Wasiat Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Di dalam masyarakat, tentu kita sudah sering mengenal istilah wasiat sebab wasiat atau yang sering disebut amanat terakhir sudah menjadi hal yang biasa. Pelaksanaan dari amanat terakhir ini dimaknai sebagai bentuk penetapan terhadap harta peninggalan yang nanti akan ditinggalkan kepada ahli waris, tentunya dengan persetujuan dari para ahli waris.

Wasiat ini dilakukan guna membuat ketetapan yang sifatnya mengikat bagi mereka segenap ahli waris. Hal ini bertujuan meminimalkan sengketa yang timbul dikemudian hari ketika pewaris meninggal dunia. Isi dari wasiat tersebut bisa menyangkut seluruh harta pewaris, cara pembagian, dan menetapkan siapa saja yang berhak menerima besarannya, sebab wasiat ini kehendak/ketetapan dari seseorang yang mungkin berubah suatu waktu dan bisa ditarik kembali oleh ia yang membuatnya.

Secara hukum wasiat tercantum pada Pasal 876 KUHPerdata,

“Segala ketetapan dengan surat wasiat mengenai harta peninggalan adalah untuk diambil secara umum, atau dengan alas hak umum, atau pula dengan alas hak khusus”.

Kemudian disebutkan pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 yang berbunyi

“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”.

Kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 195 KHI yang berbunyi

“(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

Wasiat atau yang disebut testamenttercantum dalam Pasal 875 KUHPerdata yang berbunyi

“Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.”

Dari pengertian diatas, maka wasiat itu dapat terjadi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[1] :

  1. Berupa akta, artinya wasiat itu berupa tulisan yang dibuat dengan akta otentik atau akta dibawah tangan;
  2. Ada pernyataan kehendak, artinya kehendak itu adalah keinginan sepihak. Keinginan ini dapat menimbulkan akibat hukum sepihak;
  3. Meninggal dunia, artinya wasiat ini baru berlaku apabila seseorang yang berwasiat itu telah meninggal; dan
  4. Dapat dicabut kembali olehnya, artinya perbuatan hukum wasiat ini dapat tidak dilaksanakan bila isi wasiat itu dicabut oleh yang membuatnya.

Pembuatan wasiat memerlukan syarat-syarat yang jelas, dapat dilihat dalam Pasal 897 KUHPerdata, diantaranya adalah:

  1. Ada orang yang berwasiat. Orang ini hendaklah orang yang sudah cakap dimata hukum;
  2. Ada orang yang menerima wasiat, artinya penerima wasiat pada saat ia ditetapkan dan hendak menerima dalam keadaan hidup;
  3. Ada harta wasiat, berupa benda yang saat diwasiatkan keberadaannya baik aktiva atau pasiva. Benda yang dimaksud dalam konteks ini adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Dapat disimpulkan yang termasuk benda/harta wasiat berupa:
  4. Dapat berupa benda bergerak ataupun benda tidak bergerak;
  5. Dapat berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban lain dari harta kekayaan, seperti hak membeli, hak menjual; dan
  6. Dapat berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk menikmati, seperti menikmati rumah, saham, uang.

Di sisi lain, syarat-syarat wasiat dalam KHI adalah[2]:

  1. Ketentuan kecakapan;

Pada konteks ini, seseorang yang hendak berwasiat sekurang-kurangnya berusia 21 tahun.

  1. Syarat-syarat wasiat

syarat wasiat lain adalah benda obyek wasiat haruslah hak milik si pewasiat. Peralihan hak terjadi setelah meninggalnya pewasiat. Dilakukan dihadapan notaris. Ada orang yang berwasiat. Ada orang yang menerima wasiat. Ada orang yang diwasiatkan.

  1. Bentuk wasiat

Dalam KHI wasiat mempunyai 2 bentuk yaitu tertulis ataupun lisan. Wasiat dalam bentuk tertulis dibuat di hadapan notaris.

  1. Wasiat kepada ahli waris

Wasiat kepada ahli waris berlaku bila wasiat tersebut disetujui oleh para ahli waris. Besaran wasiat diperbolehkan maksimal sepertiga bagian, kecualiterdapat persetujuan lain dari ahli waris.

  1. Batalnya wasiat

Wasiat dapat menjadi batal bila calon penerima wasiat dibatalkan hak wasiatnya berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum.

  1. Saksi dalam wasiat

Saksi yang harus dihadirkan dalam pembuatan surat wasiat adalah 2 orang saksi. Hal itu berlaku terhadap wasiat secara lisan maupun tulisan dihadapan notaris.

  1. Wasiat dalam keadaan tertentu

Maksud dalam keadaan tertentu ini adalah pembuatan wasiat memungkinkan dilakukan keadaan perang bagi mereka tentara nasional Indonesia atau petugas bela Negara, ataupun sedang dalam perjalanan yang hendak pergi ke sesuatu tempat. Pembuatan wasiat yang seperti ini harus dilakukan dengan seseorang yang dipercaya dan dihadirkan 2 orang saksi.

  1. Larangan dalam wasiat

Larangan dalam wasiat ini adalah larangan dalam memberikan sebuah wasiat dikarenakan adanya hubungan kepentingan karena suatu pekerjaan. Dalam konteks kesehatan seperti pasien (pewasiat) dengan perawat, dokter. Disamping itu notaris sebagai pejabat yang mengesahkan surat wasiat dilarang secara kepentingan pribadinya mendapat wasiat karena tugasnya.

  1. Wasiat wajibah

Wasiat wajibah diberikan kepada orang tua angkat yang tidak menerima wasiat dan juga bagi anak angkat yang tidak menerima wasiat. Penerima wasiat wajibah dapat menerima wasiat sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkat/ anak angkatnya.

Sementara itu ketentuan dalam KUHPerdata membahas dalam garis besar wasiat melalui 4 tahapan, antara lain[3]:

  1. Ketentuan umum wasiat, berbicara tentang pengaturan secara umum terhadap surat wasiat. Hal ini dapat dilihat pada pasal 874 hingga pasal 894. Pokok bahasannya adalah penjelasan umum tentang surat wasiat, isi pernyataan wasiat, kehendak dari si pewasiat, wasiat dibuat secara umum atau secara khusus, hubungan wasiat dengan keluarga-keluarga dari pewasiat, wasiat untuk kepentingan orang miskin, pelaksanaan wasiat tidak membeda-bedakan agama;
  2. Kecakapan dalam wasiat, Seseorang yang belum berusia 21 tahun tidak dapat membuat wasiat;
  3. Batasan dalam wasiat (legitieme portie), ini merupakan penjelasan bahwa ada bagian-bagian dari ahli waris yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus berdasarkan undang-undang yang tidak boleh dihalangi oleh sebuah ketetapan (hibah atau wasiat). Bahkan terhadap sebuah ketetapan yang sengaja dibuat untuk menguntungkan salah satu keluarga baik itu keluarga sedarah dekat ataupun tidak dapat dianggap sebagai legitieme portie. Legitieme portie ini hendaknya memperhatikan ahli waris, bila ahli waris tidak ada baik itu ahli waris garis keatas, kebawah, dan anak luar kawin yang diakui menurut undang-undang maka harta waris dihibahkan; dan
  4. Bentuk wasiat, yaitu bentuk pembuatan surat wasiat yang pada pelaksanaannya dibuat secara akta tulisan tangan sendiri (olografis). Itu semua dilakukan baik dengan akta umum/terbuka (openbaar), akta rahasia(geheim) atau akta tertutup.

Setelah pewaris meninggal dunia, maka surat wasiat tersebut harus disampaikan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP) diwilayah tempat warisan tersebut berada, selanjutnya BHP harus membuka surat itu dan membuat pencatatan dari penerimaan dan pembukaan surat wasiat tersebut, untuk akhirnya dikembalikan kepada Notaris.

Jika mencermati ketentuan Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat 1 huruf H dan I, kewajiban Notaris adalah membuat Daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat dan melaporkannya setiap bulan kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktorat Perdata, dan Kepala Seksi Daftar Wasiat. Dibawah ini merupakan skema/alur operasional prosedur pendaftaran wasiat melalui BHP. Dokumen yang perlu dipersiapkan adalah:

  • Surat Permohonan
  • Surat Kuasa
  • Akta Kematian
  • Fotokopi Wasiat 3 Rangkap Dan Asli
  • Akta Nikah
  • KTP, KK, dan Akta Kelahiran Penerima Wasiat
  • Surat Keterangan Pendaftaran Wasiat Dari Daftar Pusat Wasiat

Setelah dokumen tersebut disiapkan dan didaftarkan, BHP akan mencatat pada buku register wasiat bagi wasiat terbuka, kemudian wasiat tersebut akan dilegalisasi dan ditandatangani. Proses pendaftaran wasiat terbuka pada BHP hanya akan memakan waktu 3 jam. Sedangkan untuk wasiat tertutup / rahasia setelah didaftarkan, akan dilakukan pemanggilan para pemohon dan notaries untuk pembukaan wasiat. Kemudian tahap pembukaan dan pembacaan wasiat, yang akan dibuatkan berita acara dan ditanda tangani serta diserahkan kepada pemohon.[4]

Wasiat dipandang sah dan mempunyai akibat hukum manakala telah memenuhi rukun dan persyaratan yang telah ditentukan dalam aturan hukum. Apabila tidak memenuhi rukun dan persyaratannya, maka wasiat dianggap batal dan tidak sah sehingga tidak menimbulkan akibat hukum apapun bagi pemberi wasiat maupun penerima wasiat serta harta wasiat. Demikian pula halnya, wasiat yang tidak memenuhi syaratsyarat subjektif, seperti: orang yang berwasiat masih di bawah umur atau seseorang yang dipaksa untuk membuat surat wasiat, maka kasus seperti ini dapat dilakukan pembatalan wasiat.

Menurut ketentuan Pasal 198 KHI wasiat batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat tersebut :

  • tidak mengetahui adanya wasiat sampai penerima wasiat meninggal sebelum pewasiat meninggal;
  • mengetahui adanya wasiat tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak untuk menerimanya;
  • mengetahui adanya wasiat tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

Menurut ketentuan Pasal 197 ayat (1) dan Pasal 198 KHI, wasiat yang telah dibuat oleh pewasiat dapat dinyatakan gugur apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena :

  1. Disalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat si pewasiat;
  2. Dipersalahkan karena memfitnah, telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
  3. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah surat wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
  4. Menggelapkan merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.

Adapun masalah pencabutan wasiat boleh dilakukan oleh pemberi wasiat sendiri selama ia masih hidup, jika dipandang ada yang lebih berhak atas harta yang menjadi objek wasiat itu. Karena wasiat adalah suatu pemberian yang hanya boleh dilaksanakan jika pemberi wasiat meninggal dunia. Menurut Pasal 199 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia bahwa :

  1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali;
  2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan dengan dua orang saksi atau tertulis dengan dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris;
  3. Bila wasiat dilakukan secara tertulis maka pencabutannya hanya dapat dilakukan secara tertulis dengan dua orang saksi atau dengan akta notaris;
  4. Apabila wasiat dilakukan dengan akta notaris, maka pencabutannya hanya dilakukan dengan akta notaris.

 

 

 

 

[1] J. Satrio, 1992,  Hukum Waris,  Bandung : Alumni, Hlm : 180.

[2] Abdul Manan I, Beberapa Masalah Hukum Tentang Wasiat dan Permasalahannya Dalam Konteks Kewenangan Peradilan Agama, Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, Edisi IX, No. 38 Tahun 1998, hlm. 15.

[3] M. Wijaya, Tinjauan Hukum Surat Wasiat Menurut Hukum Perdata, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 5, Volune 2 Tahun 2014, Hlm : 108-110.

[4 ] Pembukaan dan Pembacaan Wasiat Rahasia / Tertutup, BHP KemenKumHam, ]https://bhpsurabaya.kemenkumham.go.id/layanan-publik/wasiat-2#persyaratan

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.