Ahli Waris Pengganti
Terdapat beberapa hukum waris yang berlaku di Indonesia, diantaranya adalah hukum waris berdasar KUH Perdata, hukum waris Islam yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan hukum waris adat. Namun demikian, hukum waris yang umumnya digunakan adalah hukum waris berdasar KUH Perdata dan hukum waris berdasar KHI.
Adapun dalam hukum waris, terdapat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu Pewaris yang merupakan orang yang meninggal, dan Ahli Waris yang merupakan orang-orang yang ditinggalkan oleh Pewaris. Tidak jarang pada saat Pewaris meninggal dunia, keturunannya yang seharusnya memiliki hak waris telah meninggal terlebih dahulu daripada Pewaris, sehingga Pewaris hanya meninggalkan cucu, hal mana sering disebut sebagai Ahli Waris Penganti.
A. Ahli Waris Pengganti Menurut KUH Perdata
Dalam KUHPerdata, diatur dengan jelas mengenai penggantian tempat ahli waris (plaatsvervulling). Hal tersebut diatur dalam Pasal 854 sampai dengan Pasal 857 KHUPerdata, kemudian dihubungkan dengan Pasal 860 dan Pasal 866. Pasal-Pasal tersebut menunjukkan bahwa KUHPerdata mengetahui dan memahami adanya penggantian ahli waris atau Plaatsverwulling. Agar terpenuhinya plaatsvervulling, haruslah terpenuhi syarat-syarat berikut ini :
- Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat sebagai ahli waris. Ia harus ada pada saat pewaris meninggal dunia dan dia sendiri tidak boleh onwaardig (menolak menerima warisan).
- Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal. Orang lain tidak dapat menggantikan tempat orang yang masih hidup, sebagaimana dalam Pasal 847 KUHPerdata yang berbunyi :
“Tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya. Hanya keturunan atau anak/cucu yang sah yag dapat bertindak sebagai pengganti.”
Artinya, di antara pewaris dengan orang yang menggantikan tidak boleh ada yang masih hidup.
- Orang yang menggantikan tempat orang lain harus keturunan sah dari orang yang tempatnya digantikan. Maka, anak luar kawin yang diakui tidak dapat bertindak sebagai pengganti.
Pada dasarnya ahli waris pengganti merupakan orang yang menggantikan kedudukan ahli waris yang meninggal lebih dulu. Pada umumnya, orang yang berhak menjadi ahli waris pengganti ialah anak dari ahli waris yang meninggal dunia tesebut. Namun bagaimana apabila orang yang mewarisi tidak memiliki anak, lalu siapa yang berhak menggantikannya? Dalam KUHPerdata tidak hanya anak yang bisa menjadi ahli waris pengganti, namun KUHPerdata mengenal 3 macam penggantian tempat (Plaatsvervulling), yakni :
- Penggantian dalam garis lurus ke bawah, yaitu penggantian seseorang oleh keturunannya, dengan tidak ada batasnya, selama keturunannya itu tidak dinyatakan onwaarding atau menolak menerima warisan (Pasal 842 KUHPerdata);
- Penggantian dalam garis ke samping (zijlinie), di mana setiap saudara si meninggal dunia, sekandung maupun saudara tiri, apabila meninggal dunia terlebih dahulu, digantikan oleh anak-anaknya. Penggantian ini berlangsung terus tanpa batas. (Pasal 853, Pasal 856, jo. Pasal 857 KUHPerdata);
- Penggantian dalam garis ke samping menyimpang dalam hal kakek dan nenek dari pihak ayah maupun ibu, maka harta peninggalan diwarisi oleh golongan keempat, yaitu paman sebelah ayah dan sebelah ibu. Pewarisan ini juga dapat digantikan oleh keturunannya sampai derajat keenam (Pasal 861 KUHPerdata).
Maka, dengana penggantian tempat (Plaatvervulling), keturunan dari seseorang masuk dalam hubungan hukum yang sama seperti orang yang digantinya, seandainya orang yang diganti masih hidup. Kemudian undang-undang mengatakan bahwa dia yang menggantikan tempat akan mendapatkan hak serta kewajiban dari orang yang digantikannya, apabila ia tidak meninggal sebelum pewaris meninggal dunia. Lihat juga artikel lain kami yang berjudul Waris Menurut Kiitab Undang-Undang Hukum Perdata.
B. Ahli Waris Pengganti Menurut Hukum Waris Islam
Sedangkan ahli waris pengganti dalam hukum Islam disebut sebagai mawali, yakni ahli waris yang menggantikan seseorang guna mendapatkan bagian warisan yang sebelumnya akan didapatkan oleh orang yang digantikan. Orang yang digantikan tersebut merupakan penghubung antara ahli waris pengganti dengan pewaris, contohnya cucu yang orang tuanya meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris, maka cucu tersebut mewaris dari kakeknya. Gagasan ahli waris pengganti ini diprakarsai oleh Hazairin.
Ketentuan mengenai ahli waris pengganti diatur dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 KHI, yang berbunyi :
“(1) Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu daripada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang disebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.”
Seperti yang disebutkan diatas bahwa ahli waris pengganti sebagai ahli waris yang memperoleh bagian menggantikan kedudukan orang tuanya yang meninggal lebih dulu daripada pewaris, maka yang bisa menjadi ahli waris pengganti yakni keturunan anak pewaris serta keturunan saudara pewaris. Namun, ketentuan mengenai ahli waris pengganti ini tetap memberlakukan pengecualian bagi yang terhalang mewaris, yakni yang disebutkan dalam Pasal 173 KHI.
Sementara penerapan dalam Pasal 185 KHI mengenai ahli waris pengganti harus dikaitkan dengan Pasal 176 KHI yang menentukan besaran bagian anak pewaris, yakni bagian anak perempuan dan laki-laki, diantara sebagai berikut bunyi Pasal 176 KHI :
“Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama dengan anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.”
Dikarenakan statusnya yang merupakan ahli waris pengganti, maka bagian yang didapatkan ahli waris pengganti hanya sebesar bagian yang diterima oleh orang yang digantikan. Selain itu, bagian ahli waris pengganti juga tidak boleh lebih dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti, seperti yang telah diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KHI. Lihat juga artikel lain kami yang berjudul Pembagian Waris Menurut Hukum Islam.
Maka ketentuan mengenai ahli waris pengganti dalam hukum Islam diatur dalam Pasal 185 KHI, dimana ahli waris yang meninggal dunia lebih dulu daripada si pewaris maka kedudukannya bisa digantikan oleh anaknya apabila dikecualikan dalam Pasal 173 KHI. Mengenai bagian ahli waris pengganti tidak boleh lebih dari bagian ahli waris sederajat dengan yang diganti.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanSaksi Putri Candrawati Meminta Ketentuan Sidang Tertutup Dalam Pemeriksaan...
Hukum Waris Adat di Indonesia
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.