Penyelesaian Sengketa Penyerobotan Tanah, Bisakah Langsung Diusir Paksa?

Pertanyaan
Selamat sore,Saya mau bertanya, apakah bisa mengusir orang yang menempati tanah warisan ibu saya . karena istri alm paman saya yang menempati, semasa hidup alm paman saya sudah menjual semua bagian warisan, dan sekarang alm paman saya menempati tanah warisan ibu saya, dan sekarang ibu saya ingin mengambil tanah tersebut dan bersertifikat atas nama ibu saya. Apakah bisa kita mengusirnya.. Terima kasihUlasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan,
Berdasarkan pertanyaan Saudara, dapat dikategorikan istri alm paman Saudara menggunakan tanah yang sudah sah menjadi milik ibu Saudara berdasarkan sertifikat hak atas tanah atas nama ibu Saudara. Dari pertanyaan Saudara tersebut, kami asumsikan bahwa penggunaan oleh istri Alm. Paman Saudara tersebut dilakukan tanpa mendapatkan izin dari ibu Saudara yang merupakan pemilik hak atas tanah yang sah.
Dugaan Penyerobotan Tanah
Dikarenakan penggunaan oleh istri Alm. Paman Saudara tersebut diduga dilakukan tanpa izin pemiliknya yang sah, maka tindakan tersebut dapat diduga sebagai tindakan penyerobotan tanah. Untuk itu kami akan menjelaskan terlebih dahulu terkait dengan penyerobotan tanah dan kedudukan hukum bagi orang yang menempati tanah yang bukan miliknya.
Secara umum istilah penyerobotan tanah dapat diartikan sebagai perbuatan menguasai, menduduki, atau mengambil alih tanah milik orang lain secara melawan hukum, melawan hak, atau melanggar peraturan hukum yang berlaku.[1] Penyerobotan lahan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Tindak penyerobotan tanah ini diatur dalam Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun. Selain dalam KUHP, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin yang Berhak atau Kuasanya (Perpu Nomor 51/1960) menjelaskan pula terkait sanksi pidana penyerobotan tanah dalam Pasal 6 yang berbunyi:
- Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3,4, dan 5, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
- Barang siapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut Pasal 5 ayat (1);
- Barang siapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;
- Barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk, atau menganjutkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini;
- Barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada Pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini.
Langkah Hukum Terhadap Dugaan Penyerobotan Tanah
Sedangkan dalam melanjutkan proses pelaporan tindak pidana penyerobotan tanah, Saudara harus memastikan terlebih dahulu bahwa benar adanya perbuatan pidana yang dilakukan, pelaku mampu bertanggung jawab, pelaku melakukan dengan kesengajaan atau kealpaan, dan tidak adanya alasan pemaaf untuk istri alm paman Saudara.[2]
Sehingga untuk menguasai kembali tanah yang dimiliki secara sah, Saudara dapat melakukan alur penyelesaian secara non-litigasi (diluar pengadilan) atau litigasi dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan tersebut untuk membuktikan kepada Hakim bahwa ibu Saudaralah yang paling berhak atas tanah tersebut dan memiliki alat bukti yang kuat sebagai pemilik sah.
Terkait pertanyaan Saudara bisakah untuk mengusir istri alm paman yang menempati tanah tersebut, maka harus terlebih dahulu dipastikan status hukum tanah yang dikuasai oleh pihak lainnya secara tidak sah. Apabila status hukum kepemilikan hak atas tanah tersebut memang telah atas nama ibu Saudara, maka bentuk pengusiran yang dilakukan harus diperhatikan agar Saudara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu, Saudara dapat melakukan negosiasi atau mediasi terlebih dahulu dengan istri Alm. Paman Saudara agar meninggalkan rumah tersebut. Pengusiran dengan kasar tentunya akan berisiko, terlebih jika di dalam rumah tersebut terdapat barang-barang milik istri Alm. Paman Saudara yang nantinya akan berisiko menjadikan Saudara terkena pidana pengrusakan barang. Oleh karenanya, musyawarah perlu dilakukan terlebih dahulu. Jika musyawarah tidak menghasilkan apapun, maka Saudara dapat melakukan tindakan hukum lebih lanjut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tindakan istri alm paman Saudara menguasai tanah dan bangunan milik orang lain dapat diduga termasuk dalam tindak pidana penyerobotan tanah. Tindakan tersebut dapat diproses secara hukum dengan terlebih dahulu melakukan musyawarah secara kekeluargaan agar yang bersangkutan dapat meninggalkan rumah tersebut, sebab bagaimanapun yang bersangkutan masih memiliki hubungan keluarga.
Namun demikian, jika musyawarah tidak menghasilkan apapun, maka Saudara atau Ibu Saudara dapat mengirimkan somasi atau peringatan agar yang bersangkutan keluar dari rumah tersebut. Ketika somasi atau peringatan tidak diindahkan, maka barulah Saudara dapat memprosesnya secara hukum baik melalui pidana maupun gugatan perdata karena melakukan perbuatan melanggar hukum.
Baca juga:
Mengusir Orang yang Menumpang di Tanah Warisan
[1] Jaminuddin, dkk. Tindak Pidana Penyerobotan Tanah Dalam Perspektif Hukum Pidana. Jurnal Rectum, Vol. 3 (2), 2021, 228
[2] Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta: Prenada Media Group, 2014, 78
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan