Hak Waris Bagi Anak Dari Istri Ke-2

Pertanyaan
Saya adalah anak kedua dari pernikahan kedua bapak saya. Dulu bapak saya pernah menikah dan mempunyai dua anak perempuan dan laki laki. Lali istri pertama ayah saya meninggal setelah istrinya meninggal bapak saya menikah lagi dengan ibu saya.. dari hasil pernikahan mereka lahirlah saya dan kakak saya. Lalu sebelum bapakku menikah dengan ibuku. Bapakku sudah mendapat warisan dari bapak (mbahkuu) disaat itu saya belum lahir saya kurang tahu luas nya berapa yang jelas ada 4 sawah dan satu pekarangan rumah .. pada tahun 2006/2007 ayah saya operasi usus buntu dan menjual salah satu sawah itu jadi masih tersisa 3 sawah. Lalu tahun 2021 anak pertama dari pernikahan pertama ayah saya terlilit hutang dan akhirnya sama bapak saya dijualkann tanah dan tahun 2021 juga setelah jual beli tanah itu bapak saya sakit dan meninggal lalu kemarin sekeluarga pembagian harta warisan.. apakah benar anak dari istri kedua tidak pendapat bagian yang sama dengan anak istri pertama dan tidak mendapat bagian dari rumah padahal yang membuat rumah itu dulu bersama ibu saya .. ?Ulasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan Saudara
Hak Waris Bagi Anak Dari Istri Ke-2
Dalam pertanyaan Saudara tidak disampaikan terkait hukum waris yang digunakan. Adapun Indonesia mengakui berlakunya Hukum Waris Islam bagi masyarakat yang tunduk pada Hukum Islam, Hukum Waris berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “Hukum Waris KUH Perdata”), dan Hukum Waris Adat. Oleh karena itu, dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, kami akan menggunakan Hukum Waris Islam dan Hukum Waris KUH Perdata.
Baik Hukum Waris Islam maupun Hukum Waris KUH Perdata, mengatur bahwa waris baru terbuka atau berlaku manakala terdapat pihak yang meninggal (selanjutnya disebut “Pewaris), yang meninggalkan harta baik hak dan kewajiban yang harus diberikan atau ditanggung oleh pihak yang berhak untuk memperoleh harta waris (selanjutnya disebut “Ahli Waris”). Dengan demikian, dalam hal ini yang menjadi Pewaris adalah Ayah Saudara.
Disamping itu, jika melihat golongan ahli waris berdasarkan Pasal 832 KUH Perdata, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah:
“Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.”
Sedangkan dalam Pasal 174 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut “KHI”) yang menjadi pedoman pelaksanaan Hukum Waris Islam di Indonesia, golongan yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah:
“(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
- Menurut hubungan darah:
golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak: perempuan, saudara perempuan dari nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.”
Mencermati kedua ketentuan tersebut, maka tidak ada pembedaan hak waris bagi anak dari istri ke-2 atau dengan kata lain antara anak dari istri pertama dengan anak dari istri ke-2. Di samping itu, jika Ayah meninggal ketika masih terikat pernikahan dengan istri ke-2, maka istri ke-2 tersebut juga memperoleh hak waris Oleh karena itu, Saudara berhak untuk menjadi Ahli Waris dan memperoleh bagian sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi ahli waris anak.
Harta Bawaan dan Harta Bersama
Selanjutnya, terkait dengan harta waris yang dibagikan maka harus diperhatikan kembali asal usul harta waris tersebut. Apabila harta waris tersebut merupakan harta bawaan, yaitu harta yang diperoleh dari waris, hibah, atau perolehan lain sebelum pernikahan, maka harta tersebut merupakan harta bawaan. Namun jika pembelian harta tersebut setelah pernikahan, maka harta tersebut adalah harta bersama, kecuali jika terdapat perjanjian pisah harta.
Untuk harta bawaan, yaitu berupa sawah yang Ayah Saudara peroleh dari orangtuanya, maka Saudara memperoleh hak untuk mendapat bagian waris. Oleh karena itu, Saudara berhak untuk memperoleh hak waris dari sawah tersebut.
Adapun untuk harta bersama, jika pernikahan Ayah Saudara yang pertama berakhir karena istri pertama meninggal dunia, maka tentunya telah terdapat pembagian waris kepada Ayah Saudara. Harta-harta yang diperoleh Ayah Saudara saat pernikahan dengan istri pertamanya, harus dibagi 2 (dua) terlebih dahulu, diaman 50% adalah bagian dari Ayah Saudara dan 50% lagi adalah harta waris. Selanjutnya, Ayah Saudara memperoleh harta waris dari istri pertamanya. Oleh karena itu, sekalipun benda tersebut adalah dari pernikahan pertama, namun Saudara tetap berhak atas harta yang diwariskan dari Ayah Saudara.
Selanjutnya, jika Saudara dapat membuktikan rumah tersebut dibeli dan dibangun pada masa pernikahan Ayah dengan Ibu Saudara, maka rumah tersebut 50% adalah bagian dari Ibu dan sisanya adalah harta waris dari Ayah yang harus dibagikan kepada seluruh Ahli Waris sesuai ketentuan pembagiannya. Namun jika ternyata Saudara tidak dapat membuktikannya, dan justru terbukti bahwa rumah tersebut dibeli pada saat pernikahan Ayah dengan istri Pertama, maka Saudara hanya memperoleh bagian dari waris Ayah saja.
Hibah Orangtua Kepada Anaknya
Berkaitan dengan penjualan tanah oleh Ayah untuk keperluan anak pertama, maka dapat dianggap telah terjadi Hibah dari Ayah kepada Anak Pertama. Oleh karena itu, jika Hukum Waris yang dipergunakan adalah Hukum Waris Islam, maka berlaku ketentuan Pasal 211 KHI yang menyatakan:
“Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.”
Dengan demikian, jika para ahli waris lainnya tidak berkenan atas hibah tersebut, maka apa yang telah diberikan oleh Ayah untuk Anak Pertama dapat diperhitungakan sebagai warisan yang telah diperoleh anak pertama. Namun jika Ahli Waris lainnya berkenan, maka apa yang telah diberikan Ayah kepada Anak Pertama dapat dikecualikan dari perhitungan bagian warisan anak pertama.
Demikian jawaban atas pertanyaan Saudara. Semoga bermanfaat. Terima kasih
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
Baca juga:
Bagian Waris Anak Kandung Ketika Almarhum Adalah Duda Dengan 2 Anak yang Menikah Kedua Kalinya Dengan Janda dan Memiliki Anak Tiri
Waris Kepada Saudara Saat Sudah Memiliki Anak
3 Jenis Harta Dalam Pernikahan, Hak Suami dan Istri Selama Pernikahan dan Setelah Perceraian
Pentingnya Pasangan Suami/Istri Menyetujui Perjanjian
Hak Bagi Mantan Istri Dalam Perceraian Secara Islam
Tonton juga:
Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2| Hak waris bagi anak dari istri ke-2|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan