Praktik Sistem Investasi Co-Ownership Di Indonesia

Belakangan ini, sistem co-ownership menjadi salah satu pertimbangan di lingkaran calon investor yang mengalami masalah keterbatasan anggaran. selama puluhan tahun, bisnis properti cenderung didominasi oleh pihak-pihak yang punya pendapatan tinggi dan mampu membeli bangunan atau tanah serta menjadikannya sebagai modal investasi. Sementara itu, bagi yang berpenghasilan rendah masih mengalami kesulitan untuk memiliki bangunan rumah sendiri. Terdapat salah satu berita yang mengabarkan mengenai praktik pembayaran dengan sistem co-ownership.
Pancakarya Griyatama pengembang apartemen Skandinavia di Tangerang mengaku pembayaran properti berkonsep co-ownership belum begitu dikenal oleh konsumen, sehingga permintaan rendah. Direktur Pemasaran PT Pancakarya Griyatama Noorman Eka Saputra mengatakan perusahaan juga memiliki sistem pembayaran dengan co-ownership yang memungkinkan sebuah apartemen dibeli oleh lebih satu orang secara patungan. Sayangnya saat ini belum banyak respons positif dari pasar soal sistem ini. Dia menjelaskan dengan konsep patungan ini, saat membayar booking fee, dalam surat konfirmasi pesanan, Penegasan dan Persetujuaan Pemesan Unit akan tertera ketiga nama pembeli unit. Begitu pula dalam sertifikat strata title (hak milik atas satuan rumah susun). Namun, meski dicicil oleh tiga orang, pengembang hanya akan meminta satu nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk mewakili pembelian bersama itu. Selanjutnya, pembagian aset propertinya ditentukan oleh kesepakatan masing-masing penghuni.[1]
Sistem co-ownership memungkinkan individu atau kelompok memiliki aset properti dengan persentase sesuai dengan kesepakatan kepemilikan. Maka, sistem ini didasari adanya suatu kesepakatan bersama yang mendahului kepemilikan tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya, kebutuhan mengenai pembayaran, iuran-iuran wajib lainnya, penghasilan sewa, sistem penggunaan dan keuntungan modal serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kepemilikan tersebut patuh terhadap perjanjian yang disepakati bersama.
Kepemilikan bersama ini sangat ramah dengan investasi, kesepakatannya pun bisa dilakukan berdasar gentlemen agreement atau perjanjian yang tidak tertulis dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berlandaskan pada kepercayaan masing-masing pembuat perjanjian.[2] Namun, dikarenakan belum banyak diaplikasikan dan masih terbilang baru, sistem ini harus dilakukan hanya dengan tiga orang karena lebih dari itu akan sulit menghitungnya. Selain itu, jika satu orang tidak setuju dengan kesepakatan, tapi dua orang setuju maka kuorum dapat tercapai.[3]
Berkaitan dengan keberlakuan hak atas kepemilikan properti secara bersama diatur dalam Pasal 31 Ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah) yang menyebutkan bahwa :
(4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertipikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
(5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertipikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
Dengan adanya ketentuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertifikat yang menyebutkan besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut. Praktik kepemilikan bersama ini, seringkali dikaitkan dengan rumah susun. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) mendefinisikan rumah susun sebagai berikut :
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.[4]
Rumah susun dapat berupa apartemen dan condonium hotel (condotel), yang kesemuanya dapat dipertanggung jawabkan secara bersama. Di samping itu, rumah susun, apartemen, dan condotel memiliki kesamaan dalam fungsi dan pendefinisian hak dan kewajiban pemilik unitnya sehingga saat ini semuanya menggunakan UU Rumah Susun sebagai acuan. Di lain sisi, setelah adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Rumah Susun (PP Penyelenggaraan Rumah Susun).
Dalam PP ini, mengatur mengenai Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKGB) Satuan Rumah Susun yang dapat dimiliki secara bersama. Sertifikat kepemilikan tersebut sebagai bukti kepemilikan atas Sarusun dalam bentuk SHM Sarusun memberikan kepastian akan kepemilikan individu dan kepemilikan bersama yang terdiri atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama.[5] Mengenai penerbitan SKGB, dapat didahului dengan suatu perjanjian, yang dapat dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
Dengan demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum mengenai bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada surat tanda bukti hak para pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali kalau secara tegas ada larangan untuk berbuat demikian jika tidak ada persetujuan para pemegang hak bersama yang lain. Jadi pada dasarnya, sistem co-ownership telah diatur dalam ketentuan yang ada di Indonesia. Maka, dalam satu sertifikat dapat dicantumkan beberapa nama sebagai pemegang hak bersama, atau untuk memudahkan masing-masing orang pemegang hak bersama, dapat diterbitkan sertifikat bagi masing-masing orang.
[1] Anitana Widya Puspa, Konsep Pembayaran Properti Coownership Belum Diminati, https://ekonomi.bisnis.com/read/20180128/49/731365/konsep-pembayaran-properti-coownership-belum-diminati
[2] AturDuit.com, Penghasilan Pas-pasan? Bisa Juga Kok Investasi Properti, https://artikel.rumah123.com/penghasilan-pas-pasan-bisa-juga-kok-investasi-properti-25094#:~:text=Skema%20Co%2Downership&text=Skema%20kepemilikan%20bersama%20ini%20memungkinkan,dengan%20kontrak%20atau%20perjanjian%20tertulis.
[3] Ibid.
[4] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
[5] Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Rumah Susun
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanTindak Pidana Pemerasan
Surat Edaran Menteri Agama Tentang Pengeras Suara Masjid

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.