaimana kita ketahui bahwa perjanjian mengikat kedua belah pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPer.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.