Penghitungan Waris: Apabila Ayah Meninggalkan Anak dan Istri

Photo by Andrea Piacquadio on Pexels

Pertanyaan

Jika dalam suatu keluarga, ayah, ibu 1 anak perempuan dari ayah, dan 2 anak laki². Jika ayah meninggal bagai mana pembagian harta waris ?

Ulasan Lengkap

Di dalam pertanyaan Saudara tidak disebutkan hukum waris yang manakah yang akan digunakan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya 3 hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum waris Islam, hukum waris KUHPerdata, dan hukum waris Adat. Dikarenakan begitu banyak hukum waris adat di Indonesia, maka kami hanya akan menjelaskan dari sisi hukum waris Islam dan hukum waris KUHPerdata.

Berkaitan dengan hukum waris KUHPerdata. Diatur dalam Pasal Pasal 832 KUHPerdata, terdapat 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu:

Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.

Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta keturunannya.

Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga derajat keenam

Adanya golongan 1 menutup kemungkinan bagi golongan kedua untuk memperoleh hak waris, begitu seterusnya. Adapun dalam hukum waris KUHPerdata, tidak membedakan nilai yang diperoleh baik itu dari segi gender maupun dari segi kedudukan dalam keluarga. Oleh karena itu, apabila dalam permasalahan di atas yang digunakan adalah hukum waris KUH Perdata dalam hal pewaris dan ahli waris tunduk pada hukum KUH Perdata, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah istri, 1 (satu) anak perempuan, dan 2 (dua) anak laki-laki dengan bagian masing-masing rata yaitu 1/5.

Berbeda halnya apabila Pewaris dan Ahli Waris tunduk pada hukum waris Islam. Secara garis besar golongan ahli waris di dalam Islam dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:

  1. Ahli waris menurut Al-Qur’an atau yang sudah ditentukan di dalam AlQur’an disebut dzul faraa’idh, yaitu ahli waris langsung yang selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak berubah-ubah;
  2. Ahli waris yang ditarik dari garis ayah disebut ashabah. Ashabah menurut ajaran kewarisan patrilineal Sjafi’i adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian terbuka atau bagian sisa. Jadi, bagian ahli waris yang terlebih dahulu dikeluarkan adalah dzul faraa’idh, yaitu bagian yang telah ditentukan di dalam Al-Qur’an, setelah itu sisanya baru diberikan kepada ashabah. Dengan demikian, apabila ada pewaris yang meninggal tidak mempunyai ahli waris dzul faraa’idh (ahli waris yang mendapat bagian tertentu), maka harta peninggalan diwarisi oleh ashabah. Akan tetapi jika ahli waris dzul faraa’idh itu ada, maka sisa bagian dzul faraa’idh menjadi bagian ashabah.
  3. Ahli waris menurut garis ibu, disebut dzul arhaam. Arti kata dzul arhaam adalah “orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris melalui pihak wanita saja.”

Apabila ayah sudah tidak memiliki orang tua, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris hanyalah istri dan anak-anaknya. Namun apabila orang tua ayah masih hidup, maka orang tua ayah tersebut tetap berhak atas harta waris dengan bagiannya masing-masing. Adapun penghitungan apabila orang tua ayah masih hidup, adalah hak waris orang tua ayah dan istri ayah diperhitungkan lebih dahulu dengan nilai porsi masing-masing. Selanjutnya, sisanya dihitung dan dibagikan kepada anak-anak yang juga menjadi ahli waris dengan perbandingan perempuan dan laki-laki sebesar 1:2. Untuk keterangan lebih lanjut terkait bagian masing-masing, dapat dibaca dalam artikel berjudul Pembagian Berdasarkan Golongan Dalam Hukum Perdata

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan