
Jangka Waktu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) adalah surat pemberitahuan kepada Kepala Kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri. Penyampaian SPDP dari Penyidik kepada Penuntut Umum merupakan salah satu Langkah koordinasi fungsional dalam rangka penanangan perkara pidana. Dalam praktiknya, SPDP diberikan oleh penyidik berbarengan setelah berkas penyidikan dilimpahkan ke Penuntut Umum sehingga Penuntut Umum baru mengetahui adanya suatu proses penyidikan perkara pidana. Berkaitan dengan pertanyaan Saudara, tidak menjelaskan apa akibat yang ditimbulkan dari jangka waktu 4 hari kerja itu.

Proses Penangkapan Saat Laporan Telah Diterima
Tidak ada ketentuan yang mengatur batas waktu harus dilakukannya penangkapan sejak diterimanya laporan maupun pengaduan. Adapun penangkapan baru dapat dilakukan setelah adanya penyidikan, karena pada tingkat penyidikan itulah kepolisian menetapkan seseorang menjadi tersangka. Guna mengetahui apakah laporan Saudara telah dilanjutkan prosesnya ke tahapan penyidikan, maka Saudara akan memperoleh Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagaimana dinyatakan secara jelas dalam Pasal 14 Ayat (1) Perkapolri 6/2019

Jangka Waktu Penyelidikan dan Penyidikan
Batas waktu penyelidikan dan penyidikan diatur dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, dalam beberapa kasus yang tersangkanya dilakukan penahanan, tentunya penyidik memiliki waktu untuk melakukan penyidikan agar batas waktu penahanan tidak terlewati sehingga tersangka tidak keluar dari tahanan demi hukum.

Lamanya Proses Penyidikan di Kepolisian
Terdapat beberapa hal yang perlu dianalisis, yakni waktu, penyebab dan syarat pemberhentian perkara. Pertama, terhentinya sebuah perkara dapat terjadi di proses penyelidikan. Pada tingkatan penyelidikan, Kepolisian dapat melakukan penghentian sebab tidak ditemukan informasi atau bukti bahwa perkara tersebut tindak pidana. Hal tersebut terjadi setelah adanya Laporan Hasil Penyeledikan (LHP).

Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Pada dasarnya, keluarga korban memiliki hak untuk melaporkan anak Saudara ke pihak yang berwajib meski pihak Saudara telah berdamai atau tidak dengan keluarga korban, namun nantinya di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan pasti akan dilakukan mediasi yang dimediatori oleh pihak yang menangani perkara tersebut, dan perdamaian tersebut akan menghentikan laporan pihak keluarga korban.. Pelaksanaan dari keadilan restorative sendiri, diwujudkan dalam diversi, yang artinya pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 7 UU SPPA mengatur terkait syarat diversi.

Penyelesaian Perkara Pidana Anak Dengan Diversi
Berdasar ketentuan tersebut, maka teman adik Saudara dapat dilaporkan dengan dugaan telah melanggar pasal sebagaimana tersebut di atas, dan dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, apabila belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Penyelesaian perkara pidana anak yang berkonflik dengan hukum diselesaiakan dengan pendekatan keadilan restoratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) UU SPPA, yang dikenal dengan Diversi. Dalam diversi ini diselesaikan dengan cara musyawarah (perdamaian) yang melibatkan salah satunya keluarga anak yang berkonflik dengan hukum tersebut dalam hal ini kelurga dari teman adik Saudara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) UU SPPA.

SP2HP Tidak Diberikan, Dapat Melapor Pada Propam dan Ombudsman
Jika Penyidik menolak untuk memberikan SP2HP, maka dapat melaporkannya ke atasan Penyidik tersebut. Selain itu, apabila atasan Penyidik tersebut juga tidak mengindahkan laporan tersebut, maka dapat melaporkannya ke Divisi Propam Kepolisian Daerah terkait. Selain kepada di Propam Kepolisian Daerah, Saudara dapat melaporkan hal tersebut kepada Ombudsman yang memiliki funsgi sebagai lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Legalitas Alat Bukti di Pengadilan
Berdasar ketentuan tersebut, pihak yang berperkara dalam perkara perdata yang akan mengajukan bukti surat, harus menunjukkan aslinya. Bukti surat yang diserahkan kepada Hakim Pemeriksa Perkara adalah copy yang telah dibubuhkan materai kemudian (nasegelen), namun pada saat pengajuan tersebut pihak yang mengajukan bukti harus menunjukkan dokumen aslinya sebagai pembanding, sehingga Majelis Hakim dapat memeriksa bahwa bukti yang akan diterimanya telah sesuai dengan dokumen yang asli. Sebaliknya, apabila Para Pihak tidak dapat menunjukkan aslinya, maka bukti tersebut tidak memiliki kekuatan untuk menjadi pertimbangan Majelis Hakim.

Jangka Waktu Penetapan Tersangka
Setelah waktu penangkapan tersebut di atas terlewati, namun penyidik tidak dapat menemukan bukti untuk dilakukannya penahanan, maka penyidik harus melepaskan para tersangka tersebut. Namun demikian, jika penyidik telah menemukan unsur untuk dapat dilakukannya penahanan, maka penyidik akan melanjutkan pada proses penahanan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meninjau Perkembangan Laporan Kepolisian
Pada Pasal 7 Perkap 6/2019 ini, menjadi tugas dari Penyidik untuk menentukan batas waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan. Adanya kewenangan ini agar dalam proses penentuan bahwa suatu kasus dapat dikategorikan sebagai tindak pidana lebih cermat dan komprehensif dengan dilaluinya proses pengumpulan bukti-bukti permulaan yang cukup yang dimaknai dengan 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.