Prosedur Penahanan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

Jangka Waktu Penahanan Arrest vector created by pch.vector - www.freepik.com

Pertanyaan

Kak mau tanya anak baru2 ini keluarga saya di pukul dan pelakunya di lepas kan oleh polisi namu kami sebagai korban sdh melakukan visum dan keluarga kami yg berumur 16 thn juga mengalami luka lebam di area pipih bengkak dan kami sdh konfirmasi oleh penyidik polres Soppeng namun anak tersebut yg berusia 16 thn di lepas di polres Soppeng dengan alasan di bawah umur tanpa ada konfirmasi sama pihak keluarga dan yang saya tanyakan apakah anak di umur 16 tahun bisah di lakukan penahanan oleh polres Soppeng atau tidak

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan.

Terlebih dahulu kami jelaskan bahwa penanganan perkara anak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Ketentuan tersebut mengatur keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Adapun yang dimaksud anak yang berhadapan dengan hukum didefinisikan dalam Pasal 1 Angka 2 UU SPPA bahwa:

Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Dari definisi tersebut terdapat 3 (tiga) kategori anak yang berhadapan dengan hukum yaitu diantaranya:

  • Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. (Pasal 1 Angka 3 UU SPPA)
  • Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana (Anak Korban) adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. (Pasal 1 Angka 4 UU SPPA)
  • Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana (Anak Saksi) adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. (Pasal 1 Angka 5 UU SPPA)

Dilihat dari pertanyaan Saudara, maka anak Saudara dapat dikategorikan sebagai anak yang menjadi korban tindak pidana. Selain itu, penyelesaian perkara anak mengedepankan keadilan restoratif yang artinya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Dalam praktiknya, penyelesaian ini dikenal dengan istilah diversi yang artinya pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Berkaitan dengan pertanyaan Saudara yang menyatakan bahwa anak yang bersangkutan dilepas, perlu dikonfirmasi terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan “dilepas” tersebut berarti sudah dihentikan penyidikannya atau ditangguhkan penahanannya. Terkait batas usia anak, memang dikenal dalam UU SPPA, dimana anak yang berkonflik dengan hukum harus telah berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun. Oleh karena itu, anak usia 16 tahun dapat dikategorikan sebagai Anak yang berkonflik dengan hukum, sehingga penyidikan sudah sepatutnya terus dijalankan.

Lebih lanjut, Pasal 32 Ayat (1) dan (2) UU SPPA mengatur terkait dengan syarat penahanan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sebagai berikut:

(1) Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.

(2) Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

  1. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
  2. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

Dikaitkan dengan syarat tersebut, maka perlu terlebih dahulu diketahui pasal penganiayaan yang dikenakan terhadap anak dimaksud. Hal tersebut dikarenakan penganiayaan yang ancaman hukumannya 7 (tujuh) tahun atau lebih adalah penganiayaan dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 353 ayat (2) dan (3) serta Pasal 354, Pasal 355 dan Pasal 356 KUH Pidana.

Sebaliknya, jika pasal yang diancamkan adalah Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Ancaman hukuman pidana penjara tindak pidana penganiayaan yang dimuat dalam Pasal 351 KUHP adalah 2 tahun 8 bulan, sehingga syarat penahanan bagi anak dimaksud tidak terpenuhi. Oleh karena itu, jika pasal yang diancamkan adalah Pasal 351, maka adalah tindakan Penyidik untuk melepaskan/menangguhkan anak yang berkonflik dengan hukum tersebut adalah benar. Meski demikian, perlu diingat bahwa tidak berstatusnya anak tersebut sebagai tahanan, bukan berarti bahwa tindak pidana anak tersebut dapat dihentikan, kecuali dengan alasan tidak ditemukannya bukti, kepentingan umum, dan/atau diversi.

 

Demikian jawaban yang kami berikan, semoga dapat menjawab permasalahan hukum Saudara.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan